RS Haji Jakarta dan Kisah Terowongan Mina

RS Haji Jakarta dan Kisah Terowongan Mina

INGAT Rumah Sakit (RS) Haji Jakarta tentu akan ingat peristiwa memilukan di terowongan Mina, Arab Saudi, tahun 1990/1410 H silam. Di terowongan Al-Muasim atau Haratul Lisan sepanjang 550 meter tersebut, sekira 1.000 jamaah haji dengan lebih dari 600 di antaranya jamaah haji asal Indonesia menjadi syuhada.

Kejadiannya bermula saat puluhan ribu jamaah haji hilir-mudik di terowongan dari kedua arah. Mereka hendak melaksanakan lempar jumrah dan sebaliknya. Tiba-tiba kipas angin dan blower yang berfungsi mengalirkan oksigen di dalam terowongan itu mati. Hal itu mengakibatkan udara di dalam terowongan pengap. Akibatnya, para jamaah merasa sesak napas dan kepanasan.

Mereka yang berada di dalam kemudian panik dan bergegas keluar dari terowongan. Para jamaah datang dari dua arah, lalu berdesak-desakan hingga menarik dan menginjak orang lain.

Insiden ini terjadi tepat di mulut terowongan. Menurut laporan, lokasi kejadian sepanjang 30 meter itu terbagi atas 10 meter ujung terowongan dan 20 meter ujung jembatan layang.

Jalanan di lokasi ini memang menurun dan menjadi pertemuan bagi jamaah yang ingin masuk dan keluar dari terowongan. Banyaknya jumlah peziarah saat kejadian menyebabkan kemacetan pada ujung terowongan.

Korban jatuh bukan hanya karena insiden berdesakan di dalam terowongan, tetapi juga karena jatuh dari jembatan layang setinggi 10 meter.

Seperti diketahui, ujung terowongan menyambung langsung ke jembatan layang. Tragedi ini menyebabkan 1.426 jamaah meninggal dunia. Sebagian besar korban berasal dari Malaysia, Indonesia, dan Pakistan dan disebut sebagai salah satu tragedi buruk dalam sejarah haji di zaman modern. Para syuhada haji pun kemudian dimakamkan secara massal di Muashim.

Untuk mengenang tragedi terowongan Mina tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) pada tahun itu juga kemudian merencanakan membangun RS Haji di empat embarkasi sekaligus, yaitu Jakarta, Makassar, Medan, dan Surabaya.

RS Haji Jakarta berdiri tahun 1994 di atas lahan seluas satu hektar dan luas bangunan 14.000 meter persegi. RS Haji Jakarta saat itu berstatus RS non pendidikan kelas B. Sejak 2004 RS Haji dikelola oleh badan hukum Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2004 dan Akte Notaris Sutjipto No 71 Tanggal 17 September 2004. Setelah itu beralih status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) karena dianggap sudah mampu membiayai sendiri.

RS Haji Jakarta yang berlokasi di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, itu melayani Pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Pelayanan Intensif, pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Penunjang Diagnostik dan pelayanan Kesehatan Preventif.

Kini, sejak lama dikelola Kementerian Agama, RS Haji Jakarta diserahkan kepada UIN Jakarta untuk dijadikan sebagai rumah sakit pendidikan bagi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan. Pengalihan manajemen resmi dilakukan Jumat (29/5/2020) di Kantor Kementerian Agama Jakarta yang dihadiri Menteri Agama Fachrul Rozi. Sedangkan serah terima aset dilakukan oleh Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar Ali dan Rektor UIN Jakarta Amany Lubis. (ns/dari berbagai sumber)