Peace Forum 2019, Agama sebagai Tonggak Toleransi dan Kedamaian Dunia

Peace Forum 2019, Agama sebagai Tonggak Toleransi dan Kedamaian Dunia

Prof Amany Lubis (kedua kiri) bersama delegasi perempuan lainnya di Forum for Promoting Peace Keenam di Abu Dhabi, 9-11 Desember 2019

Abu Dhabi menjadi tuan rumah pertemuan tahunan keenam yang bertajuk Forum for Promoting Peace in Muslim Societies di bawah naungan Syaikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan selaku Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Uni Emirat Arab yang diadakan pada 9 hingga 11 Desember 2019.

Acara ini dihadiri lebih dari 500 delegasi dari 80 negara yang terdiri dari para cendekiawan Muslim Internasional, para ahli dan pemimpin lintas agama, perwakilan masyarakat, pakar, pembuat kebijakan dan para pemangku kepentingan dari penjuru dunia. Forum ini diprakarsai oleh Syaikh Abdullah bin Bayyah untuk menguji, berdiskusi, bagaimana menyembuhkan perpecahan, menyebarkan perdamaian, dan meningkatkan toleransi antar umat beragama. Seluruh delegasi pada forum ini dipersatukan dengan tema “The Role of Religions in Promoting Tolerance: From Possibility to Necessity”. 

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amany Lubis MA, Prof Dr Zaitunah Subhan MA, dan Prof Dr Huzaemah T Yanggo yang menjadi delegasi dari Indonesia turut membahas tantangan teoritis dan implementasi praktis problem perdamaian yang dihadapi saat ini.

Peserta Majelis diberi hak istimewa untuk mendengar begitu banyak wawasan, contoh praktik terbaik, dan bagaimana umat beragama dapat berkolaborasi. Adapun pembahasan forum ini diwujudkan untuk membentuk akta kesepahaman “New Alliance of Virtues,” yaitu menyatukan berbagai agama untuk memperjuangkan kebaikan bersama melalui persamaan nilai tiap agama, kebebasan dalam beragama, meningkatkan kerja sama, dan merubah komitmen toleransi menjadi lebih aktif secara etis dan hukum.

Hal tersebut sangat diperlukan mengingat makin banyaknya serangan terhadap rumah ibadah yang mengancam kebebasan beragama di berbagai belahan dunia. Peserta Majelis diberi hak istimewa untuk mendengar begitu banyak wawasan, contoh praktik terbaik, dan bagaimana kami dapat berkolaborasi.

Forum diawali dengan beberapa pidato menarik dari berbagai utusan dan perwakilan agama di dunia. Di antaranya seorang Pastur bernama Bob Roberts yang ditinggalkan 100 ribu lebih pengikutnya ketika Roberts diketahui bersinergi bersama Syaikh Bin Bayyah dalam memperjuangkan perdamaian. Roberts sempat mengejutkan peserta ketika ia berkata “I see more Jesus in Syaikh Bin Bayyah than I do in many of the Christians I know”.

Dr Souraya Bechealany perwakilan Majelis Gereja Lebanon dalam pidatonya menyatakan perlindungan terhadap tempat ibadah menunjukkan adanya pengakuan bahwa tanah kita adalah untuk semua agama. Dr Sarah Snyder dari Rose Castle Foundation mengaku tersanjung ketika umat Islam Mesir membentuk pagar hidup untuk melindungi banyak gereja dari serangan. Hal itu menurutnya mendemonstrasikan solidaritas yang vital kepada seluruh dunia sekaligus menegaskan bahwa aksi apa pun yang mengganggu keamanan tempat ibadah adalah serangan bagi seluruh umat beragama.

Kardinal John asal Nigeria mengapresiasi bahwa “Alliance of Virtue” akan sangat berpengaruh terhadap tantangan global. Perwakilan dari agama Sikh turut memberikan pendapatnya bahwa tiap umat beragama di dunia adalah percikan dari Sang Ilahi, saling terhubung secara Ilahi, dan saling bergantung secara Ilahi. Terwujudnya piagam kesepahaman ini tidak lain adalah cerminan dari apa yang telah dicapai oleh umat beragama.

