Kekuasaan Budak Hitam

Kekuasaan Budak Hitam

oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam kitab Futuhat al-Madaniyah, Syaikh Nawawi Banten menuliskan satu cerita tentang kekuasaan budak hitam. Cerita itu awali dari seorang Nasrani yang beranjangsana ke suatu negeri muslim. Saat ia berjalan-jalan, tiba-tiba ada kelompok orang berjalan secara tergesa-gesa dari berbagai penjuru. Lantas, salah seorang di antara mereka yang dikelilingi oleh massa dengan keras berseru, “Sultan yang ditunggu-tunggu sudah datang”. Terdorong rasa ingi tahu, seorang Nasrani itu mendekat dan berusaha untuk menyaksikan sultan yang dikatakan sudah berkunjung tadi. Nasrani itu tersentak, ternyata sang sultan yang dinanti kehadirannya dan disambut dengan gegap-gempita oleh rakyatnya adalah seorang berkulit hitam. Bahkan, menurut cerita awalnya sultan itu adalah seorang budak milik salah seorang di antara mereka yang telah dimerdekakan dan dijadikan sultan. Sultan itu tak hanya mantan budak yang berkulit hitam, tapi yang membuat Nasrani tadi terbelalak adalah ia buruk rupa dan beberapa anggota tubuhnya tak utuh lagi. Namun, ia begitu ditaati. Tentang hal ini, Nabi SAW berwasiat, “Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, tetaplah mendengar dan mentaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam…“ (HR. Ahmad). Dalam hadits Imam Bukhari, Nabi SAW mewanti-wanti, “Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku. Barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku”. Jadi, bagi kaum muslim taat kepada kekuasaan budak hitam adalah bagian dari taat kepada Nabi SAW. Melihat ajaran Islam yang egaliter dan menjunjung tinggi kekuasaan bukan berdasarkan suku, bangsa, serta ras tertentu, Nasrani itu masuk Islam. Syaikh Nawawi Banten mengutip ikrar itu, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya. Dia senantiasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. Inilah yang dimaksud bahwa agama itu adalah nasihat dan hidayah bagi siapa saja.

Usai mengucapkan syahadat, Nasrani itu ditanya, “Apa yang menggugah hatimu untuk masuk Islam dan mengesakan Allah SWT?” Nasrani itu Menjawab, “Kekuasaan budak hitam itu. Di tempat lain, aku melihat kekuasaan diperebutkan oleh dua orang yang tak mau mengalah. Mereka bersengketa hanya karena sebuah kekuasaan dunia. Padahal yang bersengketa sama-sama orang terpandang, berilmu, dan pemuka agama”.

Ia melanjutkan, “Kini aku meyakini Allah Maha Esa. Allah memberi keputusan sesuai ilmu-Nya. Sesuai yang dikehendaki-Nya. Bagaimanapun caranya. Seorang hamba hanya bisa menerima. Tidak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah”. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian berambisi terhadap jabatan kepemimpinan, padahal pada hari kiamat kelak hal itu akan menjadi penyesalan” (HR. Bukhari).

Nabi SAW menawarkan, “Jika kalian mau, aku beritahu apakah kepemimpinan itu? Awalnya adalah celaan. Yang kedua adalah penyesalan. Yang ketiga adalah azab pada hari kiamat kecuali bagi orang yang berlaku adil” (HR. Thabrani). Dalam kitab Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani berseloroh, “Barangsiapa yang mencari kekuasaan dengan sangat tamak, maka ia tidak ditolong oleh Allah”. Terakhir, untuk menutup pembahasan ini Syaikh Nawawi Banten mengutip sebuah hadits Nabi SAW, “Jika para penguasa berbuat zalim, ada balasan (kebaikan) buat kalian dan ada balasan (keburukan) untuk mereka. Jika mereka berbuat adil, ada balasan (kebaikan) untuk kalian dan untuk mereka. Sungguh, Allah mengatur dengan kekuasaan apa yang tidak diatur dengan al-Qur’an”.*(sam/mf)