Pesan Damai Maulid Nabi Muhammad SAW

Pesan Damai Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW kali ini diselimuti duka mendalam akibat tindak kekerasan dan terorisme yang menimpa umat Islam ketika sedang melaksanakan shalat Jumat di masjid di Rawda, Sinai Utara, Mesir.

Korban meninggal akibat ledakan bom teror itu mencapai lebih dari 300 orang dan lebih dari 250 orang terluka. Aksi teror di tempat suci, seperti masjid dan saat umat Islam sedang beribadah Jumat sungguh biadab dan bertentangan dengan nilai dasar Islam dan HAM.

Idealnya Maulid Nabi SAW diperingati dan dimaknai dengan spirit aktualisasi visi Islam //rahmatan li al-‘alamin// (agama cinta dan kasih sayang bagi semesta raya).

Spirit ini meniscayakan hidup damai, harmoni, dan penuh toleransi karena substansi ajaran yang dibawanya adalah ajaran salam (damai, harmoni), penuh toleransi, dan antikonfrontasi.

Karena itu, pesan damai dan harmoni dalam Maulid Nabi SAW sangat penting dikontekstualisasikan dengan nalar kebangsaan, kebinekaan, persatuan, dan keutuhan NKRI.

Ketika peringatan maulid dicetuskan dan digelorakan Shalahuddin al-Ayyubi, tujuan utamanya adalah harmonisasi dan integrasi umat, demi terwujudnya perdamaian dunia dan kejayaan peradaban Islam yang bervisi kemanusiaan.

Kelahiran Nabi SAW pada Rabiul Awal (musim semi) sejatinya sarat dengan simbol keindahan dan kedamaian. Karena musim semi di banyak negara, khususnya Timur Tengah, merupakan musim yang indah dan sangat dirindukan.

Bunga warna-warni tumbuh dan mekar sehingga membuat taman-taman menjadi indah, menarik, dan harmoni. Semua orang merasakan kedamaian dan kenyamanan.

Saat kelahiran Nabi SAW, yang dikenal dengan Tahun Gajah, tindak konfrontatif dan agresif terjadi, dilakukan oleh tentara gajah yang dipimpin Raja Abrahah. Namun, dengan nalar harmoni, kakek Nabi, Abdul Mutallib, menghadapinya dengan damai dan secara dialogis.

“Jika harta benda yang kalian inginkan, kami tidak memiliki apa-apa. Namun, jika kalian hendak menghancurkan Ka’bah, ketahuilah bahwa ia ada yang menjaganya (Allah),” kata Abdul Mutallib,

Dengan kesombongannya, tentara gajah itu bersikeras menyerang Ka’bah karena rasa iri hati atas ramainya umat yang mengunjunginya dan melakukan transaksi bisnis di sekitarnya, sementara “Ka’bah palsu” yang dibuatnya sepi pengunjung.

Sikap dan tindakan ageresif ini kemudian dihentikan oleh “tentara langit” (burung Ababil) yang melempari mereka dengan batu yang dapat menghancurkan tentara gajah seperti daun-daun yang dimakan ulat (QS al-Fil [105]: 1-5).

Jadi, peristiwa Maulid Nabi SAW pada Tahun Gajah sangat sarat pesan perdamaian kepada pasukan yang hendak menghancurkan rumah suci, Ka’bah. Nalar damai dan harmoni yang ditawarkan Abdul Mutallib itu sesungguhnya menyediakan ruang kebajikan dan kerendahhatian dengan tidak melampiaskan kedengkian dengan tindak kekerasan.

Dalam The Prophet’s School: Lessons & Lights (2002), M Bassam Rushdi al-Zayn menyatakan, semua rasul mengemban misi pendidikan dengan membawa nilai-nilai kasih sayang, perdamaian, dan kebajikan.

Nabi SAW sendiri mendeklarasikan bahwa “Aku diutus oleh Allah sebagai pendidik” (HR Malik); dan “Aku diutus sebagai bukan pelaknat, melainkan penebar rahmat” (HR Muslim).

Kesuksesan Nabi SAW mengubah masyarakat jahiliyah yang dikenal keras kepala dan berkultur kekerasan menjadi masyarakat madani yang beradab, antara lain, karena visi dakwah dan pendidikannya damai, tidak berorientasi kekerasan.

