Jujur dalam Pengelolaan Zakat

Jujur dalam Pengelolaan Zakat

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda, yang artinya, “Hendaklah kamu berlaku jujur, karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan senantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur, sehingga dia tercatat di sisi Allah SWT sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta, sehingga dia dicatat di sisi Allah SWT sebagai pendusta.” (HR Muslim)

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) adalah lembaga resmi dan lembaga pemerintahan non struktural yang bertanggungjawab mengelola zakat secara nasional. Ada tiga spirit (ghirah) yang mendasari Baznas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Pertama, spirit agama (ghirah al-diniyah) karena zakat (membayar zakat) merupakan salah satu rukun Islam yang begitu banyak disebutkan dan dijelaskan dalam ayat-ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW.

Kedua, spirit kenegaraan (ghirah al-wathaniyah), karena tugas mengelola zakat tersebut diatur dan ditetapkan dalam peraturan perundangan negara, seperti UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan ketiga adalah spirit kemanusiaan (ghirah al-insaniyah) karena fungsi utama zakat adalah mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat Islam.

Kata kunci dalam menjalakan tugas dan fungsi serta spirit tersebut adalah jujur. Jujur itu bisa dimaknai apa adanya, bukan ada apanya. Artinya, bahwa zakat itu harus dikelola sesuai dengan seharusnya, benar, transparan, akuntabel, terukur, sistematis, tepat sasaran dan waktu.

Sebaliknya, dana zakat tidak boleh dikelola dengan latar belakang dan pertimbangan tertentu yang tidak sejalan dan menyalahi maksud dan tujuan dana zakat dikelola.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim di atas, mengerjakan dan mengingatkan kepada pengelola zakat bahwa zakat harus dikelola secara jujur, sehingga Baznas mendapatkan kepercayan buka saja oleh muzakki, tapi juga oleh masyarakat secara luas, dibenarkan oleh ajaran agama tidak menyalahi aturan perundangan dan lebih jauh dari itu adalah upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat dapat tercapai.

Kejujuran akan mendorong dan memotivasi kita untuk selalu berkata, berlaku, bertindak, berbudaya, dan berorganisasi yang baik dan yang terbaik. Sebaliknya, kebohongan itu akan mengantarkan kita memiliki karakter buruk dan pasti akan menimbulkan kemudharatan, baik bagi dirinya, orang lain, maupun organisasi.

Prof Dr Munzier Suparta MA, Guru Besar Pendidikan Agama Islam Prodi Magister Pengkajian Islam FITK dan Anggota Baznas. Sumber: Republika, Senin, 27 Januari 2020. (lrf/mf)