Kuliah Umum FU Bahas Konsep Insan Kamil dari Perspektif Filsafat Islam dan Pancasila

Kuliah Umum FU Bahas Konsep Insan Kamil dari Perspektif Filsafat Islam dan Pancasila

Ciputat, BERITA UIN Online-- Fakultas Ushuluddin menggelar kuliah umum daring bertajuk “Manusia Paripurna Perspektif Filsafat Islam dan Filsafat Pancasila”, Selasa (12/05/2020). Kuliah umum menghadirkan narasumber Guru Besar Filsafat Islam UIN Jakarta Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara dan Cendekiawan Dr. Yudi Latif.

Kuliah umum yang diikuti ratusan peserta baik dosen maupun mahasiswa dibuka langsung Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman MA. Dalam sambutan pembukaannya, Dekan mengungkapkan kuliah umum ini diharapkan mempertajam kembali wawasan tentang konsep manusia paripurna dan kontekstualisasinya dalam kehidupan kemanusiaan kini.

“Ini juga untuk terus menjaga tradisi akademik di tengah Pandemik yang memaksa kita melakukan aktifitas di tempat tinggal masing-masing,” katanya.

Sementara itu, Prof Mulyadhi dalam presentasinya menjelaskan bahwa konsep Insan Kamil telah banyak dibahas para tokoh filsafat-tasawuf Islam. Salahsatunya, Abdul Karim ibn Ibrahim ibn Abdul Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili (1365-1424 M), misalnya, menjelaskan konsep ini melalui karyanya Insan Kamil.

Melalui paper presentasinya ‘The Perfect Man (Insan al-Kamil) and the Recovery of Human Dignity: Islam and Contemporary Human Being Condition’, Profesor Mulyadhi menuturkan jika para sufi mengidentifikasi profil manusia sempurna yang disifati oleh karakter mikro-kosmos, makro-kosmos, dan keadaan teomorfis. Dan, untuk mencapai derajat itu, seseorang harus melalui proses “tazkiyyat al-nafs” atau  penyucian jiwa sehingga kualitas-kualitas mulia Yang Ilahi bisa menggantikan kualitas-kualitas manusia.

Proses pensucian jiwa sendiri dilakukan secara ketat di bawah bimbingan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Pada proses ini, seseorang harus mengosongkan diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan mengisi jiwanya dengan perilaku-perilaku baik.

Mulyadhi menambahkan, konsepsi Insan Kamil atau Manusia Paripurna seperti dipaparkan sejumlah filsuf dan sufi dalam tradisi filsafat dan tasawuf Islam bisa diaktualkan oleh setiap individu di masa kini. Aktualisasi ini dilakukan dengan mengaktualkan potensi baik yang terdapat di dalam dirinya masing-masing.

Untuk itu, Mulyadhi sendiri mendefinisikan Insan Kamil sebagai individu yang mau mengenali dan mampu mengaktualkan potensinya sebaik mungkin. “Apa sebetulnya Insan Kamil? Orang yang mampu mengaktualkan potensinya, potensi fisik, imajinasi, rasional, etikal, dan spiritualnya,” katanya.

Untuk bisa mengaktualkan seluruh potensinya, terangnya, setiap individu patut terlebih dulu mengenal potensinya, baik potensi yang bersifat fisik, memori, rasional, etikal, maupun spiritual. “Bagaimana kita bisa mengaktualkan ini dengan mengenal dulu potensinya,” tegasnya.

Profesor Mulyadi menambahkan, setiap individu diberikan potensi berupa potensi fisik, potensi imajinasi, potensi rasional, potesi etikal, dan potensi spiritual. Potensi-potensi ini merupakan modal yang dimiliki manusia dalam meraih keunggulan kemanusiaannya.

Ia mencontohkan para atlet, merupakan manusia-manusia yang mampu mengenali dan mengaktulkan potensi fisiknya. Begitu juga para sastrawan yang mampu menuliskan karya-karya sastra karena mampu mengenali potensi ijaminasinya.

“Para atlet seperti pebasket Michael Jordan atau penulis novel J.K. Rowling adalah manusia-manusia yang mampu mengenali dan mengaktualkan potensinya,” imbuhnya memberi contoh.

Sementara itu, Yudi menjelaskan, Pancasila menempatkan manusia memiliki kodrat mendasar sebagai makhluk dengan sifat-sifat “kehanifan” (kecenderungan pada kebaikan) religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereignitas dan sosialitas. Secara esensial, jelasnya, setiap sila Pancasila mencerminkan suatu perspektif keyakinan akan keutuhan integritas kodrat kemanusiaan itu.

“Kodrat manusia pada dasarnya bisa dikerucutkan ke dalam lima unsur itu, yang satu sama lain saling kait-mengait, saling menyempurnakan,” tuturnya.

Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, manusia membutuhkan kemaslahatan-kebahagiaan hidup bersama (common good). “Dan seluruh sila Pancasila berikut turunan visinya diarahkan untuk kemaslahatan-kebahagiaan hidup bersama atau common good itu,” tandasnya. (z. muttaqin)