UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Menuju Kampus Kelas Dunia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Menuju Kampus Kelas Dunia

Oleh : Jajang Jahroni, Ph.D

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah universitas Islam negeri tertua di Indonesia. Berawal dari ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) yang didirikan pada 1957, yang diperuntukkan melatih calon guru dan fungsionaris agama Islam, lalu IAIN (1960-2000), kini UIN Jakarta bertransformasi menjadi universitas terkemuka di Indonesia. Dengan 12 fakultas dan 60 jurusan, UIN Jakarta kini berada berada di barisan kampus terkemuka di Tanah Air. Pimpinan UIN sejak dua dasawarsa terakhir terus berupaya mengembangkan kampus ini agar sejajar bahkan, kalau perlu, melampaui kampus-kampus lainnya di Tanah Air. Pengembangan dilakukukan di semua lini, baik infrastruktur, sumberdaya manusia, kerjasama maupun jaringan.

Sejumlah program yang terus digarap oleh UIN. Salah satunya adalah meningkatkan kerjasama internasional. Saat ini UIN Jakarta telah menjalin kerjasama dengan puluhan universitas dari berbagai negara, menandatangani ratusan MoU dengan lembaga nasional dan internasional. Saat ini UIN memiliki mahasiswa internasional berjumlah 300 orang, berasal dari berbagai negara Afrika dan Asia. Direncanakan jumlah ini akan ditingkatkan hingga mencapai 10 persen dari total mahasiswa.

Meski banyak kemajuan yang telah dicapai oleh UIN, transformasi harus terus dilanjutkan. Ini untuk merespon perubahan yang terjadi begitu cepat yang ada di masyarakat. Saat ini para ahli menyebutkan bahwa dampak dari internet, dunia mengalami disrupsi (goncangan) yang mengancam seluruh aspek kehidupan. Ini yang disebut Revolusi Digital 4.0. Revolusi Digital 4.0 adalah istilah yang disematkan pada pola pertukaran data yang dilakukan secara otomatis yang dilakukan berbagai kelompok masyarakat. Goncangan ini dirasakan semakin kuat. Pola-pola lama mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pola-pola baru. Ini sangat terasa di bidang ekonomi di mana serbuan bisnis online mengubah pola perilaku ekonomi masyarakat.

Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi harus mengantisipasi perubahan ini. Dampak revolusi ini luar biasa bagi kampus. Di Barat, kampus-kampus besar telah dan sedang bermigrasi dari pola konvensional ke pola digital. Pengajaran dan pelayanan terhadap mahasiswa dilakukan secara online. Bentuk-bentuk baru terus dikembangkan untuk memenuhi selera pasar. Meski tatap muka di kelas masih dipertahakan, kampus-kampus besar baik di Eropa maupun Amerika memberi layanan kelas jauh (long distant learning). Profesor ternama diundang untuk memberi kuliah, dan mahasiswa dari seluruh dunia dapat mengikuti perkuliahannya. Tentu saja daftar dan dikenakan biaya. Dari sini kemudian ada online degree (gelar yang didapatkan secara daring).

Penguatan manajemen dan kapasitan lembaga merupakan persoalan penting di setiap kampus. Memang ongkosnya mahal. Penguatan ini tidak hanya infrastruktur yang mahal, namun juga sumberdaya manusia yang cakap. Dari waktu ke waktu, dosen, pegawai, dan staf lainnya yang bekerja di lingkungan UIN harus ditingkatkan kecakapannya agar proses transformasi ini dapat bekerja dengan mulus sehingga UIN dapat terus berperan di tengah masyarakat Indonesia dan juga global. Seperti halnya dosen, staf dan pegawai lainnya diberi kesempatan untuk sekolah demi mendapat pengetahuan dan ketrampilan baru. Lalu mereka kembali ke lembaga untuk berkarya secara lebih baik.

Peningkatan kapasitan dan manajemen UIN harus mengaju pada Renstra yang ada. Ini penting agar transformasi tidak mulai dari nol. Pimpinan yang baru tinggal melanjutkan saja apa yang telah dilakukan oleh pimpinan sebelumnya. UIN punya Renstra 2017-2022. Di situ diterakan apa tujuan UIN dalam 2-3 tahun mendatang, bagaimana mencapainya, dan seterusnya. Di Renstra, misalnya, disebutkan bahwa pada tahun 2025 UIN Jakarta harus menjadi universitas terkemuka di Asia Tenggara. Tujuan ini harus diterjemahkan ke dalam beberapa program yang fokus dan terukur.

Di bawah ini akan dijabarkan 3 program strategis penguatan lembaga yaitu : (1) integrasi sistem dan pembangunan SDM, (2) perpustakaan, (3) kerjasama internasional, (4) riset dan pengabdian masyarakat.

  1. Integrasi Sistem dan Pembangunan SDM

Peningkatan kapasitas lembaga adalah isu besar dalam sebuah organisasi. Pertanyaannya, dari mana peningkatan kapasitas lembaga dimulai? Tentu banyak jawaban atas pertanyaan ini. Salah satunya adalah dengan melakukan integrasi sistem. Memang sistem di UIN Jakarta masih jauh dari ideal. Inovasi teknologi yang membuat sistem akademik UIN ketinggalan zaman. Namun sebenarnya kita juga tidak perlu terobsesi memiliki sistem yang paling mutakhir dan canggih, karena itu pasti akan sangat mahal. Yang diperlukan adalah sistem yang ada harus dimaksimalkan, diefektifkan, dan diintegrasikan. Selama sistem masih bisa bekerja, kita pakai saja, sebelum akhirnya diganti dengan sistem yang baru.

Integrasi sistem harus dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia. Hal ini tidak bisa dipisahkan satu dari lainnya. Bila SDM-nya tidak ditingkatkan, secanggih apa pun sistem tidak ada manfaatnya. Jadi integrasi sistem harus dilakukan secara simultan dengan peningkatan sumber daya manusia. Orang sering bilang bahwa manusia adalah aset yang paling penting dalam sebuah organisasi. Jangan lupa bahwa dosen dan pegawai serta para staf lainnya merupakan aset UIN yang paling penting. Dari waktu ke waktu pengetahuan dan ketrampilan mereka harus ditingkatkan. Banyak program peningkatan SDM yang dilakukan, dosen disekolahkan ke luar negeri, pegawai dan staf melanjutkan pendidikan. Dan ini terus dilanjutkan.

Sejauh ini UIN Jakarta berupaya untuk mengantisipasi perubahan yang ada dan memberi pelayanan sebaik-baiknya bagi mahasiswa. Dan sejak dua dasawarsa terakhir, UIN Jakarta mulai bermigrasi dari sistem manual ke sistem digital computerized. Kita, misalnya, punya AIS (Academic Information System), LKP (Laporan Kinerja Pegawai), BKD, Perpustakaan, dan seterusnya. Namun sistem itu belum terintegrasi dengan baik. Masing-masing berdiri sendiri. Ke depan sistem yang terpisah-pisah ini harus diintegrasikan agar pelayanan menjadi optimal. Bila kita mengunjungi kampus-kampus besar di dunia, baik di Eropa maupun di Amerika, ternyata rahasia kehebatan mereka adalah sistem mereka terintegrasi dengan baik. Misalnya, setiap mahasiswa memiliki email. Lewat email, mahasiswa dapat mengakses seluruh sistem da layanan yang ada di kampus. Mahasiswa terkoneksi dengan perpustakaan, akademik, dosen, keuangan, beasiswa, apartemen, pasar kerja, dan fasilitas lainnya.

Sistem yang terintegrasi memberi banyak keuntungan. Keuntungan pertama adalah kemudahan. Dosen, mahasiswa, dan pegawai serta staf mendapat kemudahan untuk mengakses layanan yang ada di UIN. Kedua, pada jangka panjang, sistem yang terintegrasi murah.

  1. Perpustakaan

Tulisan tentang perpustakaan ini diilhami oleh pengalaman penulis yang pernah tinggal di Boston Amerika Serikat. Ada 3 perpustakaan yang menginspirasi tulisan ini: (1) Mugar Library (milik Boston University); (2) Somerville Public Library di kota Somerville, dan (3) Waltham Public Library di kota Waltham. Di samping itu penulis juga membaca sejumlah literatur tentang perpustakaan baik tentang perpustakaan Islam maupun Barat. Diharapkan bahwa Perpustakaan UIN dapat memainkan peran penting tidak saja bagi civitas akademika UIN, tapi juga masyarakat secara luas. Perpustakaan ini diharapkan dalam menumbuhkan kembali minat baca dan berpikir kritis di kalangan kaum Muslim dan mengembalikan kejayaan peradaban Islam.

