Menanti Perda Pesantren

Menanti Perda Pesantren

“Oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Umum MUI Kota Depok dan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok

Kita gembira dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Tak hanya itu, dua tahun berikutnya giliran Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren. Perda Pesantren ini diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.

Dalam Perda ini, yang dimaksud dengan Fasilitasi Pesantren adalah fasilitasi sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana penunjang, sarana dan prasarana sumber daya manusia, dan sarana dan prasarana peribadatan. Selain Fasilitasi Pesantren diatur juga soal Rekognisi Pesantren dan Afirmasi Pesantren. Artinya, ketiganya akan diberikan kepada pesantren sesuai aturan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Pasal 48 diungkapkan Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagara (APBN). Sementara Pemerintah Daerah juga membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) baik kabupaten maupun kota berpeluang untuk membuat Perda turunan dari Perda Gubernur pada masing-masing provinsi, seperti Jawa Barat. Dalam konteks ini, misalnya, Perda Pesantren yang dikeluarkan oleh Walikota Depok yang isinya menyangkut penyuluhan, pemberdayaan, dan bantuan untuk pesantren di Kota Depok.

Bagi pesantren, dengan terbitnya payung hukum pesantren secara berlapis mulai dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019, Perda Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota, maka kedudukan pesantren dipandang sama dengan satuan pendidikan formal yang sudah lebih dulu diatur oleh pemerintah pada tingkat pusat maupun daerah. Keuntungan pesantren berlapis-lapis.

Pertama, pesantren diberikan akses dan pengakuan sesuai dengan kapasitas santri. Kedua, peran pesantren dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa diakui. Ketiga, pesantren sebagai institusi yang bervisi keislaman dan keindonesiaan diapresiasi. Inilah yang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 disebut dengan Rekognisi Pesantren yang implementasinya diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub).

Keempat, dengan terbitnya payung hukum berlapis di atas, maka secara berlapis-lapis juga pesantren akan mendapatkan bantuan operasional, bantuan sarana dan prasarana, dan bantuan program dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Kebijakan pemerintah ini selanjutnta disebut dengan Afirmasi Pesantren yang percepatan praksisnya didorong oleh Perpres, Pergub, dan Perwalkot.

Khusus pondok pesantren salafiyah atau pondok pesantren tradisional tentu sangat diuntungkan dengan terbitnya tiga payung hukum pesantren ini. Sebab selama ini pondok pesantren salafiyah agak sulit mendapatkan bantuan ketimbang pesantren yang memiliki sekolah formal baik umum maupun agama. Ke depan pesantren salafiyah berhak mendapat bantuan reguler, bukan hibah dan bansos saja.(sam/mf)