Menimbang Kasih Ibu

Menimbang Kasih Ibu

Kasih ibu kepada beta Tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi,tak harap kembali Bagaikan surya menyinari dunia

BERTEPATAN dengan peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember, mari kita mengheningkan cipta mengenang jasa dan cinta kasih ibu. Entah sejak umur berapa saya mengenal nyanyian tersebut dan tak pernah lupa, bahkan hingga hari ini, sekali-sekali saya nyanyikan kembali lagu itu.

Baitnya pendek, rangkaian kata-katanya simpel,namun kandungan maknanya teramat dalam, sehingga kadang kala air mata menetes setiap menyanyikannya, meski hanya untuk diri sendiri. Sosok seorang ibu memiliki kualitas agung. Padanya melekat sifat kasih ilahi yang tak pernah padam.

Bahkan sejak kita semua sebelum terlahir ke dunia ini, tinggal dalam garba surgawi yang disebut alam rahim Ibu, yang sesungguhnya kata “rahim” merupakan salah satu asma Allah. Ini secara jelas menunjukkan keterkaitan kualitas yang amat dalam dan lembut sekali,bahwa sebagian kasih Allah itu terpancar ke dunia melalui sosok ibu sebagai transmiternya, yang dalam istilah tasawuf disebut “tajally ilahi”.

Bahwa seorang ibu senantiasa memancarkan keindahan dan kasih ilahi,bagaikan surya menyinari dunia, yang selalu memberi,tak mengharapkan imbalan kembali. Sedemikian lembut dan lekatnya hubungan anak dan ibu yang terbina dalam alam rahim itu, sehingga suasana batin ibu akan sangat berpengaruh pada karakter anak yang berada dalam kandungan.

Makanya sangat dianjurkan, baik oleh agama maupun psikolog, agar ketika ibu mengandung, senantiasa berpikir dan bertindak positif, memperbanyak zikir dan doa, karena semua itu akan menjadi vitamin mental-spiritual yang sangat menentukan pertumbuhan anak di kemudian hari.

Hal itu juga berarti, sesungguhnya pada kesuksesan seorang anak pasti ada saham yang amat besar dari sang ibu,namun mereka tidak tertarik sama sekali untuk membuat kalkulasi dan menerima dividennya, kecuali melihat anak-anaknya hidup baik dan bahagia bersama cucu-cucunya.

Tak mengherankan, terdapat hasil penelitian di kalangan pengusaha sukses di kalangan China,bahwa salah satu ciri kehidupan mereka adalah senantiasa menghormati ibu sedemikian rupa karena yakin sosok ibu itulah pilar kesuksesan mereka. Etos penghormatan dan bakti kepada orangtua, khususnya ibu, berasal dari ajaran Konghucu yang dinamakan u hao yang sangat senapas dengan sabda Nabi Muhammad bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.

Dalam Alquran surat Luqman, perintah bersyukur kepada orangtua bahkan diletakkan sebaris dengan perintah bersyukur kepada Allah. Ini menunjukkan betapa Allah meminta semua hamba-Nya agar pandai berterima kasih serta mencintai orangtua, khususnya ibu, yang telah mengandung, melahirkan dan mengasuh dengan susah payah,namun cinta dan kasihnya tak pernah padam.

Cinta kasih ibu pada anak telah mengalahkan semua derita dan susah payah dalam mengasuh dan membesarkan kita semua. Sampai-sampai muncul analogi hubungan ibu dan anak itu ibarat mata dan jempol kaki. Ketika jempol kaki tersandung, mata menangis mengeluarkan air mata,sedangkan ketika mata sakit, jempol kaki tidak berempati.

Tentu saja ini analogi yang ekstrem,namun sedikit banyak mengandung kebenaran.Ada analogi lain, hubungan ibu dan anak ibarat mata dan tangan. Jika mata menangis, tangan lalu mengusapnya.Apa pun analognya, pesannya satu: bahwa cinta kasih ibu pada anak mengalir setiap saat sebagaimana matahari menyinari bumi,namun pantulan balik cinta anak pada ibu tidaklah sebanding volumenya.

