Politisi Ketok Magic

Politisi Ketok Magic

 

DI Jakarta dan sekitarnya pernah bermunculan bengkel mobil dengan papan nama: ketok magic.Biasanya ruang praktiknya tertutup, tidak menunjukkan bengkel yang bekerja secara transparan dan profesional.

Katanya, bengkel ketok magic ini bisa memperbaiki mobil yang penyok sehabis tertabrak atau menabrak, diselesaikan dalam waktu cepat,dengan menggunakan tenaga dalam yang pemilik mobil tidak boleh melihat prosesnya. Bengkel ini pernah menjamur, tetapi lama-lama berguguran karena tidak mampu menunjukkan bukti hasil sebagaimana yang diiklankan. Anehnya banyak pemilik mobil tertarik mencobanya karena tak ada salahnya mencoba. Lebih dari itu masyarakat kita memang senang terhadap hal-hal magicyang sulit dicerna nalar sehat.

Negara Ibarat Mobil

Sekali-sekali mari menganalogikan negara dengan mobil.Fungsi utamanya mengangkut penumpang dan barang dengan nyaman dan aman sampai ke tujuan. Kemudian, bagaimana kalau negara atau pemerintahan ini ibarat mobil yang penyok-penyok dan berbagai ragam onderdilnya rusak, aus, dan kendur sehingga jalannya sempoyongan dan membahayakan penumpang?

Tidak usah khawatir, di negeri ini banyak politisi ketok magic. Banyak politisi yang murah janji bisa membereskan berbagai problem bangsa. Bahkan sekarang ini ditambahi lagi dengan sumpah kalau ada masyarakat yang tidak percaya akan kompetensi dan akuntabilitas kerjanya. Lihat dan perhatikan saja setiap menjelang pilkada dan pemilu, semua calon menawarkan janji untuk mengubah bangsa ini menjadi maju, ekonomi membaik, keamanan stabil, pendidikan gratis, korupsi hilang, dan sekian janjijanji lain kalau saja nantinya terpilih. Namun kultur budaya kita ini memang unik.

Meski papan namanya Indonesia adalah negara modern yang menjunjung tinggi asas demokrasi dan keterbukaan,mental tradisional yang bersifat feodalistis dan senang pada wangsit masih berkembang subur dalam masyarakat. Seperti bengkel ketok magic, ketika dihadapkan pada sekian banyak problem dan skandal kasus dalam kehidupan bernegara, penyelesaiannya sering tertutup, diselesaikan di belakang tembok. Rakyat tidak perlu tahu prosesnya. Cukup disuguhi laporan akhir yang menyatakan beres, tak ada masalah. Ibarat mobil, dari wajah luar sudah mulus dan pelanggan menganggapnya sudah selesai semua, mobil tinggal jalan kembali.

Namun,menurut beberapa cerita, yang namanya bengkel ketok magicitu pada kenyataannya tidak sehebat iklannya. Keberhasilannya hanya bersifat sesaat. Mereka menggunakan peralatan dan pendekatan tertentu dalam memperbaiki mobil, tetapi tetap tidak secanggih bengkel-bengkel yang profesional dan prosesnya transparan di mana pemilik mobil bebas untuk melihat prosesnya. Karena hasilnya tidak bagus dan kalah dari bengkel profesional,sekarang bengkel ketok magic semakin tidak populer.Kepercayaan masyarakat menurun. Maaf, rasanya memang keterlaluan kalau politisi kita diibaratkan bengkel ketok magic.

Namun ada juga benarnya karena beberapa alasan.Pertama,ibarat mobil, bentuk,sistem,dan mekanisme pemerintahan kita sudah masuk pada era modern,tetapi pendekatannya masih tradisional. Pendekatan perkoncoan, pertimbangan suku dan profesi keagamaan masih menjadi pertimbangan dalam proses politik untuk menduduki sebuah jabatan politik yang memerlukan kompetensi, bukan sekadar popularitas dan perkoncoan. Kedua, mekanisme penyelesaian masalah di berbagai tingkatan cenderung tertutup dan tidak rasional. Bahkan para makelar kasus (markus) dan makelar jabatan (marjab) tetap berkeliaran.

Yang namanya promosi jabatan dan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) selalu terjadi penyimpangan. Adalah rahasia umum bahwa untuk bisa lulus CPNS seseorang mesti membayar jutaan rupiah. Ketiga, karena penyelesaiannya hanya di permukaan, suatu saat persoalan serupa atau lebih besar lagi akan muncul.Keempat, ibarat bengkel ketok magic,dalam rekrutmen jabatan publik yang strategis, tidak ada standardisasi dan proses seleksi yang transparan dan akuntabel, tetapi melalui mekanisme di belakang tembok.

Demikianlah, karena kurang menghargai profesionalisme, ongkos politik dan birokrasi di Indonesia amat mahal, tetapi hasilnya sangat tidak seimbang. Bayangkan saja, berapa triliun biaya pilkada dan pemilu yang mesti dikeluarkan baik oleh pemerintah, partai politik maupun warga masyarakat, tetapi proses dan hasil pembangunan untuk menyejahterakan rakyat masih jauh? Kadang muncul pertanyaan yang menggantung tanpa jawaban, apa yang tidak dimiliki bangsa ini? Semuanya ada. Alamnya kaya raya. Perguruan tinggi berjumlah ribuan. Ilmuwan dan intelektual alumni dalam dan luar negeri selalu bertambah.

Dukungan anggaran pembangunan, meski sifatnya utang luar negeri, masih mengalir. Jumlah politisi bejibun dan kalau bicara para politisi itu hebathebat. Belum lagi para pengacara, mereka ahli debat semua. Demikianlah, masih banyak kekayaan bangsa ini.Namun, lagilagi, apanya yang salah sehingga bangsa ini masih saja terpuruk? Ibarat mobil,mengapa jalannya sangat lamban dan sering mogok, padahal harga dan ongkos perbaikannya sangat besar? Kita sangat berharap,siapa pun yang tampil sebagai politisi dan pemimpin bangsa ini, di level mana pun, mesti jujur, cakap, dan memiliki dedikasi tinggi untuk memajukan rakyat.

Kalau seorang pemimpin jiwanya jujur, ikhlas, cinta rakyat, dan mau belajar, rasanya tidak perlu khawatir akan jatuh atau dijatuhkan dari jabatannya.Dia tidak merasa di bawah sehingga takut terinjak, tidak juga merasa berada di ketinggian sehingga takut jatuh. Dia akan menyatu dengan hati dan desah rakyatnya.(*)

Â