Kejutan dari Gurun Pasir

Kejutan dari Gurun Pasir

GURUN pasir biasanya identik dengan wilayah gersang yang tak berpeng­huni. Kalaupun ada penghuninya­ hanyalah manusia-manusia yang terhempas dari kekuatan manusia perkotaan, hidupnya sangat bersahaja, dan kita sulit membayangkan akan lahirnya sebuah peradaban.

Demikian pula halnya jazirah Arab, sebuah hamparan gurun pasir kering yang terbentang di atas tanah 3.000 x 2.000 km.

Dua kekuatan adidaya yang menga­pitnya, yaitu Rumawi Bizantium di Barat dan Persia di Timur sama sekali tidak pernah tergiur untuk mengua­sainya karena tidak ada sesuatu yang menarik.

Selain tanahnya yang tandus dan kering, penduduknya pun tidak menunjukkan kelebihan apa-apa. Penghuni jazirah Arab tidak lebih hanya kabilah-kabilah yang sering kelaparan dan selalu dibayangi perang antarkabilah yang dipicu oleh wadi (oase).

Siapa yang menyangka, justru di tengah gurun pasir yang tandus ini lahir sosok figur bernama Muhammad ibn Abdullah yang kemudian dilantik menjadi Nabi dan Rasul, mampu membuat kejutan luar bia­sa.

Tidak saja mengangkat pamor jazirah Arab, tetapi mampu menaklukkan kedua adidaya di sekitarnya dalam waktu yang relatif singkat.

Pakar sejarah mengungkapkan tak seorang pun manusia yang pernah lahir mampu menyaksikan ajaran yang dibawanya mencakupi separuh belahan dunia semasa perintisnya masih hidup selain Nabi Muhammad SAW.

Kejutan dari gurun pasir ini menandai terjadinya babak baru dunia kemanusiaa. Dunia berutang budi kepada peradaban Islam yang dirintis oleh Nabi Muhammad SAW.

Dengan berbekal seperangkat wahyu yang diterimanya dari Tuhan dalam abad keenam betul-betul mengubah jalannya sejarah kemanusiaan.

Jazirah Arab tempat persemaian awal Islam sama sekali tidak diperhitungkan sebelumnya oleh pusat-pusat adidaya pada zamannya.

Ternyata kejutan yang dilakukan oleh seorang anak yatim bernama Nabi Muhammad SAW.

Ia sepintas terlahir sebagai manusia biasa dari keluarga yang biasa-biasa. Namun, sepak terjangnya betul-betul menakjubkan. Meskipun hidupnya termasuk singkat, ia berhasil menancapkan peradaban Islam yang betul-betul fantastis.

Paruh pertama kehidupannya dihabiskan di Mekah dan paruh kedua dihabiskan di Madinah.

Pertama kali ia menerima ajaran Islam di Mekah yang ditandai turunnya Alquran berisi ajaran-ajaran akidah.

Paruh kedua hidupnya dihabiskan di Madinah setelah beliau betul-betul matang secara biologis dan psikologis.

Popularitas dan pengaruh Nabi Muhammad semakin tak terbendung. Bukan hanya ia sebagai nabi dan rasul, melainkan juga sebagai tokoh politik yang memiliki pengaruh sedemikian kuat.

Tiga tahun setelah wafat, para khalifah yang menggantikannya terus mengembangkan ajaran Islam.

Dunia Islam terus-menerus menampakkan pengaruhnya semakin kuat. Bahkan kekuatan para sahabat sudah mampu mengontrol dua kekuatan adidaya, Romawi-Bizantium di Barat dan Persia di Timur.

Kota-kota penting yang berhasil diduduki oleh Umar sebagai khalifah kedua sudah sampai ke Suriah, Irak, Jerusalem dalam tahun 637, dan Mesir (642), Asia Tengah, dan sebelah barat Afrika (670). Tidak cukup 15 tahun berikutnya satu per satu negara-negara barat direbut, seperti Spanyol, Persia, dan India.

Belum cukup seabad Islam sudah menguasai Timur Tengah, Afrika Utara, dan sebagian Eropa, dari sebuah kota bernama Timbuktu, Afrika, sampai Mindanao, Filipina.

Kehadiran Islam mengubah total gaya hidup bangsa-bangsa di berbagai belahan dunia.

Perubahan gaya hidup itu dapat dilihat dengan nyata bahasa Arab yang tadinya tidak populer menjadi bahasa internasional terpenting karena Alquran dan hadis menggunakan bahasa Arab. Islam sebagai agama juga mengalami ­perkembangan yang sangat ­menakjubkan.

Dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat penting untuk dicatat bahwa filsafat dan perkembangan sains dan teknologi semenjak permulaan Islam terus berkembang secara luar biasa.

Perkembangan sains dan teknologi yang melekat di dalam ajaran Islam ikut melahirkan wajah baru dalam tradisi keilmuan.

Kemajuan yang amat luar biasa dicapai di dalam bidang matematika, kedokteran, astronomi, apotek, seni musik, olahraga, sosial-budaya, politik, dan peradaban lainnya.

Nasaruddin Umar

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta dan Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta

Artikel ini telah dimuat pada rubrik Renungan Ramadhan, harian Media Indonesia, edisi Minggu, 05 Mei 2019. (lrf)