Sepak Bola dan Demokrasi

Sepak Bola dan Demokrasi

Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada Minggu, 28 Januari 2024 menjadi hari bersejarah bagi persepakbolaan di Tanah Air. Untuk pertama kalinya sejak perhelatan Piala Asia sejak 1956, tim nasional (timnas) Indonesia berhasil lolos dari fase grup dan menapak di babak 16 besar. Kendati di momen itu kita gagal mengalahkan Australia, namun publik cukup senang dengan pencapaian ini. Rasanya, bagaikan sudah menggenggam Piala Asia itu sendiri. 

Tidak bisa dipungkiri, prestasi di Piala Asia tidak terlepas dari keseriusan pihak terkait dalam memajukan sepak bola negeri ini. Tentu saja, ini bukan kerja tunggal Shin Tae-yong, pelatih timnas Indonesia, namun juga tangan-tangan terampil dari sosok di belakang manajemen sepak bola. Pelatih menjadi dirigen dalam menggiring para pemain untuk menciptakan gameplan yang terstruktur untuk berorientasi menuai kemenangan. Sistem itu berjalan dengan baik manakala pihak-pihak pemerintahan, termasuk publik, ikut gotong royong, baik langsung maupun tidak langung, dalam mengawal kerja elemen-elemen yang tergabung dalam kesebelasan ini. 

Prestasi Indonesia di panggung Asia terasa istimewa, karena di waktu yang tidak terlalu lama lagi, Indonesia juga akan mengahadapi hajatan demokrasi berupa pemilihan kepala negara yang akan berlangsung pada 14 Februari tahun ini. Kendati ini merupakan dua ranah yang berbeda, namun disatukan dalam satu simpul, yakni dari segi kehangatan, kebersamaan dan popularitas. Paradigma politik dan sepak bola memiliki irisan yang melekat untuk konteks negara kita yang sedang membangun kebangsaan yang beradab. 

Membangun strategi 
Seperti seorang pemain sepak bola yang memasuki lapangan dengan strategi yang matang, politikus juga memasuki panggung politik dengan pertimbangan yang cermat terhadap iklim politik di sekitarnya.

Analogi ini memperlihatkan betapa dekatnya hubungan antara tim sepak bola dan strategi politik. Pemain sepak bola mengamati lawan mereka, memprediksi gerakan, dan menyesuaikan strategi untuk mencapai kemenangan. Demikian pula politikus memantau opini publik, mengukur dukungan politik, dan menyusun strategi untuk mencapai keberhasilan untuk mendapatkan dukungan dan posisi politik yang dirancang.

Ketika sebuah tim sepak bola bertanding, mereka tidak hanya mengandalkan keterampilan individu para pemain, tetapi juga mengandalkan strategi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Begitu pula dengan politikus, mereka tidak hanya mengandalkan kharisma atau kepemimpinan mereka, tetapi juga bergantung pada strategi politik yang dipelajari dari pengalaman sebelumnya. Mereka memahami bahwa dalam permainan politik, seperti halnya sepak bola, membutuhkan keputusan yang dapat mengubah arah jalannya pertandingan.

Selain itu, dalam tim sepak bola, ada peran yang ditugaskan kepada setiap pemain sesuai dengan keahlian dan kapabilitas mereka untuk memenangkan permainan. Hal ini mirip dengan struktur politik di mana politikus memiliki peran dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan posisi dan keahlian mereka. Kepemimpinan, strategi, komunikasi dan eksekusi menjadi kunci bagi kedua entitas ini untuk meraih kemenangan.

Namun, permainan politik dan pertandingan sepak bola juga sama-sama dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak selalu dapat diperkirakan atau dikontrol. Kondisi lapangan, cuaca, atau keputusan wasit dapat memengaruhi jalannya pertandingan sepak bola, sementara perubahan dalam opini publik, kebijakan pemerintah, atau dinamika politik dapat memengaruhi strategi politik seorang politikus.

Tusukan maut ke jantung pertahanan lawan yang ditunjukkan Yacob Sayuri, salah seorang pemain timnas, saat berhasil mengecoh pemain-pemain belakang Irak di fase grup misalnya, merupakan pemandangan yang juga sering ditemukan dalam strategi politik nasional. 

Para politikus yang genial, tentu mempunyai metode tak terduga dalam membangun negosiasi dengan  lawan-lawan politiknya yang tidak selalu ditempatkan sebagai lawan, tapi kadang sebagai kawan. Akan ada kemungkinan tak terduga muncul dan ini kerap dianggap sebagai kesalahan langkah yang mungkin saja berakibat fatal, karena berujung pada kekalahan partai atau golongan politik tertentu yang gagal mencapai tujuan politiknya. 