Aisha Al-Adawiyya dalam pidatonya berterima kasih kepada umat Sikh di New York Amerika yang sering mendapat serangan teror karena dikira sebagai Muslim. Umat Sikh tidak membela diri mereka dengan menyebut bahwa mereka bukan Muslim. Sikap tersebut oleh Adawiyya dianggap bahwa Umat Sikh berdiri bersama umat Islam untuk melawan segala bentuk diskriminasi di Amerika Serikat.

Peace Forum turut mengundang Farid Ahmed, seorang warga negara Selandia Baru yang isterinya menjadi korban saat peristiwa penembakan di Christchurch 15 Maret 2019 lalu. Musibah Ahmed yang tentu menyakitkan akibat peristiwa itu mengajarkan pengampunan, bukannya kebencian dan menyatakan pentingnya keseimbangan antara keamanan dan keterbukaan, sehingga antar pemeluk agama saling belajar nilai satu sama lain. Dia berbagi dengan anggota forum bagaimana dia menanggapi serangan itu dengan keterbukaan dan keinginan untuk menyambut orang-oang di Masjid untuk belajar lebih banyak satu sama lain. Pidato Ahmed menjadi perhatian penting para delegasi untuk sikap lebih inklusif.

Syaikh Bin Bayyah dalam sambutannya menekankan pentingnya sikap saling kooperatif antar pemeluk agama sebagai tujuan utama toleransi sebagaimana yang dicontohkan oleh Muslim generasi awal yang tidak ragu berkorban untuk melindungi gereja.

Dalam pidatonya, Syaikh Abdullah bin Bayyah mengatakan kepada para delegasi bahwa toleransi tetap merupakan konsep yang efektif untuk membangun pluralisme positif melalui perlindungan orang-orang beriman dan kebebasan beragama. Beliau mengatakan bahwa mempromosikan kebebasan beragama, hubungan kerja sama dan nilai-nilai toleransi dari hanya sekedar kemungkinan menuju kewajiban moral dan hukum harus dipaksakan kepada kita oleh nilai-nilai dan waktu kita sebagai umat beragama. Syekh Abdullah bin Bayyah mengatakan Piagam Aliansi Kebajikan (Alliance of Virtue) harus diajarkan dan disebarkan di sekolah-sekolah dan diberitakan di rumah-rumah ibadah.

Peace Forum diisi dengan acara puncak yaitu penandatanganan piagam Global Alliance of Virtue yang mendukung kebebasan, keadilan, kebaikan, solidaritas, dan cinta kasih bagi semua orang. Para pemimpin yang akan disebutkan kemudian telah menandatangani piagam penting ini sebagai perwakilan dari komunitas mereka sebagai komitmen untuk perdamaian, toleransi, dan pengakuan terhadap karya dan pemikiran brilian Syaikh Abdullah bin Bayyah.

Mereka adalah Dr Kent Hill Direktur Eksekutif Religious Freedom Institute, USA, Yang Mulia Mufti Shawki Allam Mufti Mesir, Rabi David Rosen Direktur Internasional Inter-Religious Affairs, Yerussalem, Syaikh Mustafa Ceric Mantan Grand Mufti Bosnia, Kardinal John Onaiyekan Uskup Agung Nigeria, Dr Mohamed Elsanousi Direktur Sekretaris Network for Religious and Traditional Peacemakers.

Peace Forum yang diadakan di Abu Dhabi ini sangat diapresiasi oleh delegasi Yahudi dari seluruh dunia. David Rosen sebagai perwakilan Yahudi dalam sambutannya menyatakan harus ada ruang untuk keragaman dalam tiap agama. “Divisions are not between religions. The Alliance of Virtue charter recognizes “there must be room for diversity within our faiths”. We are here because we choose to respect and embrace one and another”.

Hal tersebut didukung oleh Rabi Prof Reuven Firestone, “It is my responsibility as a Jew to educate my religious fellows to do the good and to avoid the evil that includes insisting on an ethical tolerance directed toward all of God's creatures".

