The Role of Religion in Promoting Tolerance

The Role of Religion in Promoting Tolerance

Oleh Prof Dr Amany Lubis, MA

Pada 9 Desember 2019, Pemerintah Abu Dhabi menjadi tuan rumah Konferensi Internasional yang bertemakan Peran Agama dalam Memperkuat Toleransi: Dari kemungkinan menjadi Keharusan. Acara yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional UEA Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan ini sudah dilaksanakan sebanyak enam kali sejak tahun 2014 yang lalu.

Hadir dalam acara tersebut, delegasi dari Indonesia yang diwakili oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amany Lubis, Prof Din Syamsuddin, Prof Huzaemah, Prof Zaitunah, Prof Amal Zarkasyi, Bapak Husni Kamal, Dr. Abdul Hadizh, KH Muhyidin Junaidi, dan KH Abdullah. Konferensi ini juga dihadiri oleh para pejabat pemerintah dan tokoh dari berbagai agama, etnik, dan kebangsaan.

Turut hadir dan memberikan sambutan, Menteri Toleransi UEA , Yang Mulia Nahyan bin Mubarak, yang pernah berceramah di UIN Jakarta dalam kunjungan terakhirnya pada 21 Oktober 2019, Dilanjutkan oleh Syaikh Abdullah bin Bayyah yang menjelaskan tentang tema dan subtema Konferensi. Kemudian dilanjutkan oleh sambutan dari Wakil Presiden Nigeria, Sekretris General Rabithah Alam Islami Syaikh Al-Isa, Menteri Wakaf Emirat, Menteri Wakaf Kuwait, Menteri Wakaf Mesir, Pendeta Bob Roberts, Rabi Bruce Lustig, Imam Mohamed Magid dari AS, dan Rektor Al-Azhar, Mesir.

Selain kegiatan pleno, terdapat pula sesi paralel yang membahas mengenai pengertian toleransi dalam agama, nilai toleransi di dalam masyarakat, toleransi beragama sebuah keharusan, dan penguatan kepedulian sosial serta nilai kemanusiaan. Acara dilanjutkan dengan pemberian penghargaan Al Hassan bin Ali yang merupakan refleksi dari budaya toleransi dan perdamaian dunia.

Di akhir Konferensi, akan diumumkan Deklarasi Aliansi untuk Kebajikan. Aliansi ini merupakan perjanjian bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pejabat pemerintah untuk saling peduli terhadap nasib sesama manusia atas nama toleransi, dan bergotong-royong untuk menghilangkan kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh pelosok dunia. Perjanjian ini diberi nama Aliansi Kebajikan Baru, Hilf al-Fudhul al-Jadid, karena di masa lalu telah terjadi perjanjian kemanusiaan yang lama di masa jahiliah. Nabi Muhammad SAW ketika muda telah bergabung dengan kabilah dan suku Arab yang ada saat itu melakukan Aliansi Kebajikan, Hilf al-Fudhul yang bersejarah atau disebut the Alliance of Virtue. Sejak itu, kemanusiaan mengenal solidaritas dan empati terhadap yang terpinggirkan dan yang membutuhkan.

Pengalaman bertoleransi dan kepedulian sosial ini pula dibahas secara intensif per kawasan dunia. Mulai dari Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika. Para narasumber menyajikan sejauh mana toleransi diterapkan di kawasan masing-masing dan peluang dilakukannya aliansi demi kebajikan terhadap kemanusiaan. Banyak istilah yang dibahas dan diluruskan pemaknaannya, seperti minoritas-mayoritas dan toleransi beragama. Semua tidak ada yang taken for granted.

Di hari pertama setelah pembukaan, para pemuka agama diterima oleh Syaikh Muhammad bin Zayid di Istananya di luar Abu Dhabi. Inilah bukti perhatian besar pemerintah Emirat terhadap ulama dan pemuka agama. Damailah dunia dengan Aliansi Kebajikan.

(Abu Dhabi, 9 Desember 2019)