Sebaik-baiknya berpolitik, maka harus bermuara pada kemanusiaan. Kita tentu ingat akan pepatah Latin yang menyebutkan homo homini lupus, yakni bahwa manusia dapat menjadi serigala yang memangsa manusia lainnya. Demokrasi yang baik, bukan demokrasi alam liar, di mana serigala lapar saling memangsa dan membunuh untuk bertahan hidup. 

Keadaban politik
Ignacio Lago dan kawan-kawan melakukan riset tentang hubungan sepak bola dan demokrasi dan menerbitkan hasilnya dalam artikel berjudul Football and Democracy (2016). Mereka melakukan riset ke hampir 50 negara di Eropa yang mempunyai pengelolaan liga sepak bola yang baik dan menemukan bahwa ada hubungan yang integral antara iklim demokrasi dengan gairah kompetisi liga sepak bola. Semakin tinggi semangat membina demokrasi, maka akan mendorong pengelolaan liga yang baik dan menjurus pada capaian prestasi regional dan global. 

Perayaan pemilu tahun ini, besar kemungkinan menimbulkan euforia dan antusiasme yang mirip dengan perayaan pencapaian 16 besar timnas. Kedua peristiwa ini menandai momen penting dalam kehidupan negara dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bersatu dalam suatu semangat persatuan dan kebanggaan nasional. 

Saat perayaan pemilu, warga Indonesia bersatu untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap demokrasi dan proses politik. Mereka datang ke tempat pemungutan suara dengan semangat yang tinggi, mengenakan atribut atau menggunakan media sosial untuk mengungkapkan dukungan mereka terhadap kandidat favorit atau partai politik. Begitu pula saat tim sepak bola Indonesia berhasil mencapai 16 besar dalam sebuah kompetisi internasional, masyarakat berbondong-bondong untuk mendukung dan merayakan prestasi tersebut.

Pada kedua peristiwa tersebut, rasa kebersamaan dan persatuan sangat terasa di antara masyarakat. Walaupun mungkin memiliki preferensi atau dukungan yang berbeda-beda, namun pada saat-saat penting seperti itu, perbedaan tersebut seringkali terabaikan demi kepentingan yang lebih besar, yakni keberhasilan negara atau tim sepak bola Indonesia. Masyarakat bersatu dalam semangat nasionalisme, menyatukan suara dan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan bersama.

Pemilu tahun ini menjadi tanggung jawab semua anak bangsa untuk menjadikan demokrasi Indonesia teruji dan bermartabat. Sebab itu, perhelatan pemilu perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat baik pemerintah maupun masyarakat. Pertama, pemerintah perlu memastikan seluruh perangkat bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi konsep pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia. 

Kedua, masyarakat harus terlibat aktif memberikan hak pilihnya sesuai dengan keyakinan dan harapannya sehingga partai dan pemimpin negara yang dipilih akan bisa membawa negeri ini lebih demokratis, makmur, dan berkeadilan. Keterlibatan aktif warga bangsa dalam pemilu ini sangat menentukan arah demokrasi dan keberhasilan pemilu yang nantinya dicatat dalam tinta emas dokumen sejarah. Keterlibatan seluruh warga bangsa adalah bagian dari tanggung jawab warga negara yang melekat dan berpengaruh pada kualitas pemilu.

Mengaca dari sepak bola dan pemilu, sportivitas dan kejujuran selalu menjadi nilai keadaban bangsa. Pesta demokrasi tahun ini menjadi momentum penting perjalanan kenegaraan kita demi kedamaian dan keadilan. Pesta demokrasi yang cacat akan menjadi stigma yang selalu diingat, bahkan digugat. 

Demikian juga dalam sepak bola, kemenangan dengan cara tidak sportif akan dicatat dalam sejarah olah raga. Sebagaimana dilontarkan oleh Ignacio Lago di atas, maka keberhasilan olah raga kita secara menyeluruh ditentukan oleh seberapa bersih kita berdemokrasi. Semakin bersih, jujur dan beradab dalam berdemokrasi, olah raga juga akan berhasil. Semoga pesta demokrasi tahun 2024 ini menjadi momentum kemenangan buat rakyat Indonesia menuju kemakmuran yang berkeadilan. (*)

(Artikel ini dimuat di https://mediaindonesia.com/opini/651131/sepak-bola-dan-demokrasi pada 13/2/2024 13:00) 

Tag :