RI dan Afghanistan dalam Aksi Pemberdayaan Perempuan

RI dan Afghanistan dalam Aksi Pemberdayaan Perempuan

Oleh: Prof Dr Amany Lubis MA

Pada 29 Februari 2020 telah terjadi peristiwa penting dalam proses panjang penyelesaian konflik di Afghanistan. Thaliban akhirnya bersedia melakukan kesepakatan dengan Amerika Serikat untuk menyudahi perang di antara mereka. Penduduk Afghanistan menyambut baik hal ini dan memberikan harapan bagi perdamaian di Afghanistan. Penandatangan kesepakatan dilakukan di Doha, ibu kota Qatar. Menteri Luar Negeri Indonesia hadir dan menjadi saksi pada peristiwa ini.

Peran Indonesia dalam menjaga perdamaian di Afghanistan adalah besar mengingat RI telah diterima oleh berbagai pihak yang berperang. RI menjadi penengah atau mediator untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi proses perdamaian. RI tidak mencampuri urusan politik di Afghanistan, tetapi RI berupaya memberdayakan masyarakat dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan industri rumahan. Dengan demikian, masyarakat yang berbagai etnik dan suku di Afghanistan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang layak demi kesejahteraan penduduk Afghanistan, termasuk komunitas Thaliban. Dari sinilah penting diikutsertakan kaum perempuan untuk diberdayakan.

Akhir 2019 telah hadir ke Indonesia sejumlah bidan dari berbagai etnik di Afghanistan. Mereka diberi wawasan peningkatan kompetensi mereka sebagai bidan. Hal ini bertujuan untuk meredam laju tingkat kematian ibu dan anak di Afghanistan. Di samping itu, kehadiran para bidan di Indonesia menjadikan mereka mengenal budaya di Indonesia dan merasakan kesamaan cara pandang untuk memperhatikan kesehatan pribadi dan keluarga.

Pada 1 Maret 2020 di Kabul, ibu kota Afghanistan, delegasi RI yang diwakili Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi Suparlan, menandatangani kesepatan kerja sama dalam upaya pemberdayaan perempuan di bidang Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Ikut bersama Menlu lima tokoh dan akademisi perempuan dan akan berdialog dengan kalangan aktivis perempuan di Afghanistan dalam rangka bertukar pikiran dan pengalaman mengenai pemberdayaan perempuan. Anggota delegasi RI adalah Prof D. Huzaemah T. Yanggo, Prof Dr Hj Amany Lubis, Prof Dr Harkristuti H, Prof Dr Ruhaini Dzuhayatin, dan Dr Rahmawati. Mereka akan menginisiasi dialog di dalam dua sesi tentang pelayanan kesehatan dan peningkatan ekonomi perempuan serta pemberdayaan perempuan.

Dalam catatan saya, Indonesia telah meratifikasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan. Resolusi Dewan Keamanan ini merupakan resolusi pertama yang mengakui keterkaitan antara peran dan partisipasi perempuan dalam pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian dan kebutuhan guna mempromosikan hak-hak mereka untuk mencapai resolusi konflik dan perdamaian berkelanjutan. Pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa "pengakuan atas martabat yang melekat dan hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah fondasi kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia." Sebagai negara yang pernah mengalami konflik, Indonesia memahami bahwa jalan menuju perdamaian abadi adalah panjang dan sulit. Pengalaman Indonesia juga menunjukkan bahwa promosi dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk perempuan, memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan perdamaian dan kesejahteraan pasca-konflik. Faktanya, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah menjadi elemen kunci dalam kebijakan luar negeri Indonesia termasuk partisipasi aktif dan kontribusinya dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan di tingkat global, regional dan bilateral. Selain itu, salah satu tuntutan yang terkandung dalam Resolusi Jirga Perdamaian adalah "Hak-hak dasar semua warga Afghanistan, termasuk hak-hak perempuan dan hak-hak mereka untuk pendidikan, harus dilestarikan dalam proses perdamaian". Oleh karena itu, dimasukkannya perempuan dalam proses perdamaian dapat membantu memastikan bahwa kebutuhan dan kepentingan mereka diperhitungkan dan pada gilirannya bahwa promosi dan perlindungan hak asasi manusia mereka akan membantu membangun dan mempertahankan perdamaian di Afghanistan. Untuk tujuan ini, ada beberapa bidang utama yang penting dalam mendukung proses perdamaian di Afghanistan. Pertama, peningkatan kesehatan ibu dan anak. Promosi dan perlindungan hak-hak setiap wanita, anak, dan remaja dalam setiap situasi untuk kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, membuka pintu bagi peluang sosial dan ekonomi, dan sangat penting dalam membentuk masyarakat yang makmur dan berkelanjutan. Namun, setiap hari, sekitar 830 wanita meninggal karena sebab yang dapat dicegah terkait dengan kehamilan dan persalinan dan sekitar 5,4 juta anak di bawah usia lima tahun meninggal pada tahun 2017. Afghanistan memiliki salah satu tingkat kematian bayi tertinggi di dunia dan ribuan wanita Afghanistan meninggal setiap tahun karena sebab-sebab terkait kehamilan. Pada 2015, lebih dari satu dari 18 anak-anak Afghanistan meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka. Semua kematian ini bisa dicegah. Karena itu, penting untuk memberi perempuan, sebagai ibu dan pengasuh, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kehamilan dan kelahiran anak yang sehat serta perawatan dan perawatan yang memadai untuk bayi baru lahir. Kedua, pengembangan usaha berbasis rumahan untuk perempuan. Indonesia percaya bahwa perdamaian adalah prasyarat yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Pada gilirannya, stabilitas dan kemakmuran ekonomi — baik di dalam maupun di antara negara-negara — dapat memupuk perdamaian. (al/ns)