Atau ibarat air hujan yang selalu turun ke bawah,yang kembali ke atas hanya sekadar uapnya atau percikannya. Demikianlah, betapa tidak seimbangnya relasi cinta kasih ibu-anak mudah sekali dibuktikan dengan cara menghitung pulsa telepon. Saya kira kita menghabiskan pulsa telepon lebih banyak untuk berkomunikasi dengan anak-anak ketimbang menelepon orangtua.

Karena itu, sangat logis peringatan Alquran. Ketika berbicara pada orangtua,Alquran memperingatkan bahwa anak dan kekayaan itu ujian (fitnah), jangan sampai cinta pada anak melupakan cinta dan rasa syukur kepada Allah.Tak ada perintah Alquran untuk mencintai anak. Sebaliknya, kepada anak-anak Alquran berbicara agar mereka menghormati dan menyayangi orangtua.

Logika Alquran ini sangat sejalan dengan hasil kajian psikologis bahwa cinta kasih dan perhatian anak pada orangtua tidak berbanding sejajar dengan cinta orangtua pada anak. Karenanya sangat tepat peringatan Nabi Muhammad dengan sabdanya, “Cinta kasih dan rida Allah bersama cinta kasih dan rida orangtua pada anakanaknya.

Sebaliknya, kemarahan Allah bersama kemarahan orangtua pada anakanaknya.” Inilah yang dimaksud dengan ungkapan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Bahwa kalau ingin mendapatkan kehidupan surgawi, baik di dunia maupun di akhirat, kita mesti mampu membangun relasi cinta kasih dengan orangtua, khususnya ibu.

Saya kenal beberapa keluarga yang sengaja menyediakan mobil dan sopir khusus untuk melayani orangtua yang sudah lanjut usia. Karena merasa sepi tinggal di rumah sendirian, orangtua itu ada yang sekali-sekali senang menghadiri seminar, pengajian, rekreasi, dan belanja. Kata teman tadi, saatsaat yang membahagiakan mereka adalah ketika pulang belanja lalu memanggil cucucucunya untuk dibagi oleholeh.

Rupanya,memberi dan berbagai cinta kasih itu merupakan sumber kebahagiaan bagi orangtua, bahkan ketika sudah lanjut usia selalu saja ingin memberi pada anak dan cucunya. Nabi pernah bersabda, orangtua yang sudah lanjut usia itu merupakan titipan Tuhan di muka bumi. Barang siapa yang mencintai dan merawat mereka, maka Allah akan melipatgandakan upahnya dan melimpahkan berkah kepada keluarga itu.

Karenanya sangat terpuji dan sangat logis kalau orangtua itu menjadi rebutan bagi anak-anaknya untuk merawat dan melayani mereka, bukannya dititipkan ke rumah jompo. Kita masih ingat ketika kecil, kalau kaki tersandung atau sakit, pasti yang dipanggil pertama adalah ibu.Ada rasa damai ketika ibu di samping kita.

Ketika anak kecil menangis selalu memanggil ibunya, baru ayahnya. Ikatan itu begitu kuat karena sudah tertanam sejak masih dalam alam rahim. Seorang ibu muda bercerita, ketika melahirkan anak pertama dia lebih perlu didampingi ibunya, syukur-syukur suami juga bersamanya.

Karena sifat ibu yang pengasih penyayang, bumi tempat kita hidup juga disebut ibu pertiwi, yang menyuplai semua kebutuhan kita. Apa yang tidak diberikan oleh ibu pertiwi atau mother earth? Lalu kampus tempat kita lahir dan tumbuh secara intelektual juga disebut almamater. Semoga kita tergolong putra-putri yang bisa memuliakan ibu kita.(*)

Tulisan ini pernah dimuat di Koran Seputar Indonesia, Jumat 19 Desember 2008.