Memperkaya Tradisi, Mewujudkan Pusat Kajian Islam Asia Tenggara

Memperkaya Tradisi, Mewujudkan Pusat Kajian Islam Asia Tenggara

Dekan Fakultas Ushuluddin

Prof. Dr. Masri Mansoer MA

[caption id="attachment_12286" align="alignleft" width="252"]Prof. Dr. Masri Mansoer MA. Prof. Dr. Masri Mansoer MA.[/caption]

Mulai tahun akademik 2016/2017, Fakultas Ushuluddin menawarkan lima program studi (Prodi). Kelimanya, Ilmu Perbandingan Agama, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Ilmu Hadis, Aqidah dan Filsafat Islam, dan Ilmu Tasawuf. Tahun sebelumnya, fakultas ini hanya menawarkan Perbandingan Agama, Tafsir Hadits, dan Aqidah Filsafat. Kepada BERITA UIN Online, Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Masri Mansoer MA menjelaskan latar belakang pengembangan prodi, kesiapan, maupun harapan di balik pengembangan prodi, menjadi pusat pengkajian Islam Asia Tenggara.

Seleksi Calon Maba 2016/2017 telah selesai dan hasilnya juga sudah diumumkan. Seperti apa tingkat peminatan prodi-prodi Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta?

Tempo hari, prodi (program studi) di Fakultas Ushuludin ini hanya ada tiga: Prodi Tafsir Hadits, Prodi Perbandingan Agama, dan Prodi Aqidah Filsafat. Lalu, pada periode 2014/2015 lalu kita ajukan penambahan prodi melalui pengembangan jurusan yang sudah ada. Selain Prodi Perbandingan Agama, kita ajukan perubahan Prodi Aqidah Filsafat menjadi dua prodi, yaitu, Aqidah dan Filsafat Islam dan Ilmu Tasawuf. Prodi Tafsir Hadis juga dibagi menjadi, yaitu Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir dan Prodi Ilmu Hadis.

Dari sisi peminat, jumlahnya tetap bertambah. Terutama di Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir. Dari beberapa jalur, yaitu seleksi PTKIN, baik jalur prestasi juga tes tulis. Kemudian lewat jalur SPMB Mandiri, dan BLU. Untuk Prodi Tasawuf yang masih baru, jumlah peminatnya memang masih sedikit. Tapi prodi yang lain meningkat dan tinggi. Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsirdi jalur SPMB Mandiri, misalnya, peminatnya mencapai 300-an, padahal diterima hanya satu kelas atau sekitar 40-an. Begitu juga Prodi Ilmu Hadis, Perbandingan Agama, Aqidah Filsafat, dan Tasawuf. Namun melalui jalur BLU, peminat Prodi Tasawuf cukup banyak. Tahun ini, Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta menerima mahasiswa baru untuk 11 kelas, dengan rincian Perbandingan Agama dua kelas, Aqidah Filsafat Islamdua kelas, Ilmu Tasawuf satu kelas, Ilmu Hadis dua kelas serta Ilmu Al Quran dan Tafsir empat kelas. Jika dikalkulasi mencapai 440 mahasiswa baru. Demikianlah kalkulasi jumlah peminat dari seluruh jalurseleksi. Secara umum, tetap ada kenaikan.

 

Secara keilmuan, kajian keilmuan di Fakultas Ushuluddin membutuhkan keahlian pembacaan atas karya-karya klasik keislaman. Apa strategi fakultas guna menjaring mahasiswa yang siap dan mampu mempelajarikeilmuan ini?

Kami memiliki jalur seleksi khusus dengan menggunakan beasiswa BLU UIN Jakarta. Jalur yang kita lakukan sejak 2009 ini menyasar para santri di berbagai pesantren tanah air. Jadi dalam menjaring mahasiswa berkualitas, kita gunakan jejaring pesantren. Kita seleksi santri yang siap belajar di tingkat universitas. Dalam hal ini, kami mempertimbangkan konsistensi prestasi akademik dan kemampuan bahasa, termasuk agama (Islam, red.). Jadi tentu mereka yang kita jaring sudah terbiasa baca kitab kuning. Untuk itu, mahasiswa prodi Ilmu Alquran dan Tafsir dan Prodi Ilmu Hadis, mayoritas merupakan santri pesantren.

Nah,untuk periode sekarang kita buka kelas khusus, kelas bilingual. Berpengantar bahasa Arab dan Inggris. Selain untuk kepentingan sertifikasi AUN-QA (ASEAN University Network-Quality Assurance), kita ingin dari sekian lulusan adalah mahasiswa yang siap masuk ke level regional-global. Ini sudah masuk tahun kedua. Sementara baru dibuka di Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir. Dari setiap angkatan, kita targetkan 30 mahasiswa untuk masuk kelas ini.

Artinya Fakultas Ushuluddin kini sudah memiliki lima prodi untuk tingkat S1. Apa yang melatarbelakangi pengembangan prodi dari tiga menjadi lima prodi ini?

