Pentingnya Agama

Pentingnya Agama

Masih pentingkah agama dalam kehidupan? Jika penting, mengapa banyak orang beriman masih melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan agama? Perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama terjadi tidak hanya di negara-negara yang penduduknya beragama Nasrani, Hindu, Buddha, dan apa saja, tetapi juga Muslim. Terdapat kesenjangan yang kadang-kadang sangat besar antara ajaran agama dan perilaku para penganutnya yang bahkan sangat yakin agama merupakan panduan sangat penting dalam kehidupan mereka.

Khusus mengenai kaum Muslimin, pertanyaan itu lebih tajam, karena ternyata mereka, dibanding para penganut agama lain, lebih cenderung sangat percaya bahwa Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran menuju keselamatan. Dan, bahwa agama [Islam] sangat penting dalam kehidupan mereka.

Pertanyaaan-pertanyaan itu diajukan kepada saya oleh Richard Allen Greene, newsdesk editor The CNN Wire, London, tentang tema 'Agama-Apakah Kekuatan untuk Kebajikan atau Tidak' yang merupakan bagian hasil survei Global@dvisor bertajuk 'Views on Globalisation and Faith'. Survei itu sendiri dilakukan Ipsos MORI di 24 negara pada April 2011 dengan melibatkan hampir 20  ribu responden berdasarkan agama; Kristiani (Katolik dan Protestan di 19 negara), Islam di tiga negara (Indonesia, Arab Saudi, dan Turki), Hindu (India), Buddhis di tiga negara (Cina, Jepang, dan Korea Selatan).

Survei itu menemukan, tingkat keyakinan kaum Muslimin pada pentingnya agama sangat tinggi, bahwa Islam sangat penting dalam kehidupan mereka, yaitu 94 persen (di Arab Saudi 100 persen, Indonesia 99 persen, dan Turki 86 persen). Selanjutnya adalah para penganut Hindu India (86 persen), dan Kristiani (66 persen). Lebih jauh, 61 persen kaum Muslimin di ketiga negara percaya, Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran menuju keselamatan; sedangkan di kalangan penganut Hindu hanya 26 persen, dan Nasrani secara keseluruhan 19 persen saja.

Sebaliknya, 22 persen Muslim secara keseluruhan juga berpendapat para penganut agama lain boleh jadi pula dapat mencapai keselamatan, menemukan kebenaran atau masuk surga melalui agama masing-masing. Sejumlah 22 persen kaum Kristiani juga berpendapat sama; Buddhis hanya 15 persen, dan penganut Hindu tertinggi dengan 29 persen. Pandangan ini saya kira terkait dengan interaksi dan pengetahuan tentang agama lain dan para penganutnya. Sepuluh persen Muslim secara keseluruhan punya kenalan beragama lain, berbanding hanya enam persen kaum Nasrani, Buddhis lima persen; dan tertinggi, penganut Hindu, 19 persen.

Lagi-lagi pertanyaannya: "Mengapa agama begitu penting di Dunia Muslim, khususnya di Indonesia?"

Tendensi itu menunjukkan Islam bertahan kuat-jika tidak meningkat-dalam diri para penganutnya. Meski banyak kaum Muslimin di berbagai kawasan mengalami berbagai gejolak dan pernah lama di bawah penjajahan Eropa, Islam tidak pernah surut. Bahkan, dalam banyak kasus, kolonialisme Eropa menyaksikan meningkatnya dinamika Islam dari waktu ke waktu, sampai pasca-Perang Dunia II, di mana banyak negara Muslim mencapai kemerdekaannya.

Selanjutnya, modernisasi dan sekularisasi yang dilakukan rezim penguasa di berbagai negara Muslim juga tidak mampu mengurangi posisi dan peran Islam. Bahkan, di beberapa negara, seperti Indonesia, modernisasi atau pembangunan menghasilkan banyak kemajuan signifikan dalam berbagai bidang kehidupan, sejak dari pendidikan, sosial, ekonomi, sampai politik. Semua perkembangan ini memunculkan berbagai bentuk gejala penguatan Islam.

Masalahnya kemudian adalah masih bertahannya kontradiksi atau  kesenjangan antara keyakinan yang begitu kuat pada kebenaran Islam dengan perilaku kalangan umat dalam kehidupan sehari-hari. Terlihat tidak ada korelasi positif antara kebertahanan dan peningkatan keimanan kepada Islam dengan perilaku aktual. Keimanan tidak diwujudkan dalam kehidupan riil.

Contoh paling sering disebut adalah tentang masih sangat merajalelanya korupsi di Indonesia pada berbagai tingkat kehidupan, sejak dari lingkungan elit penguasa dan birokrasi sampai ke tingkat masyarakat sehari-hari. Hampir ke manapun melangkah, orang dapat menemukan berbagai bentuk tindakan yang tergolong ke dalam korupsi yang jelas-jelas dilarang agama.

Karena itu, tantangan umat beragama-khususnya kaum Muslimin-hari ini dan ke depan adalah mewujudkan keyakinan pada agama itu ke dalam perilaku dan perbuatan aktual sehari-hari. Umat beragama sepatutnya tidak berhenti pada ritualisme belaka; rajin beribadah, tetapi juga rajin melakukan pelanggaran ajaran agama dan nilai serta ketentuan hukum. Nilai penting agama semestinya tidak hanya pada keimanan dan ritual belaka; seharusnya juga dalam aktualisasi ajaran dan nilai agama itu dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa, dan negara sehari-hari.

Penulis adalah Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tulisan dimuat pada Harian Republika, Kamis, 4 Agustus 2011.