Rabi Sarna mengapresiasi acara tersebut dan mereka terinspirasi oleh peran kepemimpinan Uni Emirate Arab dalam mengambil peran untuk benar-benar menciptakan model toleransi. Ketua Rabi Yahudi Uni Emirat Arab itu ketika berbicara di Peace Forum menyatakan bahwa mereka akan merayakan festival Chanukah yang diadakan untuk merayakan kebebasan beragama. Festival Chanukah sendiri merupakan tradisi Yahudi untuk memperingati upaya mencegah orang Yahudi mempraktekkan iman mereka di masa lalu.

Peace Forum 2019 di Abu Dhabi juga dihadiri oleh Dr Craig Considine, seorang pembicara Internasional, intelektual, penulis buku, pakar di bidang Muslim Amerika, relasi Kristen-Muslim, dan Pluralisme Agama. Beliau yang pemeluk Katolik uniknya sangat mengagumi pribadi Nabi Muhammad dan telah menulis buku berbahasa Indonesia dengan judul Muhammad Nabi Cinta: Catatan Seorang Nasrani tentang Rasulullah saw pada tahun 2018 yang diterbitkan oleh Penerbit Naura Jakarta.

Dr. Craig Considine turut memberikan kesannya terhadap forum ini karena bisa bertemu dengan orang-orang hebat. Di antaranya ketika ia bertemu Imam Abdullahi Abu Bakar dari Nigeria yang telah menyelamatkan lebih dari 275 orang Kristen dengan menampung mereka di Masjid dan di rumahnya. Orang-orang Kristen melarikan diri dari teroris yang telah melancarkan serangan di daerah pemukiman mereka. Tindakannya ini sangat beresiko dan bisa mengorbankan nyawanya sendiri, tetapi selama wawancara baru-baru ini dengan BBC, Imam dengan rendah hati mengakui bahwa dia ingin membantu karena lebih dari 40 tahun yang lalu orang-orang Kristen di daerah tersebut telah mengizinkan umat Islam untuk membangun sebuah mesjid. Imam dianugerahi penghargaan untuk tindakannya yang luar biasa tersebut.

Sosok lainnya yang berkesempatan menyampaikan aspirasinya di forum adalah Evangelis dari Amerika Serikat Pastur Joel Rainey. Beliau berbicara dengan penuh semangat tentang pengalamannya bersama Muslim dan Yahudi terutama dalam usaha mereka dalam memberantas masalah ketergantungan heroin di negaranya. Ia menambahkan “When there is a snow storm, I don’t ask my neighbor if he is Muslim, but whether he has a shovel”.

Lalu Prof Mona Siddiqui, seorang akademisi Inggris sekaligus pakar studi Islam dan antar agama Universitas Edinburgh menyatakan bahwa toleransi membutuhkan usaha yang luar biasa, namun kita sendiri terlalu lemah untuk berusaha.

Sesi menarik selanjutnya ketika Prof Besa Ismail Ahmeti sekaligus anggota parlemen Kosovo memimpin panel diskusi tentang peran perempuan dalam toleransi dan perdamaian. Atas kontribusinya, Prof Besa Ismail diganjar dengan Peacebuilding Award dalam rangkaian sesi di forum tersebut. Adapun pidato perwakilan dari Asia Tenggara dan Asia Pasifik disampaikan oleh Dr Irwan Hadi Mohd Shuhaimi, Sekretaris Fatwa Majelis Ulama Singapura. Regional Asia Tenggara dan Asia Pasifik selain mengutus para mufti, juga turut menghadirkan Rabi dari Australia dan beberapa Pastur dari Filipina.

Yang Mulia Syekh Abdullah bin Bayyah mendirikan Forum for Promoting Peace pada tahun 2014, di bawah perlindungan Yang Mulia Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan. Forum ini adalah platform untuk memajukan konsep inti perdamaian di seluruh dunia. Perdamaian adalah penjamin sejati hak asasi manusia, karena tidak ada hak yang dapat eksis tanpa adanya keharmonisan sosial yang memadai untuk menetapkan lima prinsip universal yang diabadikan dalam Syariah: pelestarian agama, kehidupan, kecerdasan, kekayaan, dan kehormatan.

Syaikh Abdullah bin Bayyah dan Syaikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan sempat mengunjungi UIN Jakarta pada 21 Oktober 2019 lalu dan memberikan pidato terkait perdamaian dan toleransi antar umat beragama di seluruh dunia. (al/sam/mf)