Pertama, spesialisasi. Sarjana fakultas ini harus memiliki kompetensi keilmuan khusus. Jadi umpamanya di sisi core keilmuan, dasar di Aqidah Filsafat itu ada tiga; Filsafat Islam, Kalam Teologi,serta Tasawuf. Dahulu kita ingin usulkan tiga prodi, yaitu Filsafat Islam, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawuf. Namun hanya turun dua, Filsafat Islam dan Ilmu Tasawuf. Jadi tujuan pengembangan ini adalah spesialisasi. Begitu juga di Tafsir Hadis, dibagi dua menjadiIlmu Alquran dan Tafsir dan Ilmu Hadis, tergantung bidang ilmunya masing-masing.

Selain spesialisasi, pengembangan juga mengikuti nomenklatur. Lagipula Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta ini masih menjadi barometer bagi prodi-prodi serupa di universitas lain. Kita menjadi acuan dalam pengembangan keilmuan Ushuluddin. Untuk itu kita berusaha keras agar prodi-prodi di fakultas ini bisa berkembang. Sebagai barometer, kita berada dalam posisi menyaring mahasiswa, bukan lagi menjaring. Jadi, keahlian dalam bidang ilmu ini ingin kita kedepankan.

Dengan kebijakan yang sedemikian rupa, apa kekhasan ilmu yang ingin dicapai Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta?

Kami tidak ingin misalnya, mahasiswa prodi tasawuf digandengkan dengan bidangilmu yang lain. Tapi betul-betul kajian ilmu tasawuf. Pertama, kita inigin  mahasiswa kita memiliki kedekatan dengan keilmuan Islam, khazanah intelektual Islam, dan mampu mengakses keilmuan khususnya yang berbahasa Arab. Begitu juga di Prodi Tafsir Hadis. Maka kita anjurkan mahasiswa tafsir al-Quran untuk menghafal Al-Quran, khususnya surat-surat pilihan. Ada yang hapal sampai 30 juz, itu bukan kewajiban dan tergantung mahasiswa. Nanti pada kurikulum Ilmu Hadis, kita sertakan tahfizhul hadits, jadi mereka menghapal sekian hadis. Jadi kekhasan dua prodi ini adalah pada tahfizh al-Quran, tahfidz hadits. Di ilmu tasawuf nantinya adalah akses ke kitab–kitab tasawuf.Kemudian di Perbandingan Agama, adalah upaya memberikan pengetahuan tentang agama-agama lain dalam konteks kerukunan agama.

Dengan distingsi keilmuan yang demikian, apa yang dilakukan dalam membangun kultur akademik di fakultas?

Pertama, setiap tahun kita dorong peningkatan anggaran perpustakaan. Pengayaan sumber kepustakaan merupakan bagian penting dalam menciptakan kultur akademik yang baik. Khusus bahan kepustaaan ini, kita juga minta mahasiswa yang selesai studi untuk menghibahkan minimal satu buku atas setiap tema riset yang mereka lakukan. Ini akan menambah koleksi kepustakaan fakultas. Kedua, mendorong aktiftas akademik baik seminar, workshop, maupun pelatihan akademik, termasuk di dalam ini mendorong terciptanya ruang keterbukaan akademis antar mahasiswa dengan latar belakang keagamaan berbeda (Fakultas Ushuluddin membuka Program Magister Perbandingan Agama dimana sebagian mahasiswanya berlatarbelakang Khonghucu, ed.). Ketiga, mendorong dosen yang S2 untuk segera S3, dan yang S3 bisa segera selesaikan studinya. Peningkatan strata itu akan menambah kotribusi keilmuan kepada mahasiswa. Keempat, kita dorong juga klub belajar mahasiswa melalui Laboratorium Hadis, Filsafat dan Tasawuf. PA juga sudah ada, hanya belum ada penggerak sejauh ini.

Oh ya, dalam konteks itu, rektor menginstruksikan tentang Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), dan FU sudah lakukan dua kegiatan. Pertama, pelatihan Pentashihanal-Quran dengan lembaga Lajnah Pentashihan Al Quran. Pertemuan sudah 30 jam pelajaran selama satu semester. Kedua, pelatihan jurnalistik dengan mengundang para jurnalis mengajar mahasiswa fakultas ini. Insya Allah, ketiga hal ini akan jadi kegiatan rutin mahasiswa.

Selain itu, Fakultas Ushuluddin juga akan mencoba dengan pelatihan riset guna mendorong penajaman aktifitas riset mahasiswa. Tidak hanya kualitatif, juga kuantitatif yang mengandalkan statistik dan data. Dengan begitu, mahasiswa Fakultas Ushuluddin tidak ketinggalan dengan mahasiswa sains dalam memanfaatkan pendekatan riset kuantitatf. Khusus yang, mudah-mudahan tahun ini sudah jalan.

Bagaimana dengan dukungan kepustakaan di Fakultas Ushuluddin?

Jatah pembiayaan Fakultas Ushuluddin kan tidak boleh sendiri, ada jatah pengadaan dari pusat. Tapi karena biasanya kebutuhan sumber kepustakaan sangat tinggi, kita dorong hibah buku dari mahasiswa yang lulus. Jika saja setahun ada 150 wisudawan, maka setidaknya bertambah 150 judul buku per tahun. Pun para pensiunan dan dosen yang menulis juga kita dorong menghibahkan karyanya ke perpustakaan fakultas.