Islam yang didakwahkan Nabi SAW adalah agama perdamaian. Akidah tauhid yang menjadi fondasi ajaran Islam juga mengajarkan keyakinan bahwa Allah itu Mahadamai (as-Salam).

Ketika bertemu dan interaksi sesama Muslim, identitas dan doa utama yang sangat dianjurkan adalah menebar as-salamu ‘alaikum (semoga kedamaian dan keselamatan dilimpahkan kepada kalian).

Nabi SAW sendiri digelari sebagai nabiyyu ar-rahmah wa Rasul as-Salam (Nabi sang pembawa ajaran kasih sayang, dan utusan Allah penyeru perdamaian). Pesan perdamaian yang dibawa Nabi sejatinya kunci pembuka surga Allah, kampung akhirat yang penuh damai.

Beliau bersabda, “Tebarkan perdamaian, berilah makan kepada fakir miskin, sambungkanlah tali silaturahim dan shalatlah (di waktu malam) di saat kebanyakan orang tidur, niscaya kalian dimasukkan ke dalam surga Tuhan kalian, Dar as-Salam (kampung kedamaian) (HR Muslim).

Ketika mengakhiri shalat, setiap Muslim pasti mengucapkan salam, dengan menoleh ke kanan dan ke kiri, sebagai komitmen sosial bahwa ibadah ritual harus ditindaklanjuti dengan budaya hidup damai dengan sesama.

Karena itu, indikator keberislaman seseorang itu diukur dengan sikap damai dan harmoninya terhadap orang lain. Orang Islam itu adalah orang yang membuat orang lain hidup damai dn selamat dari tutur kata dan perbuatan tangannya.” (HR Muslim).

Pesan damai Maulid Nabi SAW adalah pesan universal dan aktual yang penting diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pesan damai, harmoni, dan integrasi dari Maulid Nabi SAW tersebut sangat penting diaktualisasikan dalam kehidupan kebangsaan dan keumatan dewasa ini.

Kemerdekaan dan persatuan bangsa ini dapat diraih dengan perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga warga bangsa yang mayoritas Muslim dengan sangat mahal.

Karena itu, NKRI sebagai negeri perjanjian dan pembuktian aktualisasi pesan damai, harmoni, dan integrasi harus dijaga dan dipertahankan. Pembuktian pesan damai itu harus dimulai dengan penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap siapapun yang bertindak intoleran, kekerasan, teror, dan mengancam ideologi negara dan NKRI.

Dengan demikian, momentum Maulid Nabi SAW hendaknya dimaknai dalam rangka peneguhan sikap dan aktualisasi nilai-nilai perdamaian, apresiasi terhadap kebinekaan, perbedaan pendapat dan keyakinan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa ada pelanggaran HAM, penistaan agama lain, penjualan aset strategis negara kepada asing dan aseng, dan penjarahan kekayaan bangsa melalui korupsi berjamaah, seperti korupsi pengadaan KTP elektronik.

Akhirul kalam, pesan damai dalam Maulid Nabi SAW harus diwujudkan melalui sikap dan perilaku keberagamaan yang santun, rukun, toleran, saling menghormati, dan menerima perbedaan keyakinan.

Tanpa nalar damai, harmoni, integrasi, dan budaya dialog, bangsa ini akan mundur dan kembali ke era penjajahan, dan mengalami disintegrasi yang destruktif dan kontraproduktif.

Melalui pesan damai dalam Maulid Nabi SAW, kita perlu mengambil pelajaran penting dari berbagai konfrontasi dan perang berkepanjangan di Irak, Suriah, Yaman, dan sebagainya yang membuat negeri mereka porak-poranda dan hidup sengsara.

Perdamaian itu memang tidak murah karena mengharuskan kita memiliki komitmen kuat menjaga hati yang damai dan minda harmoni. Tanpa hati yang damai, minda harmoni dan integrasi, bangsa ini akan mundur ke era penjajahan, dan boleh jadi mengalami disintegrasi yang destruktif dan kontraproduktif.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/11/30/p07ine440-pesan-damai-maulid-nabi-muhammad

Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta