Masuklah ke dalam Surga-Ku  (Obituari untuk Almarhumah Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo)

Masuklah ke dalam Surga-Ku (Obituari untuk Almarhumah Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo)

Oleh Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A.

(Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

إنا لله وإنا إليه راجعون

Telah berpulang ke rahmatullah Almarhumah Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahigo Yanggo,  Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,  di hari Jum'at,  23 Juli 2021 pukul 06.10 di RSUD Banten untuk menemui Sang Khaliq dan meninggalkan kita semua.

Sivitas Akademika UIN  Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh kaum intelektual di Indonesia,  dan bahkan di dunia berduka cita atas wafatnya Prof. Huzaemah Tahido Yanggo.

Beliau adalah pejuang hak perempuan dan hak anak; tokoh pejuang yang tak kenal kalah,  dan guru bagi kita semua yang tak kenal lelah. Beliau adalah ahli hukum Islam yang mumpuni, melalui tulisannya,  melalui kelas di perkuliahannya hampir di seluruh perguruan tinggi Islam di Indonesia.

Ustazah Huzaemah, begitu saya biasa memanggilnya. Bagi saya, beliau adalah guru abadi, karena pernah bertemu di Mesir ketika saya sekolah. Beliau pada tahun 1981 sudah menjadi doktor pertama perempuan dari Indonesia di Al-Azhar, Kairo. Dan ketika itu saya masih SMA di Al-Azhar Kairo, dan sudah terkenal kepakarannya di bidang hukum Islam, perbandingan mazhab, dan kemudian kembali ke Indonesia untuk mengabdi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sosok yang sangat unik,  kelahiran Sulawesi Tengah, yang dengan khas suaranya,  beliau selalu memberikan pesan hukum Islam yang sangat mendalam. Siapa pun yang mendengarnya, pasti yakin bahwa inilah tafsiran yang sahih dari para ulama. Perannya juga besar dalam merumuskan Kompilasi Hukum Islam dan penguatannya hingga diakui di dalam sistem hukum Indonesia dan digunakan oleh para hakim agama di seluruh Indonesia.

Saya pribadi mengenal beliau sudah lama, sejak dari mesir. Tapi kemudian, lebih mengenalnya lagi setelah sama-sama di UIN Jakarta. Saya menjadi dosen di UIN Jakarta sejak tahun 1994, dan sejak itulah saya lebih mengenal lagi karena Ustazah Huzaemah menjadi Ketua Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum, kemudian menjadi Pembantu Dekan Bidang Akademik di Fakultas Syariah.

Selanjutnya, beliau sangat dikenal sebagai ulama perempuan yang hebat, dengan argumentasi hukum dan dengan kepribadiannya yang tak kenal menyerah dalam menyatakan kebenaran dan yang haqq, serta suara hati nurani yang sadar akan keadilan dan kebenaran, Almarhumah menjadi contoh dan teladan bagi kita semua, baik mahasiswa maupun rekan kerja untuk bisa mencontoh sikap dan pandangannya tentang syariat Islam. Keterlibatannya di Dewan Syariah Nasional (DSN), menambah kuat bahwa penerapan syariah dari segi ekonomi Islam di Indonesia makin kuat karena akar pemikiran keadilan dari segi ekonomi Islam sudah ada. Ditambah dengan kemajuan zaman yang menuntut agar hukum ekonomi Islam dikembangkan secara digital, maka beliau adalah salah satu tokohnya.

Alhamdulillah, sosok beliau bagi saya telah mengukuhkan pilihan saya untuk menjadi guru besar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau ketika itu, sedang menjadi Pembantu Dekan Bidang Akademik, dan ketika saya mau mengurus untuk kenaikkan pangkat menjadi guru besar, beliau bertanya, "Ibu Amany, mau tetap di Fakultas Syariah dengan keahlian politik Islam atau mau pindah ke Fakultas Adab dan Humaniora dengan keahlian Sejarah Peradaban Islam?"

Karena di tahun 2005 ketika pengajuan Guru Besar, saya sudah bergelut di bidang hak anak, hak perempuan, menjadi aktivis gender saat itu, maka saya putuskan untuk tetap di Fakultas Syariah dan Hukum. Untuk menjadi Guru Besar di bidang hukum tata negara, syaratnya menurut beliau agar saya menunjukkan karya-karya di bidang tata negara dan juga hukum Islam.

Alhamdulillah, karya tentang poliitik Islam, demokrasi, hak perempuan, dan lainnya sudah banyak terbit dari tulisan saya, ditambah dengan disertasi saya sistem politik dalam sejarah Islam. Untuk itu, jasa beliau besar sekali bagi saya, sehingga menjadi guru besar program studi Hukum Tatanegara (HTN) hingga kini. Keberadaan Ibu Huzaemah di dalam organisasi kemasyarakatan juga sangat monumental, baik itu di Majelis Ulama Indonesia, organisasi nasional, organisasi masyarakat yang membahas permasalahan umat dan bangsa. Ibu Huzaemah bersama saya menjadi dua perempuan yang menjadi Dewan Pimpinan Harian di MUI periode 2015-2020, untuk menjadi Ketua MUI bidang Fatwa, dan saya menjadi Ketua MUI bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga. Saya mulai dengan menjadi Ketua PAW, setelah Almarhumah Ibu Prof. Tuti Alawiyah wafat.

Tentu, sikapnya yang tegas, tutur katanya yang lugas, menjadikan kita cepat paham arah dari hukum Islam, dan arah dari kebijakan MUI dalam menentukan masalah hukum Islam dan masalah kenegaraan. Secara pribadi, kami juga bergabung di organisasi Internasional Muslim Women Union IMWU), yang berpusat di Khartum, Sudan. Beliau sudah menjadi pengurus, sejak cabang ini didirikan di Indonesia pada tahun 2000 atau 1999. Dan cabang ilmiah dari IMWU adalah al-Majlis al-'Alami lil-Alimat al-muslimat atau Majelis Ilmuwan Muslimah Internasional, yang sekarang Ketua Umumnya adalah saya. Beliau adalah termasuk di Dewan Pertimbangan.

Alhamdulillah, dari segi organisasi beliau juga sangat mumpuni, sangat membina, khususnya kepada yunior yang sedang membangun konstalasi pergerakan perempuan, beliau selalu berada di front terdepan,  dan juga selalu tangguh dengan sikapnya yang tidak mendua, dan selalu tulus. Kita semua kehilangan sosok pemimpin perempuan, sosok teladan yang tangguh di bidang hukum Islam. Selama di UIN Jakarta beliau menunjukkan dedikasi yang sangat tinggi. Ketika pensiun di usianya 70 tahun, yaitu 5 tahun lalu, Untuk itu, almarhum menjadi dosen dengan NIDK di Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Di samping itu, kiprahnya juga jelas, sebagai Rektor Insitut Ilmu Al-Quran Jakarta (IIQ). Saya juga sangat dekat dengan beliau melalui kiprah kita sebagai Asesor Badan Akreditasi Perguruan Tinggi, sama-sama di bidang hukum, kita sering kali bertemu dalam pertemuan di BAN PT dan tugas daerah seluruh Indonesia. Kiprahnya juga, sebagai penulis

bukunya tentang hukum Islam, hak perempuan sangat monumental, sudah tidak diragukan lagi tentang kepemimpinan perempuan, legitimasi kepempinan perempuan adalah jasa dari Ibu Huzaemah,  serta ulama lainnya yang memang yakin akan keabsahan kepemimpinan perempuan sebagai kepala negara.

 Dari sini kita belajar banyak, bahwa kepemimpinan perempuan asal dengan syarat yang tepat, maka tidak diragukan lagi. Hal ini diungkap jelas di dalam karyanya Fikih Perempuan Kontemporer. Untuk itu, Ibu Huzaemah berjasa membebaskan perempuan Indonesia di era reformasi, meningkatkan peran perempuan Indonesia secara nasional, dan mencontohkan peran ulama perempuan Indonesia di taraf Internasional. Sebagaimana beliau sering berbicara juga di Majma al-Fiqh al-Islami ad-Duwali.

Saya termasuk koleganya yang sering menemaninya untuk hadir konferensi ke manca negara. Pada tahun 2007 kami menghadiri Konferensi Alumni Universitas Al-Azhar di Kairo bersama Dr. Faizah Ali Syibromalisi; dan tahun 2011 kami ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk menghadiri Kongres International Muslim Women Union (IMWU). Dua tahun berturut-turut kami menghadiri Konferensi Internasional di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Desember 2018 dan 2019 bersama Ibu Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan yang diselenggarakan oleh Forum for Promoting Peace in Muslim Societies.

Sosok Ustazah Huzaemah yang easy going, menjadikan bisa nyaman di mana pun berada dan bila ada tugas, maka Almarhumah selalu dapat memenuhinya. Di akhir Februari 2019 atas undangan dari Menteri Luar Negeri RI, Ibu Retno Marsudi, kami berangkat ke Kabul, Afghanistan. Tujuannya adalah menjalin kerja sama dalam Indonesia-Afghanistan Women’s Network. Kami berlima berangkat ke Kabul, yakni Ibu Menlu, Prof Dr. Harkristuti, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Dr. Rachmawati dari DIY, dan saya Amany Lubis. Ibu Huzaemah Almarhumah tidak membawa baju tebal ke Kabul karena Ustazah Huzaemah berangkat langsung ke Bandara Soekarno Hatta dari menghadiri STQ di Jambi. Padahal cuaca dingin dengan temperatur saat itu antara 2 hingga 6 derajat selsius. Akhirnya, sy pinjamkan baju wool, jaket hitam, dan celana Panjang. Untungnya, Almarhumah selalu pakai syal wool Kashmir yang dapat menghangatkannya.

Tidak disangka pada hari Jum’at minggu keempat di bulan Juli tanggal 23 masih di masa pandemi Covid-19 ini, Almarhumah pergi untuk selamanya. Selamat jalan,  Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Allah meridai Ibu yang shalihah, mukminah, dan ahli Jannah insya Allah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melapangkan kuburnya, dan menerangkan jalannya menuju surga-Nya,  Insya Allah.

Amin Ya Rabbal 'alamin

Ciputat, 25 Juli 2021