Ramadhan dan Solidaritas Kemanusiaan

Ramadhan dan Solidaritas Kemanusiaan

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan tahun ini dilalui dalam sunyi dan relatif sepi, karena masjid-masjid “kehilangan” jamaahnya  akibat mewabahnya pandemi Covid-19. Jamaah harus mematuhi protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penyebaran dan penularan Covid-19 dengan physical and social distancing. Karena menjaga dan menyelamatkan jiwa (hifzh an-nafs) merupakan salah satu tujuan ajaran Islam (maqashid asy-syari’ah) yang harus diprioritaskan.

Namun demikian, syiar Ramadhan harus tetap digelorakan di rumah agar umat termotivasi kuat untuk “berjihad” melawan Covid-19, mendahulukan keselamatan nyawa manusia di atas segala kepentingan individual, sektoral, dan temporal, demi menjaga soliditas, keselamatan, dan persatuan bangsa. Kita berharap di akhir Ramadhan ini masjid-masjid kembali dibuka dan dimakmurkan oleh para jamaahnya.

Di masa pandemi, penyelamatan jiwa manusia merupakan pesan mulia Alquran.  “Siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Sebaliknya, siapa yang menyelamatkan kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS al-Maidah [5]: 32). Atas dasar alasan kemanusiaan inilah, umat Islam memilih tinggal di rumah, bekerja dan belajar dari rumah, serta beribadah di rumah.

Ujian Keimanan

Ketika pertama kali Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua hijriyah, Nabi SAW dan para sahabatnya menghadapi ujian keimanan sangat berat, perang Badar. Secara militer dan logistik, perang antara umat Islam vs kaum kafir Quraisy Mekkah tidaklah seimbang, karena pasukan musuh tiga kali lipat lebih banyak, 313 orang pasukan Muslim melawan 1.000 pasukan musuh.

Namun demikian, ujian keimanan yang berat itu dihadapi dengan kesabaran dan semangat juang heroik. Ibadah Ramadhan memberi energi spiritual dan kekuatan mental tinggi dalam mengalahkan musuh. Ujian keimanan dan kesabaran saat berpuasa Ramadhan itu membuahkan kemenangan gemilang.

Warga seantero dunia, tidak kurang dari 213 negara, saat ini sedang diuji kesabarannya dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang tidak kasat mata. Karena itu, spirit mental spiritual Ramadhan  untuk mengatasi krisis kemanusiaan: pelemahan ekonomi, kelangkaan pangan, PHK besar-besaran, peningkatan kriminalitas, dan sebagainya, harus menjadi komitmen bersama.

Kata kunci kemenangan “jihad” melawan Covid-19 adalah kebesaran jiwa dalam menerima ujian kesabaran dengan meneguhkan spirit solidaritas kemanusiaan. Ramadhan menyeru umat Islam untuk mengaktualisasikan solidaritas kemanusiaan itu dengan bergandeng tangan, bahu-membahu, bersinergi, saling peduli dan empati  kepada sesama warga bangsa yang terdampak Covid-19 secara ekonomi karena harus tetap tinggal di rumah (stay at home).

Solidaritas Kemanusiaan

Solidaritas kemanusiaan Ramadhan mengajarkan pentingnya sikap empati dan peduli dengan membudayakan sedekah. Sedekah terbaik adalah sedekah di bulan Ramadhan.  Sedekah itu solusi, terapi, dan inspirasi untuk melawan dan mengatasi pandemi. “Sesungguhnya sedekah itu dapat memadamkan murka Allah, dan dapat menolak cara mati yang buruk. ” (HR Turmudzi, lbn Hibban, lbn ‘Adi, dan al-Baihaqi)

Ketika denyut nadi ekonomi bangsa melemah, karena kebijakan physical and social distancing, sedekah menjadi solusi krisis ekonomi. Sebagai pelajaran kemanusiaan dari Allah SWT, pandemi ini harus dimaknai dalam konteks solidaritas kemanusiaan untuk mewujudkan keselamatan dan hak hidup manusia secara bersama. Dapat dibayangkan, betapa pedih dan menderitanya, para pencari nafkah yang setiap hari mengandalkan transaksi sosial ekonomi dari keramaian dan kerumunan sosial.

Oleh sebab itu, solidaritas kemanusiaan harus menyentuh jiwa filantropis mereka yang dianugerahi kelebihan rejeki dengan bermurah hati meringankan penderitaan saudaranya dengan bersedekah. Sungguh relevan pesan Rasulullah SAW kepada umatnya untuk tidak menunda sedekah. “Bersegeralah bersedekah sebab bala tidak akan bisa mendahului sedekah“. (HR al-Baihaqi). “Kelak di hari kiamat orang-orang mukmin akan dipayungi oleh sedekahnya” (HR Ibn Huzaimah).

Sedekah dipastikan tidak menyebabkan defisit harta, karena  Allah menjanjikan kecukupan dan keberkahan. “Hai Anak Adam, bersedekahlah, karena pasti akan dicukupkan rejeki atasmu“. (HR al-Bukhari dan Muslim). “Apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan) di jalan Allah, maka Allah pasti akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS Saba’ [34]: 39). Ingatlah, NKRI ini merdeka dari penjajahan asing, antara lain, karena para pendiri bangsa ini memiliki budaya sedekah, dengan mewakafkan jiwa raganya demi melindungi tanah tumpah darah dan tegaknya NKRI.

Sebagaimana sedekah, berpuasa dengan penuh keikhlasan dan kesabaran juga merupakan media spiritualisasi diri dengan pendakian spiritual: melatih hati dan pikiran untuk menahan diri dari bisikan hawa nafsu dan godaan setan demi meraih kualitas takwa  (QS al-Baqarah [2]: 183).  Pendakian spiritual (mi’raj ruhani) melalui puasa Ramadhan dengan sejumlah amalan unggulan seperti: qiyam al-lail, tarawih, tadarus Alquran, berdzikir, berdoa, beristighfar, bertobat, memberi santapan berbuka puasa, sedekah, iktikaf, zakat fitrah, zakat harta, dan sebagainya dapat membuahkan resolusi efektif untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Jadi, esensi solidaritas kemanusiaan yang harus diaktualisasikan adalah pembebasan dan penyelamatan umat manusia dari kesengsaraan dan penderitaan akibat musibah global ini dengan mengedepankan keselamatan jiwa dan kemaslahatan hidup bersama.  Solidaritas kemanusiaan Ramadhan menyeru warga bangsa untuk berjihad mengatasi pandemi Covid-19 dengan penuh keimanan, kesabaran, dan kedisiplinan seraya tiada henti memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT agar Covid-19 segera sirna.

Solidaritas kemanusiaan global akibat pandemi ini “memaksa” kita semua untuk belajar dan beradaptasi dengan “pola, gaya hidup, dan budaya baru”. Kita dibiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, melindungi diri dan orang lain dari kemungkinan tertular virus, berolah raga dan beristirahat cukup, berdamai dengan literasi digital, terutama dalam mendampingi anak-anak belajar di rumah, mengembangkan kreativitas baru berbasis daring, dan sebagainya.

Solidaritas kemanusiaan membelajarkan kita semua untuk menjaga dan bersikap harmoni dengan alam raya, bersetia kawan dengan sesama, jogo tonggo (menjaga dan mempedulikan tetangga), belajar mengelola keuangan dengan sehemat dan seefisien mungkin, memperbarui manajemen ketahanan pangan dan ekonomi, belajar menabung di saat ada kelebihan rezeki, membudayakan sedekah dan berderma demi kemaslahatan ekonomi warga bangsa, dan sebagainya.

Solidaritas kemanusiaan Ramadhan pada akhirnya menggugah kesadaran mental spiritual kita semua untuk  meyakini janji Allah: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan” (QS al-Insyirah [94]: 5-6). Insya Allah, badai Covid-19 segera berlalu, selama kita bersatu dan bersinergi dalam melawannya dengan meneguhkan solidaritas kemanusiaan!   

Muhbib Abdul WahabDosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Umum IMLA Indonesia. Sumber: https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/05/14/ramadhan-dan-solidaritas-kemanusiaan/, 14 Mei 2020. (zm/mf)