Peluang dan Tantangan Implementasi Energi Nuklir di Indonesia

Peluang dan Tantangan Implementasi Energi Nuklir di Indonesia

Dilansir pada 25/04/2020 melalui webinar (web seminar) komunitas PPI dunia yang dihadiri oleh tiga orang akademisi disiplin bidang kenukliran, di antaranya ada Prof Dr Anhariza Antariksawan kepala BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), Prof Dr Jazi Eko Istiyanto kepala BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), dan Dr Ir Mochamad Hadid Subki dari Departemen of Nuclear Energy IAEA.

Mereka dengan masing-masing fokus pekerjaan yang terhubung satu sama lain, akan memberikan pengalaman dan ilmunya terhadap masyarakat yang masih tertidur lelap terhadap energi yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan, yakni energi nuklir, serta menjawab pro-kontra masyarakat tentang impelementasi energi nuklir di Indonesia dan ibu kota baru di Indonesia.

Pro kontra Implementasi Energi Nuklir: Sceptisme Masyarakat terhadap Implementasi Energi Nuklir di Indonesia

Indonesia butuh PLTN atau tidak? Pada sesi penyampaian materi Prof Dr Anhariza lebih dahulu unjuk gigi memaparkan materinya pada seminar web yang diikuti kurang lebih 300 orang yang didominasi mahasiswa pada Sabtu (25/4/2020).

Pada pemaparannya, Anhar menyampaikan bahwa Indonesia sangat membutuhkan sumber energi baru, dan nuklir bisa jadi solusinya. Pro-kontra dan sceptisme masyarakat menjadi tantangan yang besar untuk mengimplementasikan energi nuklir di Indonesia. Namun, menurut Anhar, pro-kontra adanya pembangkit listrik tenaga nuklir bukan terjadi di Indonesia saja, dan bukan tentang energi nuklir saja, apapun itu pasti akan ada yang pro dan kontra, apalagi Indonesia adalah negara demokrasi yang terbuka dengan segala macam bentuk pertimbangan dari masyarakat. Bahkan negara maju seperti prancis sudah menerapkan energi nuklir sebanyak 75% pun masih banyak pro kontra.

Menyikapi ini, Jazi menegaskan sikap BAPETEN netral, tidak pro atau kontra. Harus tanggap dengan segala bentuk kesiapan regulasi, SDM, infrastruktur.  Artinya, perlu sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga yang bergerak di sektor kenukliran.

Namun, menurut  Jazi, ada empat hal utama yang perlu diketahui beberapa fakta mengenai implementasi energi nuklir di Indonesia ini

Pertama, mengenai pemanfaatan tenaga nuklir sudah menjadi cita-cita yang lama bagi negara Indonesia, membentuk lembaga tenaga atom sekitar tahun 50-an yang menjadi cikal bakal BATAN.

Kedua, pada saat peletakan batu pertama, Presiden Soekarno pada1961 pembangunan proyek reaktor nuklir (research pertama), berharap bahwa tenaga atom bisa menciptakan dan berkontribusi bagi masyarakat yang adil dan makmur, yaitu dengan cara pemanfaatan dan pengembangan teknologi, salah satunya adalah teknologi nuklir.

Ketiga, Keseriusan masyarakat tentang tenaga nuklir masih menjadi polemik sentral, karena beranjak dari diskusi-diskusi yang tidak serius (adanya grafik turun-naik) pembahasan tentang tenaga nuklir sebagai sumber utama energi di Indonesia. Sekitar akhir tahun 70-an pemerintah mulai serius dengan implementasi tenaga nuklir bahkan sudah sampai SDMnya disiapkan.

Keempat, bukan berarti pemerintah Indonesia tidak mempertimbangkannya, dalam kebijakan Energi Nasional Indonesia pada forumnya, opsi nuklir sangat terbuka walaupun masih menjadi opsi yang terakhir. Bahwa bisa memanfaatkan energi nuklir, yaitu dengan mempertimbangkan pengurangan emisi karbon  pada pemanfaatan energi batu bara yang dampaknya sangat berbahaya bagi kesehatan, dan inilah menjadi alasan yang sangat relevan bagi Indonesia untuk mengimplementasikan tenaga nuklir sebagai sumber energi utama.

Sebagian masyarakat masih tabu dengan menganggap energi nuklir ini adalah sesuatu yang sifatnya berbahaya. Jelas, segala sesuatu pasti ada dampak dan juga hikmahnya. Jangan khawatir, karena BAPETEN akan memberikan izin kepada PLTN yang sudah memenuhi provement technology (sistem, struktur dan komponen).  Artinya sudah teruji dan terlisensi oleh badan pengawas negara, serta keputusan dari Menteri SDM dan konsultasi dari para parlemen dan DPR.

Tidak menutup kemungkinan dengan dampak yang diberikan para pegiat batu bara dibanding nuklir nanti lebih besar, diliat dari efek positif penggunaan nuklir ini. Di lain sisi, ketika kita merefleksi diri dan melihat pada film pendek berjudul “Sexy Killer” ini mengungkap Indonesia UNDERCOVER. Dalam UUD No 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran, inspeksi bisa dilakukan kapan saja oleh instruktur yang ditunjuk dari SK kepala BAPETEN. Tujuannya adalah to make sure pelaksanaan persyaratan keselamatan.

Diakhir presentasinya, Jazi menyatakan bahwa PLTN akan aman karena ada BAPETEN”. Artinya, apabila Indonesia mampu mengimplementasikan nuklir sebagai sumber energi utamanya, maka beberapa sektoral lini ekonomi akan terbantu seperti lini pertanian yang akan menghasilkan varietas unggul dan juga sektor kesehatan, ada beberapa rumah sakit sudah menerapkan energi nuklir ini untuk membantu peralatan medisnya.

Langkah pemerintah menerapkan sistem bauran energi atau mix energy, ini merupakan langkah yang tepat. Artinya, negara kita tidak hanya meng-aplly hanya satu sumber energi saja. Oleh karena itu, semua harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan baik dari berbagai aspek, seperti lingkungan, kesehatan, pertanian dan masyakarat.

Beberapa hal yang diperlukan Ibu Kota Baru adalah sumber energi yang bersih dan terhindar dari emisi karbon. Dengan ini nuklir bisa saja jadi solusi yang tepat karena nuklir sendiri termasuk energi yang bersifat low carbon emition (rendah emisi karbon). Sehingga energy baru (nuklir) dan terbarukan sangat cocok untuk Ibu Kota Baru nanti.

Dalam sesi tanya jawab webinar, disinggung kaitanya dengan pembangunan PLTN di Indonesia. Anhar menanggapi dengan kepala dinginnya fokus Indonesia saat ini adalah memberantas COVID-19 dan setelah itu memperbaiki ekonomi di Indonesia. Dari sekian banyak pro kontra dari masyarakat dan berbagai pertimbangan, lanjut Anhar, tapi itu semua semoga hanya untuk kebaikan bangsa Indonesia tercinta ini, tuturnya.

Sebagai penutup, penulis mengutip salah satu kalimat dari Anhar yang menyatakan perlunya membangun persepsi bahwa PLTN adalah sumber energi yang mampu berkontribusi untuk membangun masyarakat.

Muhamad Syahril Sidiq, Mahasiswa Tadris Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2017. Sumber: Webinar Komisi Energi 25 April 2020. (zm/mf)