Hingga saat ini, perpustakaan di Barat terus berkembang, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kampus modern. Perpustakaan merupakan bagian penting dari sebuah perguruan tinggi. Perpustakaan memiliki peran sebagai penyedia buku dan layanan daring lainnya bagi para mahasiswa. Di perpustakaan, mahasiwa melakukan berbagai kegiatan, mulai dari menulis sampai bersosialisasi dengan mahasiswa atau profesor. Tak ada kampus dewasa ini yang tidak memiliki perpustakaan. Sekarang bahkan kampus menitikberatkan pada perpustakaan sebagai lembaga utama yang mendongkrak gengsi dan reputasi sebuah kampus.

Di Indonesia, perpustakaan masih dipandang sebelah mata, pelengkap, tempat buku-buku usang dan berdebu. Sama sekali tidak menarik. Sementara itu, di AS dan negara Eropa lainnya, perpustakaan merupakan tempat yang menyenangkan. Layanannya dipermudah dan ditingkatkan. Dengan melihat berbagai konsep perpustakaan di Barat, dan beberapa perpustakaan di dunia Islam, baik dulu maupun sekarang, tulisan ini berupaya menemukan konsep perpustakaan yang sesuai untuk UIN. Sebagai universitas kelas dunia, UIN harus memiliki perpustakaan yang baik, kalau perlu yang paling baik dibandingkan perpustakaan-perpustakaan lainnya yang ada di Indonesia dan negara-negara lainnya, sehingga para sarjana dari berbagai negara datang ke UIN.

Perpustakaan merupakan instrumen penting di universitas AS. Sulit membayangkan sebuah universitas dapat berperan baik dan menjadi center of excellence tanpa sebuah perpustakaan yang baik. Semakin baik perpustakaan semakin baik pula universitas. Di kampus-kampus besar di Amerika Serikat, mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan daripada di kelas. Kelas umumnya digunakan untuk pemberian materi, sementara perpustakaan tempat berbagai kegiatan akademik dilangsungkan. Setelah kelas selesai, mahasiswa balik lagi ke perpustakaan. Di perpustakaan, mahasiswa menulis, membaca buku, belajar bersama, mendapatkan bimbingan, dan lain sebagainya. Begitu pentingnya perpustakaan sehingga perpustakaan sudah buka pada pagi hari (sekitar jam 7.30) dan baru tutup sekitar jam 11 atau 12 malam. Begitu berlangsung sepanjang tahun. Selama setahun perpustakaan libur hanya beberapa hari saja. Thanksgiving, Natal dan Tahun Baru. Pada saat midterm atau semesteran, perpustakaan bahkan buka selama 24 jam. Mahasiswa yang kelelahan bisa berbaring di sofa-sofa yang ada. Bangun mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka. Karena perpustakaan menjadi tempat penting dan ramai, lokasinya biasanya terletak di tengah kampus, bisa diakses oleh semua, termasuk para difabel, dilengkapi kafe atau kantin di sekitarnya.

Perpustakaan sekarang bukanlah tempat mahasiswa berkacamata minus yang menghabiskan waktunya berjam-jam di lorong yang sepi, buku yang berdebu, dan dinding-dinding kusam. Perpustakaan sekarang dilengkapi dengan internet, reading room, dan quite room. Untuk bacaan yang lebih santai, mahasiswa bisa menuju ruang dengan sofa yang empuk, bisa melonjorkan kaki. Dilengkapi dengan ruang fotocopy, skan, manuskrip, mahasiswa bisa meneruskan pekerjaannya tanpa harus keluar. Sejumlah perpustakaan memiliki ruang untuk mendisplay koleksi manuskrip mereka. Koleksi bukunya diperkaya, desain dan tempatnya dipercantik, dan layanannya ditingkatkan.

Di samping kampus, perpustakaan juga menjadi bagian penting dari lanskap kota. Perpustakaan tidak saja menjadi tempat untuk membaca, tapi juga ajang untuk bersosialisasi warga kota. Anak-anak, remaja, orang tua, laki-laki dan perempuan mengunjungi perpustakaan untuk keperluan yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, warga kota biasanya bangga dengan perpustakaan umumnya, public library, tempat warga kota berbincang apa saja, mulai dari politik sampai seni. Pada musim donasi, warga tampak berebutan ingin menyumbangkan apa yang mereka punya untuk perpustakaan. Pada kesempatan lain, wali kota atau gubernur datang ke perpustakaan untuk membacakan buku baru untuk anak-anak.

