Wamenlu AM Fachir: Moderasi Beragama Sudah Ada Sejak Lama

Wamenlu AM Fachir: Moderasi Beragama Sudah Ada Sejak Lama

Gedung FAH, BERITA UIN Online – Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir bangsa Indonesia sejak lama sudah ditanamkan dengan pebedaan-perbedaan. Perbedaan itu misalnya tidak adanya pemaksaan dalam beragama, sehingga tertanam sikap saling menghargai.

Hal itu dikatakan Abdurahman saat menjadi pembicara pada Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru tahun akademik 2019/2020 di gedung Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Rabu (28/8/2019).

“Hal yang paling pokok menerima perbedaan itu dicoretnya tujuh kata saat para tokoh bangsa merumuskan konstitusi dan dasar negara, Pancasila,” katanya.

Menurut alumni FAH UIN Jakarta itu, seandainya bangsa Indonesia tidak menerima perbedaan, hampir dipastikan Negara Indonesia akan bubar. Namun, dengan munculnya sikap moderasi beragama itu, Negara Indonesia hingga kini tetap kokoh berdiri.

Dalam analogi yang sama, Abdurrahman mengatakan bahwa seorang mahasiswa baru secara mental sudah disiapkan dengan berbagai keterbukaan. Jika semasa siswa diberi pelajaran yang hanya fokus pada satu masalah, maka saat memasuki dunia akademik, mahasiswa diberi bekal ilmu dan membuka diri sesuai dengan bidang yang dipelajari.

Kemudian, jelasnya, di dunia akademik mahasiswa akan dihadapkan pada berbagai perbedaan. Mahasiswa akan menemukan analogi, perbandingan, dan argumentasi guna mencari apa yang dianggap paling tepat.

“Karena itu, berdiskusi dan berargumentasi di dalam dunia akademik memerlukan pengetahuan yang luas,” katanya.

Dengan demikian, sebut Abdurrahman, mau tidak mau, mahasiswa sejak awal harus sudah menghormati perbedaan. Di dunia akademik, mahasiswa sejak awal dididik untuk belajar terbuka dan berargumentasi serta pada saat yang sama juga belajar menghormati perbedaan.

“Nah, kalau sudah terbuka, tanpa disadari, kita sudah bersikap moderat. Tidak memaksakan pendapat terhadap orang lain,” ujarnya.

Untuk itu pula, katanya, dalam soal sikap saling menghargai tersebut, maka tidak masalah ketika ada seseorang yang menjadi rektor, dekan, atau ketua dewan mahasiswa. Sebab, dalam konteks perbedaan tadi, pendekatan yang dikedepankan adalah berdasarkan kepada kapasitas atau kemampuan. (ns)