Mencegah Putus Kuliah

Mencegah Putus Kuliah

Sebanyak 300 mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) mengajukan pengunduran diri karena kesulitan ekonomi. Namun sekitar 200 mahasiswa di antaranya dapat diselamatkan, setelah pihak kampus memberikan keringanan hingga penghapusan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Jumlah ini sedikit dibanding kenyataan di lapangan. Banyak mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan studi karena orang tua mereka terdampak pandemi. Entah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan, atau buruh harian yang sudah tak lagi bisa bekerja. Jumlah keluarga miskin dan rentan miskin meningkat tajam.

Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan bantuan langsung tunai atau bantuan lainnya terkait corona karena sebelumnya tidak terdata sebagai warga miskin atau karena data tidak valid. Mereka tidak bisa lagi membayar cicilan motor atau rumah. Mahasiswa bisa mengajukan banding UKT jika keluarga mengalami kesulitan keuangan.

Pada masa pandemi kuliah dilaksanakan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sebagian mahasiswa kesulitan kuota internet. Sebagian tertahan di kos sekitar kampus. Tidak bisa pulang kampung karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mereka membutuhkan sembako.

Sampai kapan kampus sanggup mensuplai kebutuhan pokok mereka? Padahal pemulangan mereka ke kampung halaman akan lebih baik. Kelambanan kampus dalam meliburkan kuliah adalah faktor mereka tak segera pulang. Mereka yang sudah berada di kampung pun dilema. Meninggalkan kos karena corona tetapi harus tetap membayar meski tak ditempati.

Skripsi tidak bisa selesai tepat waktu karena lokasi riset tutup. Dampaknya tambah semester. Tambah biaya kos dan biaya hidup. Padahal jika semester ini selesai mereka berpeluang kerja. Bisa meringankan beban ekonomi keluarga. Pandemi membuat mahasiswa tingkat akhir tidak bisa menyelesaikan studinya tepat waktu.

Putus kuliah bisa banyak terjadi jika kampus tidak serius menangani ini. Hanya sebagian kecil kampus yang sudah membebaskan biaya semester bagi mahasiswa semester akhir. Misalnya Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Adirajasa Reswara Sanjaya (ARS University) Bandung, dan Universitas Negeri Makassar (UNM).

Kampus harus menyiapkan skenario bantuan biaya semester mahasiswa terdampak corona. Sumber-sumber dana yang mungkin bisa dipakai segera diidentifikasi. Contoh dana Badan Layanan Umum (BLU) dan koperasi. Refocusing dana segera dilakukan. Perjalanan dinas dikurangi. Honor nara sumber dialihkan untuk beasiswa.

Pemerintah juga harus refocusing. Misal pembatalan diskon 10 persen UKT mahasiswa PTKIN ditinjau ulang. Alihkan dana tertentu di Kemenag untuk menutupi biaya 10 persen ini. Atau negosiasi ulang dengan Kemenkeu tentang alokasi dana untuk mahasiswa yang terdampak pandemi.

Dana penanganan corona pemerintah pusat harus ada yang dialokasikan khusus untuk pendidikan. Misal UKT mahasiswa. Pemerintah, DPR, dan forum rektor harus bersepakat tentang pembebasan, pemotongan, atau penundaan pembayaran UKT bagi seluruh atau sebagian mahasiswa.

Kebijakan akademik kampus juga penting mencegah putus kuliah. Misal skripsi diganti artikel ilmiah, bebas skor TOEFL, bebas Kuliah Kerja Nyata (KKN), bebas jurnal internasional bagi mahasiswa pascasarjana, dan tesis atau disertasi bisa diganti buku. Diam di rumah termasuk pengabdian masyarakat (KKN) karena memutus penyebaran corona di tengah masyarakat.

Sebagian kebijakan ini sudah ada payung hukumnya, yaitu Surat Edaran Menteri Agama, SE Dirjen Dikti, dan SE Dirjen Diktis. Kecuali itu mahasiswa juga dibebaskan dari segala biaya, seperti wisuda, peminjaman buku, dan legalisir ijazah. Sampai situasi normal, dimana orang tua bisa bekerja seperti sebelumnya.

Demikianlah putus kuliah bukan soal sepele. Pendidikan memengaruhi kualitas generasi bangsa. Pendidikan merupakan hak setiap warga negara sebagaimana diatur dalam UUD 45 pasal 31. Negara wajib hadir membela mahasiswa yang berpotensi putus kuliah karena pandemi covid-19 ini. Pendidikan tak kalah penting dengan kesehatan. Dana ratusan triliun untuk corona harus dialokasikan untuk Perguruan Tinggi, khususnya UKT mahasiswa.

Sementara itu forum rektor dan guru besar harus segera mencari solusi internal dan eksternal atas kemungkinan putus kuliah yang sebentar lagi menyerbu kampus swasta bahkan kampus negeri. Jangan sampai terlambat seperti kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi ini. Pemerintah terlalu percaya diri dan menganggap ringan virus corona ini. Semoga rektor tidak menganggap ringan kasus putus kuliah. Mungkinkah negara ini zero putus kuliah di tengah atau pascapandemi? Wallahu a'lam bishshawab.

Dr Jejen Musfah MA, Ketua Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: https://kumparan.com/jejen-musfah-ii/mencegah-putus-kuliah-1tuqCdPzuED/full?utm_source=kumApp&utm_campaign=share&shareID=hXCTI4KH3OP5&fbclid=IwAR3dArfwffRudMFYlMHbqzbYX9UyTNEk3lKkZb-f-r7P6PgaSTHusp-roe8. Sabtu, 1 Agustus 2020. (mf)