Kepala BNPB: Perlu Kesadaran Kolektif untuk Tangani Bencana Alam

Kepala BNPB: Perlu Kesadaran Kolektif untuk Tangani Bencana Alam

Auditorium, BERITA UIN Online – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo mengatakan, sepanjang 10-20 tahun terakhir korban bencana yang diakibatkan oleh alam di dunia jumlahnya telah melampaui korban akibat perang. Karena itu penanganan bencana alam tidak lagi menjadi tanggung jawab satu-dua lembaga melainkan oleh semua pihak terkait, sehingga perlu ada kesadaran kolektif agar semua tahu keadaan bangsa Indonesia.

Doni Monardo mengatakan hal itu saat menyampaikan orasi ilmiah di depan sivitas akademika UIN Jakarta pada acara Wisuda Sarjana ke-115 di Auditorium Harun Nasution, Ahad (23/2/2020). “Tuhan memang telah menciptakan alam yang indah. Namun, di balik keindahan alam itu, Indonesia memiliki sejumlah potensi ancaman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi,” katanya.

Berdasarkan data tahun 2018, korban jiwa akibat bencana di Indonesia telah menduduki peringkat pertama di dunia. Angkanya mencapai 6.240 jiwa dari tujuh bencana yang terjadi, yakni gempa bumi dan tsunami (4.846 jiwa), gempa bumi (577 jiwa), tsunami (453 jiwa), tanah longsor (179 jiwa), puting beliung (36 jiwa), banjir (141 jiwa), kebakaran hutan dan lahan (5 jiwa), dan gelombang pasang/abrasi (3 jiwa).

Lalu pada tahun 2004, korban jiwa di Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia. Hal ini disebabkan dengan adanya peristiwa tsunami di Aceh yang menelan korban ratusan ribu jiwa.

Menurut Doni, tren bencana di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan secara signifikan. Tren yang meningkat misalnya dapat dilihat antara tahun 1998 hingga 2019, baik yang diakibatkan oleh faktor hindrometeorologi maupun geologi. Di antara kedua faktor tadi, faktor hidrometeorologi seperti kekeringan dan kebakaran hutan atau abrasi (gelombang pasang) trennya bahkan lebih tinggi, yakni mencapai 98 persen. Sedangkan faktor geologi, seperti gempa bumi dan letusan gunung merapi, hanya menunjukkan angka 2 persen.

“Meskipun faktor geologi atau vulkanologi angkanya kecil, namun korban jiwa yang ditimbulkannya justru berbanding terbalik,” jelas Doni yang menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Strategi Sistematis Berbasis Budaya, Masyarakat dan Inovasi dalam Menghadapi Bencana”.

Oleh karena itu Doni mengimbau kepada masyarakat agar mengetahui mengenai potensi ancaman bencana yang ada di Indonesia, mulai dari ujung barat di Sumatera hingga ke ujung timur di Papua. Indonesia memiliki resiko ancaman yang berbeda. Dengan demikian perlu ada kesadaran kolektif dengan, misalnya, meningkatkan budaya bencana agar korban jiwa dan harta benda dapat dikurangi.

Doni mengingatkan agar dalam meningkatkan kesadaran terhadap potensi bencana tersebut setiap orang diminta untuk menjaga lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Sebagai bangsa mayoritas Muslim, ia juga meminta agar umat Islam, khususnya kalangan sivitas akademika UIN Jakarta, tak hanya menjaga hubungan dengan Allah (hablumminallah) dan dengan manusia (hablumminannas) tetapi juga sekaligus hubungan dengan alam (hablumminal alam).

“Jika kita mampu menjaga alam, insya Allah alam juga akan menjaga kita,” tandasnya. (ns)