Riset: Perda Bernuansa Agama Untungkan Mayoritas

Riset: Perda Bernuansa Agama Untungkan Mayoritas

Gd. FISIP, BERITA UIN Online— Regulasi atau peraturan daerah (perda) bernuansa agama cenderung hanya menguntungkan kalangan mayoritas sekaligus merugikan kalangan minoritas. Beragam faktor mendorong kelahiran berbagai regulasi/perda. Sikap kritis masyarakat dan kemauan pemerintah melakukan review atas regulasi direkomendasikan bagi penataan regulasi/perda demikian.

Demikian simpulan riset Regulasi dan Peraturan Daerah Bernuansa Keagamaan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta yang dipaparkan di Gedung FISIP, Rabu (21/10). Riset dilaksanakan dalam dua tahapan, riset lapangan sepanjang November 2014-April 2015 dan analisis data dan penulisan selama Mei-Oktober 2015.

Peneliti PPIM Dr Ali Munhanif mengungkapkan, riset yang dilakukan PPIM dengan Knowledge Sector Initiavite menunjukan kecenderungan regulasi/perda yang diskriminatif. Mayoritas regulasi merugikan minoritas, sebaliknya lebih banyak menguntungkan mayoritas. “Hanya kelompok yang dekat dengan pengambil kebijakan yang mendapat manfaat dari regulasi/perda tersebut,” ungkapnya.

Contohnya, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 83 Tahun 2012 tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadah. Peraturan ini membuat kalangan keagamaan minoritas kesulitan mendapat perizinan pendirian. Sejatinya, peraturan adalah turunan Surat Peraturan Bersama Nomor 8 dan Nomor 9 tentang Pendirian Rumah Ibadah.

Riset juga, Ali menambahkan, menemukan kecenderungan regulasi/perda bernuansa keagamaan lebih merefleksikan semangat keagamaan sebagian elit masyarakat yang terlembagakan dalam bentuk regulasi. Ini misalnya dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Santunan Kematian di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Bahkan, kehadiran regulasi/perda bernuansa agama juga menunjukan adanya motif ekonomi politik di balik pembuatannya. Contohnya ditemukan dalam Perda Nomor 30 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar Pendidikan Keagamaan Islam di Sukabumi. Sebagian elit dan ormas keagamaan yang memiliki lembaga pendidikan keagamaan diduga menjadi pendukung utama kehadiran regulasi/perda demikian.

Riset dilakukan PPIM di delapan kabupaten/kota di tiga provinsi, yakni Serang, Pandeglang, dan Kota Tangerang di Banten, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur di DKI Jakarta, dan Kota Bandung, Sukabumi, dan Tasikmalaya di Jawa Barat. Daerah-daerah ini dipilih berdasar pertimbangan keragaman latar belakang sosial budaya, kemajemukan permasalahan dan produksi regulasi daerah, dan jumlah penduduk. (TAM/ZM)