Mahasiswa yang Melanggar KEM Akan Dikenai “Surat Tilang”

Mahasiswa yang Melanggar KEM Akan Dikenai “Surat Tilang”

 

[caption id="attachment_13626" align="alignleft" width="300"]Rapat Draf Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Kode Etika Mahasiswa di Wisma Tugu, Kementerian Agama, Bogor, Jawa Barat, pada 7-8 Oktober 2016. (Foto Nanang Syaikhu) Rapat penyusunan draf Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Kode Etika Mahasiswa di Wisma Tugu, Kementerian Agama, Bogor, Jawa Barat, pada 7-8 Oktober 2016. (Foto Nanang Syaikhu)[/caption]

Bogor, BERITA UIN Online– Mahasiswa yang tertangkap basah melakukan pelanggaran Kode Etik Mahasiswa (KEM) akan dikenai “surat tilang” di tempat. Surat peringatan tertulis tersebut diberikan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran sedang hingga berat.

Demikian antara lain beberapa pokok pemikiran yang mengemuka pada rapat pembahasan mengenai penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) atas Keputusan Rektor UIN Jakarta Nomor 469 Tahun 2016 tentang Kode Etik Mahasiswa di Bogor pada 7-8 Oktober 2016. Rapat dihadiri Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof Dr Yusron Razak, Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja Sama Drs Zainal Arifin, MPd, para wakil dekan bidang kemahasiswaan, dan Kepala Bagian Kemahasiswaan Bambang Prihono, SH.

Sebagaimana diketahui, pada 17 Juni 2016 Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 469 Tahun 2016 tentang KEM. Namun, dalam KEM yang memuat 11 bab dan 19 pasal itu tidak disebutkan secara rinci mengenai teknis dan pelaksanaan pemberian sanksinya jika mahasiswa melakukan pelanggaran.

“SK Rektor tentang KEM ini perlu direvisi dan dibuat juklak/juknisnya sehingga peraturan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan jelas,” kata Yusron Razak.

Dalam penyusunan draf juklak/juknis KEM tersebut, setiap jenis pelanggaran harus jelas bagaimana pelaksanaannya di lapangan dan siapa yang akan memberikan sanksi jika mahasiswa melanggar KEM. Beberapa jenis pelanggaran itu ada yang ringan, sedang, dan berat, mulai dari mengeluarkan kata-kata kotor atau tidak sopan hingga perbuatan asusila dan mencuri.

“Jika pelanggaran dalam kategori ringan, pelanggar cukup dikenai teguran lisan. Tetapi jika pelanggarannya masuk kategori sedang dan berat, mereka (mahasiswa, Red) akan dikenai teguran tertulis dalam bentuk surat tilang. Selanjutnya pelanggar akan diproses sesuai tingkat kesalahannya. Sanksinya mulai dari skorsing perkuliahan hingga dikeluarkan dari kampus atau pemecatan secara tidak terhormat,” jelasnya.

Menurut Yusron, pelanggar akan dikenai sanksi yang jelas sesuai jenis pelanggarannya. Namun, dalam prosesnya semua mengacu kepada juklak/juknis sehingga KEM menjadi efektif dilaksanakan. “Pasal-pasal dalam KEM kerap menimbulkan multitafsir, sehingga perlu disusun secara rinci dan jelas bagaimana melaksanakan peraturan tersebut, terutama dalam proses pemberian sanksinya,” imbuhnya.

Pada Bab IV Pasal 5 KEM, terdapat sedikitnya 51 jenis perbuatan atau pelanggaran yang tidak boleh dilakukan mahasiswa UIN Jakarta. Jenis-jenis perbuatan atau pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai ringan, sedang, dan berat.

Yusron berharap, penyusunan juklak/juknis tersebut selanjutnya akan menjadi panduan bagi para “penegak hukum” di lapangan. Mereka adalah unsur karyawan, dosen, serta para pejabat kampus lain, baik di tingkat universitas maupun fakultas dan jurusan. (ns)