Kepalsuan Demi Kuasa

Kepalsuan Demi Kuasa

Polisi menangkap dan memenjarakan pelawak senior Nurul Qomar (NQ) di Mapolres Brebes, Jawa Tengah, karena kasus pemalsuan surat keterangan lulus di UNJ saat melamar sebagai calon rektor Universitas Muhadi Setiabudi (Umus) (24/06/2019). Sebelumnya, NQ terpilih menjadi rektor, dan kemudian mengundurkan diri setelah menjabat beberapa bulan.

Pemalsuan ijazah atau sejenisnya sering terjadi di Indonesia. Digunakan untuk kepentingan beragam, seperti kenaikan pangkat dan jabatan, syarat menjadi calon legislatif, calon pemimpin daerah, dan yang terbaru ini untuk menjadi rektor. Kasusnya ribuan.

Integritas Pribadi

Nurul Qomar bukan orang biasa. Terkenal dan tidak miskin. Dia seorang pelawak dan politisi. Dua kali menjadi anggota DPR. Sepertinya sempurna di mata manusia. Popularitas, jabatan, dan uang sudah diraih. Dia masih ingin atau dipaksa menjadi rektor. Siapa yang tahu.

Di usia senja, seharusnya ia bisa menikmati hasil jerih payahnya. Bertindak di jalan yang lurus. Akan tetapi sebagian manusia memang dikuasai nafsu kuasa. Tidak siap menjadi rakyat biasa karena terbiasa dilayani. Tanpa jabatan dan kedudukan.

Demi kuasa apa pun dilakukan, termasuk memalsukan membuat surat palsu. Setiap orang harus siap pensiun. Memasuki masa istirahat. Menyiapkan diri agar tidak terkena post power sindrom. Kedudukan itu sementara. Ada masanya.

Rektor adalah pimpinan tertinggi di kampus. Kampus didirikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, menemukan kebenaran ilmiah, dan melahirkan ilmuwan yang baik: jujur dan lurus. Tujuan yang sangat mulia tetapi tidak mudah mewujudkannya.

Dengan demikian, rektor adalah simbol kedalaman ilmu pengetahuan, kreativitas, dan keluhuran budi pekerti. Apakah yang bersangkutan memenuhi kriteria tersebut? Meskipun memenuhi misalnya, apakah layak sampai memalsukan surat keterangan lulus?

Raihan kursi rektor dengan menghalalkan segala cara banyak terjadi di republik ini. Faktanya terang-benderang. Tugas penegak hukum untuk membuktikannya. Kementerian membenahi proses pemilihannya. Kecuali itu, paradigma dosen terhadap jabatan harus diubah. Bukan orang yang mencari dan mendatangi jabatan, tetapi jabatan yang mencari dan mendatangi orang.

Integritas Kampus

Ada yang janggal dari kasus ini. Mengapa pengaduan dilakukan setelah NQ mengundurkan diri? Mengapa panitia seleksi tidak bisa mendeteksi surat keterangan lulus palsu? Panitia pemilihan telah lalai dalam seleksi berkas atau mungkin tahu tapi membiarkan. Ketika ada konflik maka dibuka ke publik.

Kasus ini menunjukkan lemahnya pengelolaan kampus. Karena swasta, boleh saja memilih rektor karena alasan keluarga atau kedekatan tertentu tetapi sebaiknya jangan mengabaikan kapasitas dan integritas pribadi. Dia memimpin lembaga pendidikan tinggi yang mencetak calon-calon ilmuwan dan pemimpin di masa depan.

Kualitas seorang rektor akan memengaruhi kualitas dan nuansa akademik, lingkungan, dan kenyamanan dosen, staf, dan mahasiswa. Dia kunci utama keberhasilan kampus. Rektor harus menginspirasi civitas kampus dengan keberhasilan-keberhasilan dirinya dalam bidang akademik. Singkatnya, dia orang yang sukses dalam bidang akademik.

Karena itu, pemilihan rektor harus profesional, serius, dan hati-hati serta sesuai standar. Seleksi yang profesional akan menghasilkan pemimpin yang unggul dan baik, bukan mereka yang tidak kompeten atau cacat integritas, seperti kasus di atas.

Artinya, kampus bertanggung jawab mencari pemimpin yang visioner, kompeten, dan berintegritas. Dengan demikian, ia diharapkan mampu mengantarkan kampus dan prodi-prodi memeroleh nilai akteditasi A, dan masuk dalam 50 atau 100 perguruan tinggi terbaik di Indonesia.

Di tengah tuntutan perguruan tinggi Indonesia masuk level kampus kelas dunia, kita masih sering menemukan kasus-kasus yang believe it or not, seperti pemalsuan surat lulus, pemalsuan ijazah, jual beli jabatan, jual beli ijazah, kuliah di rumah toko, joki ujian masuk perguruan tinggi, dan jual beli kursi sekolah. Semoga ini menjadi perhatian pemerintah, khususnya Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).

Dr Jejen Musfah MA, Ketua Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: PGRI, 7 Juli 2019. (lrf/mf)