Kita sudah kerjasama dengan Pemerintah Iran dan Yayan Chin Kung. Keduanya memberikan sumber kepustakaan cukup banyak. Khusus Chin Kung, mereka bahkan semangat mengirimkan berbagai teks penting tradisi dan kebudayaan Tionghoa. Saya kita juga terbatas dalam penguasaan bahasa mere. Tahun ini, Iran berkomitmen menambah sumbangan buku. Lalu dari Lebanon, ketua ulamanya tempo hari meminta daftar buku yang dibutuhkan oleh fakultas. Dua tawaran ini akan segera kita tindaklanjuti.

Selain itu, setiap tahun ada dosen yang menghasilkan buku. Data konkret saya belum punya, tapi jelas ada dosen-dosen yang menerbitkan buku dan disumbangkan. Tidak sedikit hasil penelitian internasional mereka juga menambah koleksi kepustakaan fakultas.

Bagaimana rasio dosen dan mahasiswa dalam menunjang pembelajaran?

Pada ilmu tertentu belum terpenuhi. Tapi kalau kita bandingkan antara rasio dosen dengan mahasiswa, dosen bidang ilmu sosial sudah cukup memenuhi. Perbandingannya sekitar 1 dosen untuk 34 mahasiswa. Berbeda dengan ilmu sosial, beberapa ilmu tertentu masih kekurangan pengajar. Hadis misalnya, masih kurang dibandingkan tafsir. Pun Filsafat Islam dan Ilmu Kalam. Jadi ilmu tertentu masih kurang, namun di bidang sosial sudah memadai. Selain itu, dari 67 dosen tetap yang S3 sudah 60 persen. Target 2017 nanti, dosen-dosen Fakultas Ushuluddin sudah selesai studi doktornya. Selain itu, pelamar dosen atau mutase dosen harus sudah S3, baru bisa kita terima.

Bagaimana dengan kerjasama pengembangan prodi-prodi sendiri?

Kita memiliki sejumlah kesepakatan kerjsama pengembangan akademik, baik antara pemerintahan maupun antar universitas. Antar universitas, kita bekerjasama dengan sejumlah universitas di Timur Tengah, Asia Tenggara, termasuk di Indonesia sendiri. Antar pemerintahan, kita memiliki kerjasama dengan Iran. Tahun ini, ada rencana kerjasama dengan Serbia untuk bidang Perbandingan Agama. Kesepakatan yang sama akan dilakukan dengan Filipina dan Thailand.

Pengembangan prodi di tingkat sarjana ini sepertinya berhubungan dengan pengembangan S2?

Betul. Dalam hal ini, kita mengembangkan di tingkat magister. Memang baru bisa di tahap konsentrasi kajian. Pada Perbandingan Agama misalnya, baru konsentrasi Kerukunan Umat Beragama dan Studi Agama-Agama.Kemudian di Filsafat, kita tawarkan konsentrasi Kalam, Tasawuf, dan Filsafat Islam. Karena tidak terlalu banyak mahasiswanya, kita akan fokus di konsentrasi dulu.

Pembukaan magister ini kita lakukan untuk memberikan ruang pendalaman bidang keilmuan bagi mahasiswa yang belum merasa cukup keilmuannya di level sarjana. Sarjana Ilmu Hadits misalnya merasa kurang cukup di sarjana, ya kita berikan konsentrasi hadis di magisternya. Jadi lebih ke pendalaman, tingkat advanced.

Alhamdulillah, peminatannya cenderung stabil. Tidak hanya Perbandingan Agama, Filsafat, juga Tafsir Hadis. Tidak hanya alumni sendiri, banyak diantara mereka berasal dari perguruan tinggi berbagai daerah, bahkan lulusan perguruan tinggi Timur Tengah.

 

Ada rencana membuka program doktor?

Untuk S3, tahun ini kami baru menyiapkan proposal.  Kami belum bisa menggarap maksimal karena sibuk dengan akreditasi dua prodi baru. Tapi, saya sudah punya niat, setidaknya selama masa kepemimpinan saya,fakultas ini sudah bisa membuka program doktoral. Mungkin akan kita awali dengan pembukaan program yang paling banyak peminat di tingkat sarjana maupun magisternya.

Dengan sejumlah pengembangan akademik yang dilakukan, Apa mimpi Anda tentau FU ke depan?

Utamanya, kami ingin Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta ini menjadi barometer akademik diantara Fakultas Ushuluddin se-Indonesia, baik lewat mahasiswa dan dosennya maupun publikasi karya ilmiah. Selain itu, saya ingin Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta diakui kontribusinya setidaknya di level regional. Untuk itu, tahun 2017, kami ingin fakultas ini tersertifikasi AUN-QA. Dengan demikian, maka Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta bisa menjadi pusat pengkajian Islam di Asia Tenggara. (Iqbal Syauki/Hermanuddin/Umar SA/ZM)