Ada beberapa perpustakaan yang namanya sama besarnya dengan nama kampusnya. Sebut saja KITLV di Universitas Leiden Belanda, atau Widener Library di Harvard University. Semua ini membuktikan kampus dan perpustakaan tidak bisa dipisahkan. Setiap hari mahasiswa hilir mudik ke perpustakaan untuk mencari buku, membaca, menulis, dan seterusnya. Ruang membaca dibuat sedemikian rupa, dengan view sungai atau bukit, agar nyaman, dilengkapi dengan berbagai layanan jurnal daring, sehingga memudahkan para mahasiswa untuk bekerja dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

Berbagai universitas di dunia sekarang ini berlomba-lomba untuk membangun perpustakaan agar memiliki daya tarik tersendiri bagi mahasiswa atau calon mahasiswa agar mereka mendaftar di universitas tersebut. Berbagai kampus membangun perpustakaannya dengan desain arsitektur yang indah dan menarik, menjadi bagian penting bagi kampus dan bahkan kota di mana kampus berlokasi. Sejumlah perpustakaan di AS menjadi destinasi wisata, memberikan pemasukan bagi pihak manajemen untuk perawatan.

Sejalan dengan kemajuan IT, berbagai perpustakaan di dunia berlomba-lomba memperkaya koleksinya, mengklaim memiliki buku sekian juta, CD ROM sekian juta, microfilm sekian juta, manuskrip sekian juta, dan seterusnya. Untuk mempermudah layanan dan memperluas jaringan, sejumlah perpustakaan membentuk konsorsium sehingga permintaan buku yang paling langka sekalipun dapat dipenuhi. Dengan daring, permintaan pelanggan dapat dilaksanakan dengan cepat. Yang terpenting dari semua itu adalah, semua layanan diberikan secara cuma-cuma. Perpustakaan umum di Amerika Serikat tidak memungut bayaran. Perpustakaan kampus memang hanya untuk kalangan internal. Tapi orang luar bisa jadi anggota kalau mau. Kalaupun ada biaya, biasanya murah sekali.

Dana adalah masalah krusial dalam masalah perpustakaan. Dana diperlukan untuk menunjang segala kegiatan perpustakaan. Dana dari pemerintah biasanya terbatas. Pada awalnya Perpustakaan UIN mungkin sepenuhnya didukung oleh dana pemerintah. Tapi pertanyaannya, sampai kapan? Untuk menunjang kegiatannya, perpustakaan harus memiliki dana yang berkelanjutan. Bagaimana caranya?

Perpustakaan dapat mendapatkan dana secara berkesinambungan lewat berbagai bentuk hibah dari masyarakat baik pengusaha maupun warga biasa. Dana masyarakat sifatnya tidak terbatas, tapi semua tergantung pada 3 hal: (1) fundraising, (2) management (3) distribution, dan (4) reporting. Memang ini bukan pekerjaan mudah. Sejauh ini potensi hibah dari masyarakat masih sangat besar, namun realisasinya masih rendah. Perlu metode dan strategi yang jitu untuk mencari dana dari masyarakat. Masyarakat Muslim biasanya tergugah untuk mengeluarkan dananya bila dihubungkan dengan akhirat sehingga mereka akan mengeluarkan dananya dengan sukarela. Selanjutnya harus dibangun sikap saling percaya antara pengelola dan masyarakat. Menurut pengakuan management Dompet Dhuafa, sekali terbangun sikap percaya di lingkungan pendana, pendana akan meminta Dompet Dhuafa untuk menyalurkan dana mereka bila diperlukan. Dan yang terakhir, masyarakat harus diberi laporan secara berkala atas dana yang diserahkan. Di samping laporan dikirim secara daring, lembaga penyalur dana juga harus mengunggah berbagai kegiatan sosial-kemanusiaan di situs lembaga sehingga masyarakat luas bisa melihat realisasi penyaluran bantuan.

Model pendanaan seperti ini banyak dilakukan oleh perpustakaan di negara-negara Barat. Bahkan terkadang gedung perpustakaan merupakan sumbangan dari para dermawan (filantropi). Misalnya, di Boston University, gedung perpustakaannya adalah hibah dari Stephen P. Mugar, seorang pengusaha Amerika-Armenia, pemilik Star Market, ritel yang cukup besar di Massachusetts. Mugar dilahirkan di Turki pada 1901, dan wafat di Boston pada 1980. Keluarganya hijrah ke Amerika menyusul gonjang-ganjing politik di Turki dan praktik diskriminasi yang dialami kalangan Armenia. Untuk mengenang masa-masa susah mereka di Turki, pada salah satu dinding perpustakaan ditulis: “Perpustakaan ini dipersembahkan untuk Amerika Serikat, sebuah negeri yang menjunjung tinggi kebebasan bagi setiap warganya.”

