Topang Profesi Penyuluh, Disiplin Penyuluhan PTKIN Harus Diperkuat

Topang Profesi Penyuluh, Disiplin Penyuluhan PTKIN Harus Diperkuat

[caption id="attachment_20060" align="alignright" width="165"] Ketua Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dra. Rini Laili Prihatini M.Si. Menurut Rini, profesi penyuluh agama Islam perlu ditopang penguatan keilmuan penyuluhan agama di berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).[/caption]

Gedung FIDKOM, BERITA UIN Online— Kehadiran profesi penyuluh agama Islam perlu diimbangi penguatan kapasitas keilmuan penyuluhan yang memadai sehingga memaksimalkan layanan mereka pada masyarakat. Terkait itu, perguruan tinggi keagamaan Islam dan Kementerian Agama sendiri perlu bersinergi memperkuat basis epistemologi keilmuan penyuluhan agama Islam melalui penguatan program studi Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI).

Demikian disampaikan Ketua Program Studi BPI Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) Rini Laili Prihatini M.Si saat berbincang dengan BERITA UIN Online di kantornya, Senin (11/9/2017). “Basis keilmuan seorang penyuluh adalah penyuluhan, bukan konseling. Dengan begitu, keilmuan penyuluhan yang harus dimaksimalkan sehingga menjadi fondasi penting saat seorang penyuluh terjun ke tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.

Berbeda dengan pendekatan konseling, akitifitas penyuluhan menyasar khalayak dengan masalah yang lebih luas sehingga cukup berdampak bagi kehidupan masyarakat banyak. Sementara konseling menyasar audien tertentu dengan masalah yang spesifik sehingga karenanya pendekatan ini lebih mendekati pada keilmuan psikologi.

"Konseling sendiri bagian dari penyuluhan. Ia menjadi salah satu teknik bagi penyuluh untuk menggali permasalahan dalam masyarakat," katanya.

Publik Indonesia sendiri, jelas Rini, sangat membutuhkan keberadaan penyuluh agama, termasuk penyuluh agama Islam. Kendati mayoritas masyarakat Indonesia muslim, namun mereka juga hidup dengan keragaman budaya dan agama. Dengan kondisi demikain, seorang penyuluh agama dituntut menjadi figur penerang atas berbagai persoalan kehidupan keagamaan, termasuk toleransi atas perbedaan pemahaman dan kepercayaan keagamaan.

"Penyuluh agama sendiri menjadi garda terdepan dalam mencipta dan merawat harmoni kondisi kehidupan keagamaan masyarakat yang plural," tandasnya.

Setahun lalu, FIDIKOM UIN Jakarta dan Kementerian Agama RI sendiri meluncurkan organisasi profesi penyuluh agama Islam. Organisasi yang diluncurkan langsung Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin dan Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada MA diharapkan banyak pihak menjadi wadah pengembangan kompetensi bagi penyuluh agama Islam.

Lebih dari itu, kehadiran organisasi demikian diharap menjadi langkah maju dalam memajukan profesi penyuluh agama Islam. Sebab, dari banyak organisasi profesi penyuluh di bawah organisasi Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI), profesi penyuluh agama Islam belum menjadi anggota dalam perhimpunan tersebut. Keanggotaan perhimpunan masih diisi profesi penyuluh kehutanan, penyuluh pertanian, dan penyuluh sosial.

Kementerian Agama RI sendiri mencatat, puluhan ribu tenaga penyuluh agama dimana 45 ribu diantaranya penyuluh agama honorer ditugaskan melakukan kegiatan penyuluhan keagamaan di berbagai wilayah di Indonesia. Kehadiran mereka sebagai seorang penyuluh agama dituntut mampu melakukan edukasi, konasi, dan kognisi kehidupan keagamaan masyarakat yang lebih baik. (farah nh/yuni nk/zm)