UIN Jakarta Kembali Bahas Soal Integrasi Ilmu

UIN Jakarta Kembali Bahas Soal Integrasi Ilmu

Jakarta, BERITA UIN Online – Isu integrasi ilmu di UIN Jakarta kembali mencuat. Pasalnya, sejak berubah status dari IAIN ke UIN, masalah pengitegrasian ilmu belum dianggap selesai sehingga perlu di-review.

Guna membahas hal itu, Rektor UIN Jakarta Amany Lubis mengundang para guru besar UIN Jakarta pada acara Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Mercure, Jakarta, Selasa (12/3/2019). Tema yang dibahas adalah Integrasi Ilmu: Roadmap Peningkatan dan Pengembangan UIN Jakarta.

Di antara para guru besar yang hadir adalah Azyumardi Azra (Rektor UIN Jakarta periode 1998-2006), Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta periode 2006-2015), HM Atho Mudzhar (Ketua Senat Universitas periode 2014-2018), Dien Syamsuddin (guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Abuddin Nata (Ketua Senat Universitas periode 2019-2023), dan Masykuri Abdillah (Direktur Sekolah Pascasarjana periode 2015-2019). Selain itu, juga hadir para guru besar yang kini menjabat wakil rektor serta dekan fakultas.

Menurut Rektor, gagasan pengintegrasian ilmu di UIN Jakarta penting dibahas kembali. Hal itu bertujuan agar peta jalan ke arah tersebut semakin jelas dan tepat sasaran. Pengintegrasian ilmu, dalam hal ini pemaduan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, perlu segera diselesaikan karena gemanya hingga kini belum dirasakan.

“Saya menilai berkumpulnya para guru besar di forum ini penting. Kita perlu mendapat banyak menerima masukan dari para guru besar sesuai dengan kapasitas keilmuan masing-masing,” katanya saat membuka acara.

Rektor mengungkapkan, masalah integrasi keilmuan di UIN Jakarta selain sudah lama dibahas, juga diperkuat dengan adanya Keputusan Rektor Nomor 864 Tahun 2017 tentang Pedoman Integrasi Ilmu UIN Jakarta. Keputusan Rektor yang memuat 16 pasal itu dimaksudkan agar arah dan pengembangan keilmuan di UIN Jakarta sejalan dengan perubahan IAIN menjadi UIN.

Dalam paparannya, Rektor juga menyebutkan setidaknya ada tujuh karakteristik integrasi keilmuan di UIN Jakarta. Pertama, humanisme, yakni menggali potensi insani, imani, dan alamiah serta humanisasi secara evlusi dalam bidang ilmu sosial dan alam profetik; Kedua, internalisasi terhadap ajaran Islam yang mengembangkan iman dan intelektualitas secara multidisipliner dengan mengembangkan filsafat ilmu yang memiliki tiga cabang, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ketiga, lanjut Amany, adalah two way traffic, yakni menjelaskan hubungan ilmu pengetahuan dan agama serta pemberian dalil keagamaan pada sains serta argumentasi ilmiah pada hal-hal yang terkait ajaran agama; Keempat, tafsir ilmu bagi nash dengan cara memanfaatkan revolusi ilmiah yang ada di tiap zaman dan tetap memegang  teguh prinsip penafsiran yang benar serta disepakati ulama (intelektual); Kelima, washatiyah dalam ajaran Islam diterapkan untuk bidang pendidikan secara open-minded dengan menggabungkan aspek keislaman, keindonesiaan, kemasyarakatan, dan kealaman.

Keenam, tradisi ilmiah dikuatkan untuk pengembangan ilmu dan teknologi serta daya saing di segala bidang ilmu dan profesi. “Lalu ketujuh, perlu ada motivasi penemuan dan inovasi untuk kemaslahatan umat manusia,” jelasnya.

Azyumardi Azra menyambut positif dengan gagasan Rektor UIN Jakarta yang mengundang para guru besar untuk berkumpul dan membicarakan kembali tentang integrasi ilmu. Menurut dia, paradigma integrasi ilmu harus menjadi kesepakatan bersama di antara para guru besar. Paradigma tersebut penting agar ditemukan ciri keilmuan yang sesuai dengan semangat untuk mengembangkan dan memajukan UIN Jakarta.

“Adanya integrasi ilmu ini menjadi distingsi lahirnya UIN Jakarta,” ujarnya.

Azra mengatakan, untuk mengintegrasikan ilmu tersebut harus dipertemukan antara ahli keilmuan sosial, sains, humaniora, dan agama. Artinya, di antara para ahli harus saling bertukar pikiran dalam mengimplementasikan antara ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah. Jika hal itu tidak dilakukan maka tidak akan terjadi yang namanya integrasi ilmu.

“Jadi inilah yang harus segera dilakukan oleh pimpinan UIN Jakarta sekarang. Kita harus menyepakati paradigma integrasi keilmuan tersebut,” katanya.

Pandangan yang sama juga dikemukakan Komaruddin Hidayat. Ia mengatakan, pertemuan para guru besar untuk membicarakan kembali masalah integrasi ilmu di UIN Jakarta merupakan hal yang sangat substantif dalam bidang keilmuan.  Paling tidak, forum FGD integrasi ilmu menjadi rumusan awal untuk kemudian ditindaklanjuti pada forum selanjutnya.

“Saya berharap setelah forum ini akan ada forum berikutnya guna mengelaborasi dan me-review. dari berbagai pemikiran para guru besar yang masuk,” katanya. (ns)