Dalam sejarah Islam model pendanaan seperti ini disebut wakaf. Wakaf adalah menyerahkan aset (baik uang maupun bangunan) untuk keperluan sosial-kemasyarakatan. Praktik ini adalah ibadah, pada masa lalu banyak dilakukan oleh para amir, sultan, militer, dan pengusaha. Dana wakaf digunakan tidak hanya untuk membangun madrasah dan masjid, tapi juga perpustakaan (maktabah) dan juga jami’ah (college). Inilah mengapa pada zaman keemasan Islam begitu banyak tumbuh lembaga sosial-keagamaan yang menggunakan dana wakaf. Selanjutnya, dibanding dengan praktik amal sosial lainnya seperti hibah, wasiat, dan sadaqah, di mana uang atau aset diserahkan begitu saja kepada pihak kedua, dalam wakaf, si penderma diberi kesempatan untuk terlibat dalam mengurus wakaf tersebut (nazir atau mutawalli). Dengan kata lain ada insentif politik bagi si pemberi wakaf. Nama si pewakaf biasanya diabadikan dalam nama lembaga yang dibentuknya seperti Madrasah Nizamiyah di Baghdad yang didirikan oleh Abu Hasan bin Ali al-Tusi, terkenal dengan nama Nizam al-Mulk pada abad ke-11.

Besarnya dana wakaf mendorong munculnya para sarjana dan peneliti baik Muslim maupun non-Muslim. Dana ini pula yang mendorong lahirnya lembaga pendidikan tinggi. Makdisi menulis bahwa besarnya dana wakaf mendorong lahirnya college (institute) di negara-negara Muslim. Para sarjana Muslim seperti Ibn Sina dan al-Ghazali adalah mereka yang bekerja di institute seperti ini yang kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh dana wakaf. Dana wakaf juga dinikmati oleh para ulama yang memiliki lembaga seperti madrasa atau kuttab, juga oleh para syeikh sufi yang memiliki pengikut yang besar, memiliki zawiyah dan pengaruh besar di tengah masyarakat. Namun sayang masa gemilang wakaf berakhir ketika muncul negara-bangsa (nation-state). Negara yang mengklaim satu-satunya lembaga yang memiliki otoritas untuk mengatur urusan publik mempreteli privilige yang dinikmati oleh para ulama atau syaikh, dan menasionalisasi aset wakaf milik masyarakat.

Sebagai sebuah konsep dana sosial, wakaf terus berkembang. Sekarang ini wakaf digunakan untuk membangun rumah sakit, penguatan ekonomi lemah, beasiswa, dan kegiatan kemanusiaan lainnya. Dompet Duafa adalah satu lembaga penghimpun dana wakaf yang paling berhasil di Indonesia. Ia membangun kampus, sekolah, rumah sakit, koperasi, dan lain sebagainya. Konsep pendanaan wakaf yang digunakan DD ini bisa ditiru oleh perpustakaan UIN. Di rumah sakit DD yang terletak di Parung Bogor, di setiap ruangan dan kamar, tertulis para penyumbangnya sebagai penghargaan atas jasa mereka.

  1. Kerjasama Internasional

Riset merupakan bagian penting dari sebuah universitas. Dalam rangka pembangunan dan pengembangan UIN ke depan, UIN harus menjadikan kerjasama internasional sebagai prioritas utama. Kerjasama internasional menjadi keharusan karena melalui jalan inilah hubungan, relasi, jaringan, dan partnership dengan universitas-universitas, lembaga-lembaga, lain di dunia bisa dibangun dan diwujudkan. Selain sebagai sarana untuk membangun relasi dan partnership, kerjasama internasional ini juga sangat berguna untuk mempromosikan UIN sebagai salah satu destinasi belajar bidang-bidang keislaman, ke-indonesiaan, kemoderenan yang terbaik di dunia.

Dalam melaksanakan kerjasama internasional UIN menganut prinsip bahwa kemajuan dan kualitas sebuah universitas tidak hanya tergantung pada kinerja dalam universitas itu sendiri, akan tetapi juga membutuhkan keterlibatam dan pengakuan dari pihak lain seperti universitas-universitas, lembaga-lembaga, dan pihak-pihak yang terkait di luar UIN. Penilaian kesuksesan sebuah peringkat universitas, sebagai misal, itu bukan hanya ditentukan oleh capaian akademis dan riset mereka, tapi terkait juga dengan bagaimana universitas tersebut menjalin kerjasama dengan pihak lain terutama kalangan swasta. Dengan kata lain, kerjasama internasional bisa membantu dan mempercepat proses peningkatan kualitas UIN yang seperti ini.

