Sistem “Parliamentary Treshold” Belum Layak Diterapkan

Sistem “Parliamentary Treshold” Belum Layak Diterapkan

Reporter: Apristia Krisna Dewi

Aula Madya, UIN Online - Indonesia yang menganut sistem multipartai saat ini tengah ramai dibincangkan mengenai wacana Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Wacana RUU tersebut menimbulkan pro-kontra dari kalangan partai politik. Hal itu disebabkan karena salah satu isi dari RUU Pemilu tersebut membahas tentang ambang batas kursi parlemen atau parliamentary treshold yang didongkrak naik hingga empat persen.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Akbar Faizal  menganggap wacana peraturan RUU Pemilu tersebut tidak tepat karena hanya menguntungkan partai politik besar dan mengekang partai politik kecil di parlemen. Karena menurutnya, parpol besar sudah memiliki tingkat kemapanan yang cukup untuk mencapai ambang batas tersebut dan menguasi parlemen sedangkan parpol kecil tidak. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan di parlemen yang akan berdampak pada tatanan demokrasi di Indonesia.

“Seharusnya ambang batas parliamentary treshold yang tepat yaitu cukup 2,5 persen tidak lebih. Jika lebih hanya maksimal tiga persen saja agar tidak menghambat parpol kecil untuk masuk ke parlemen. Peraturan baru tersebut disambut para parpol besar, sedangkan parpol kecil dan baru salah satunya Hanura keberatan,” kata Akbar dalam seminar ‘Kontroversi Revisi UU Pemilu; Peran Partai Politik dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia’ yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Aula Madya, Selasa (28/12).

Akbar juga mengatakan sebaiknya RUU Pemilu direvisi dan membahas perbaikan tatanan demokrasi di Indonesia yang kacau balau seperti perekrutan pejabat negara dari kader parpol yang kebanyakan menyimpang, penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang selalu kisruh, serta kelembagaan parpol yang carut marut.

“Jika tatanan demokrasi di Indonesia sudah baik dan sistem partai politik sudah bagus tidak masalah peraturan parliamentary treshold diterapkan,” terang Akbar.

Sementara itu, pembicara Direktur Eksekutif Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan parpol besar yang menyetujui porsi parliamentary treshold sebesar empat persen seharusnya berkaca dulu. Karena menurutnya, parpol besar banyak yang mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan dan berdemokrasi sehingga tidak memberikan apa-apa bagi rakyat dan negara sehingga belum  pantas menduduki kursi mayoritas parlemen untuk mewakili rakyat. Dia juga menjelaskan ada yang lebih  penting dibahas dalam RUU tersebut dibandingkan menyangkut masalah parliamentary treshold.

“RUU Pemilu sebaiknya membahas tentang penyederhanaan parpol dan perbaikan pilkada dibandingkan parliamentary treshold. Hal itu supaya memaksimalkan peran dan fungsi parpol di parlemen sebagai wakil rakyat serta memajukan demokrasi di Indonesia,” pungkas Ray.