Kalau Bisa Online, Mengapa Harus Antre?

Kalau Bisa Online, Mengapa Harus Antre?

Reporter: Nina Rahayu dan Hanifudin Mahfuds

SIANG itu, suasana di Gedung Akademik lantai dasar UIN Jakarta lain dari biasanya. Meski udara di luar terasa amat panas, bangunan berlantai tiga itu disesaki ratusan mahasiswa. Bukan untuk berteduh dari sengatan matahari, sebab di dalam justru terasa lebih panas, tapi mereka tengah menunggu giliran mengisi kartu rencana studi atau KRS semester ganjil.

Di lantai dasar gedung yang sehari-hari lengang itu, antrean mahasiswa tertuju pada sebuah ruangan berukuran 8 x 3 meter persegi, yang terletak di sudut kanan dari pintu masuk. Ruangan itu memiliki dua pintu yang saling berlawanan. Dinding tengahnya terbuat dari kaca, sehingga dari luar tampak jelas isinya, belasan unit komputer. Tentu saja, siang itu komputer-komputer itulah yang ditunggu mahasiswa untuk mengisi KRS secara online.

Online? Ya, sejak tiga tahun terakhir pelayanan administrasi mahasiswa UIN Jakarta memang telah bertransformasi dari sistem manual ke online. Dengan sistem ini mestinya mahasiswa tak harus mengantri di satu tempat (kampus), sebab mereka dapat melakukannya di komputer manapun selama terhubung ke jaringan internet. "Mahasiswa yang tengah berlibur di kampung halamannya tak perlu datang ke kampus, mereka bisa mengisi KRS  dari Wanet yang ada di kampungnya," kata Kepala Biro PKSI Drs Abdul Malik MM beberapa waktu lalu.

Caranya, cukup dengan membuka website https://simperti.uinjkt.ac.id/ kita sudah bisa masuk ke halaman muka Sistem Informasi Akademik (Simak) UIN Jakarta. Langkah selanjutnya mengisi ID Pengguna dan Kata Kunci. ID Pengguna berupa nomor induk mahasiswa (NIM) dan kata kuncinya pun sama, tapi bisa diubah sesuka pengguna. Setelah masuk kita bisa memilih untuk mengisi KRS atau melihat nilai yang telah dimasukkan. Mudah bukan?

Lantas mengapa masih banyak mahasiswa yang rela mengantre berjam-jam? Lukmanul Hakim, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi mengaku harus mengantre di kampus lantaran belum membayar SPP. "Sebenarnya saya juga tau, mengisi KRS bisa di mana pun, tapi saya belum bayar SPP, jadi sekalian," tegasnya. Lagi pula, lanjut Lukman, di Warnet seringkali susah masuk ke Simperti, mungkin karena terlalu penuh jaringannya.

Analog dengan Lukman, Irvan juga mengalami hal serupa. Sebelum ikut mengantri di Gedung Akademik, ia telah mencoba di salah satu Warnet samping kampus, tapi apa lacur, halaman Simperti tak tampil. Pesan yang muncul: "The requested URL could not be retrieved". Irvan pun tak mau ambil pusing, ia berbaur bersama ratusan mahasiswa lainnya di Gedung Akademik lantai dasar untuk mengisi KRS dari komputer yang disediakan kampus. "Mau nggak mau saya harus mengisi dari kampus, daripada saya terlambat," tukasnya.

Tapi, tak semua demikian, sebab Saumi Riskiyanto, mahasiswa Perbankan Syariah yang kini tengah mengikuti Kuliah Kerja Nyata/Sosial (KKN/S) di Kelurahan Cisauk, Tangerang, mengaku bisa mengisi KRS secara online dari Warnet setempat. ”Nggak ada masalah tuh, lancar-lancar saja,” katanya ketika dihubungi UINJKT Online, Kamis (14/8) lalu.

Sulitnya mengakses website Simperti, bisa disebabkan beberapa hal. Menurut Kepala Sub Bagian Sistem Informasi Ahmad Sulhi Chotib, hal itu dapat disebabkan karena jaringan terlalu sibuk, sebab dalam waktu bersamaan ratusan orang mengaksesnya. Selain itu, mahasiswa juga seringkali lupa kata kunci masing-masing. ”Mereka kurang care dengan password (kata kunci), sehingga seringkali tidak bisa masuk,” jelasnya.

Tapi, di atas itu semua, tentu saja mahasiswa, baru bisa mengakses Simperti setelah mereka melunasi biaya kuliah. Setelah mendapat validasi dari bank, baru yang bersangkutan bisa mengisi KRS. Tapi, sayangnya soal validasi inilah yang mengganggu beberapa mahasiswa ketika ditemui di tengah pengisian KRS di Gedung Akademik lantai dasar, Senin (4/8) lalu.

Contohnya dialami Mutia Sari, mahasiswi semester V Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Meski telah menunggu berjam-jam, namun ketika tiba gilirannya dia tidak bisa masuk ke Simperti, padahal dia telah  melunasi biaya kuliah. Ia berharap ke depan akan lebih baik. "Ya, saya sudah mengantre sejak tadi pagi dan saya berharap proses pengisian KRS dapat diselesaikan dengan baik," ujarnya sambil mengusap peluh di dahinya.

Menurut Sulhi masalah validasi terjadi karena kurangnya kerja sama bank dan kampus. "Ya, masalah validasi ini dikarenakan kurangnya kerja sama antara pihak universitas dengan bank, sehingga ada beberapa data pembayaran dari mahasiswa yang kurang lengkap," tuturnya kepada UINJKT Online di ruang kerjanya Gedung Rektorat lantai satu.

Perubahan sistem pelayanan administrasi dari manual menuju online dimaksudkan untuk makin mempertinggi efisiensi dan efektivitas pelayanan. Namun, realisasi harapan luhur itu masih perlu waktu panjang. Diyakini, kini hampir semua mahasiswa UIN Jakarta telah melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Mereka mengenal ATM dan juga internet. Tapi yang lebih penting dari soal teknis itu adalah perubahan mindset sivitas akademika.

Selama ini universitas telah menyediakan sistem pembayaran biaya kuliah melaui autodebet dari bank, namun masih banyak mahasiswa yang tidak mengikutinya. Mereka masih mengikuti cara konvensional yang hingga kini juga masih disediakan kampus di Gedung Akademik lantai dasar. Padahal, jika mempertimbangkan efisiensi tentu pilihannya adalah autodebet.

Di samping itu, disediakannya fasilitas pengisian KRS Online juga belum mengubah cara mahasiswa dalam berhubungan dengan administrasi. Padahal dengan menggunakan sistem online waktu dan biaya akan lebih efisien. Lantas, kalau sudah bisa online mengapa harus mengantre? [Nif/Ed]