Rektor Hadiri Rapat Evaluasi SPAN-UM PTKIN di Belitung

Rektor Hadiri Rapat Evaluasi SPAN-UM PTKIN di Belitung

Belitung, BERITA UIN Online - Rektor UIN Jakarta Amany Lubis dan Wakil Rektor Bidang Akademik Zulkifli menghadiri Rapat Evaluasi Pelaksanaan SPAN-UM PTKIN tahun 2019 di Belitung, Bangka Belitung, pada 20-22 September 2019.  Rapat evaluasi digelar guna meninjau sistem pelaksanaan masuk perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) melalui jalur prestasi rapor dan ujian tulis tersebut.

Rapat evaluasi dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan dihadiri oleh seluruh rektor/ketua serta wakil rektor/ketua bidang akademik dari 58 PTKIN di Indonesia. Hadir pula Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin dan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Arskal Salim.

Kamaruddin Amin mengungkapkan, PTKIN harus terus didorong agar mampu menjadi perguruan tinggi unggulan dan terbaik di dunia.

 bahwa fakultas tarbiyah sampai kini memiliki banyak alumni yang tersebar di berbagai sektor kerja. Namun, ia menyayangkan di balik banyaknya alumni itu masih ada sekira 300.000 guru yang belum disertifikasi. Olah kerana itu Kamaruddin Amin menyarankan agar fakultas tarbiyah PTKIN mulai tahun 2020 mendatang harus mengurangi jumlah mahasiswa dan hanya memperkuat kinerja lembaga Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Selain itu, katanya, Kementerian Agama pada tahun 2020 ditargetkan akan memiliki Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang khusus mengakreditasi program studi keagamaan.

“Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) nanti akan membantu untuk mempercepat proses perizinan pendiriannya,” katanya.

Kamaruddin Amin juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan reputasi internasional PTKIN harus memperbanyak jumlah mahasiswa asing. Termasuk dalam hal ini sebanyak tujuh PTKIN yang terakreditasi A diharapkan akan menjadi 10 besar nasional dan 1.000 besar dunia.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam sambutannya mengharapkan agar dalam penerimaan mahasiswa baru di lingkungan PTKIN jangan hanya mengejar kuantitas melainkan juga kualitas. Ia mempertanyakan apa tujuan dari penerimaan mahasiswa baru setiap tahun? Apakah untuk menerima uang, menyeleksi input terbaik untuk kampus, memberi peluang pada siswa umum masuk PTKIN, atau memberi pekerjaan bagi dosen?

“Perlu riset serius untuk tujuan kampus kita dalam konteks global dan dunia. Mestinya SPAN dan UM bukan bicara kuantitas saja, tapi juga kualitas dan menghilangkan rutinitas,” katanya.

Menurut Menag, PTKIN mestinya merancang ulang seleksi mahasiswa untuk program studi kajian Islam yang menjadi core ilmu keislaman. Selain itu  perlu juga ada pembatasan jumlah input siswa dari sekolah umum yang cenderung memilih prodi umum. Mengapa prodi Ilmu Tasawuf kurang mahasiswanya? Berapa pula jumlah guru besar di bidang ilmu Tasawuf? Seberapa giat para guru besar tersebut di bidang tasawuf untuk menyosialisasikan ilmu tasawuf?

Menag juga menyinggung kembali soal moderasi beragama yang masih menjadi masalah di masyarakat. Misalnya sempat viral bahwa ada penceramah yang mengharamkan orang Islam masuk gereja. Ada musisi yang dengar dari penceramah bahwa musik haram, maka alat musiknya harus dikubur.

“Oleh karena itu moderasi beragama harus dijaga oleh PTKIN, misalnya dengan dibuatkan kurikulum dan silabusnya. Di sini, guru dan dosen berperan besar dalam memengaruhi pemikiran siswa dan mahasiswa untuk menjadi intoleran,” ujarnya. (ns/al)