Kerjasama internasional juga merupakan jawaban atas perkembangan dunia yang semakin komplek dan rumit yang mau tidak mau mengundang universitas untuk berperan semakin Perkembangan ekonomi, politik, dan kemasyarakatan adalah kekuatan utama dunia global yang mengharuskan universitas untuk memajukan kerjasama internasional mereka. Dengan memiliki bidang kerjasama internasional yang kuat, UIN tidak hanya memiliki topangan dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri. UIN merasa yakin bahwa kerjasama internasional bisa menghantar kehadiran UIN yang berarti di tingkat nasional, regional maupun internasional. Kerjasama internasional akan mendorong UIN menjadi sangat kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bidang akademik, riset dan pengabdian masyarakat.

Sebagai universitas yang terkemuka, UIN memandang bahwa kerjasama internasional akan berkontribusi positif pada pengembangan dunia akademik, riset dan pengabdian masyarakat. Dengan model kerjasama internasional yang inklusif, saling menguatkan dan menguntungkan, UIN diharapkan akan mendapatkan pembelajaran dari suksesnya bidang akademik, riset dan pengabdian masyarakat dari universitas-universitas di luar negeri yang menjadi mitra kerjasama UIN. Selain belajar, UIN juga membagi distingsi yang mereka punyai tentang keindonesian dan keislaman. Jaringan internasional akan memperkuat daya saing UIN pada level lokal dan global sebagai salah satu universitas internasional Islam dari kawasan Asia Tenggara pada khususnya dan Asia pada umumnya. Melalui kerjasama internasional juga, UIN akan menjaring third funding, pendanaan dari pihak ketiga. Secara rutin dan sungguhsungguh UIN akan membuat gugus-gugus khusus (task-force) yang memikirkan dan bekerja tentang cara-cara terbaik dan positif untuk menjaring pendanaan dan donasi dari pihak non-pemerintah seperti perusahaan, lembaga-lembaga riset internasional, dan sindikasisindikasi pendanaan lainnya yang tidak mengikat UIN. UIN akan merekrut orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi untuk melakukan pendekatan dan lobi kepada pihak ketiga untuk duduk

dalam gugus ini. Sasaran yang akan dituju dalam konteks ini adalah kalangan swasta. Akhirnya, UIN menjadikan kerjasama internasional sebagai tulang punggung pengembangan akademik, riset dan pengabdian masyarakat.

  1. Riset dan Pengabdian Masyarakat

Ada tiga unsur utama dalam sebuah universitas: pengajaran, riset, dan pengabdian masyarakat. Dulu kita tahunya universitas itu mengajar, memberi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Namun sekarang paradigma itu sudah ketinggalan zaman, tidak ditinggalkan namun dilengkapi dengan riset dan pengabdian masyarakat. Sekarang ada istilah universitas berbasis riset atau research-based university. Artinya riset menjadi komponen utama di universitas tersebut. Sesungguhnya riset dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan baru, pengetahuan baru itu kemudian diajarkan kepada mahasiswa. Jadi riset dan pengajaran tidak bisa ditinggalkan. Begitu seterusnya.

Sejauh ini riset masih merupakan dunia baru di lingkungan UIN. Isu ini baru diperkelankan sekitar dua dasawarsa lalu ketika beberapa alumni UIN yang kemudian menjadi pimpinan UIN melontarkan ide tersebut. Sejak itu semangat riset terutama di kalangan dosen muda terus menggelora. Meski lambat tapi ada peningkatan kualitas dan kuantitas riset di UIN Jakarta. Berbagai insentif ditawarkan bagi dosen yang ingin melakukan riset, dan membantu mereka yang ingin menerbitkan tulisannya di jurnal-jurnal ilmiah, baik nasioal maupun internasional.

Bagian terakhir adalah pengabdian masyarakat. Ilmu dan keahlian yang dimiliki pada akhirnya harus diabdikan kepada masyarakat. UIN Jakarta memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memajukan masyarakat baik pada tingkat lokal, nasional maupun global. UIN Jakarta harus menjadi benteng Islam moderat bagi masyarakat Indonesia dan juga dunia di tengah masalah yang mendera kaum masyarakat Muslim sebagai akibat dari pemahaman agama yang dangkal. (zm/sam)