Islam Nusantara Berkemajuan di Jerman (3)

Islam Nusantara Berkemajuan di Jerman (3)

Percakapan tentang Islam Wasathiyah Indonesia tidak hanya terselenggara di Berlin. Perbincangan juga berlangsung di Universitas Osnabruck, kota kecil di bagian Tengah-Barat Jerman- dekat perbatasan dengan Belanda -yang memerlukan perjalanan kereta api kecepatan sedang sekitar tiga jam lebih dari Berlin (30/10/2018).

Mengapa Universitas Osnabruck? Dubes RI untuk Jerman Anef Havas Oegreseno mengetahui universitas memiliki lnstitut for Islamische Theologie yang dibangun dalam rangka mengembangkan pemahaman keislaman Wasathiyah di Jerman.

Bertemu dengan Martin Mahmud Kellner, mualaf asli Jerman sejak sekitar 20 tahun lalu, kunjungan dan percakapan di lnsntut Teologi Islam Universitas Osnabruck mencerminkan beberapa hal. Pertama, pendirian institut menunjukkan keseriusan Pemerintah Jerman dalam indigenisasi dan kontekstualisasi Islam di bumi Jerman. Dan, kedua, memperlihatkan perungkatan minat di kalangan generasi muda negara ini untuk mempertajam Islam secara lebih baik.

lnstitut Teologi Islam Universitas Osnabruck didirikan Pemerintah Jerman pada November 2012 melalui kerja sama dengan universitas. Pada waktu bersamaan juga didirikan Pusat Kajian Islam Universitas Munster. Pembentukan kedua lnstitut dan Pusat Kajian Islam terlaksana berkat rekomendasi Wissenschaftsrat (Dewan llmu Pengetahuan, badan penasihat pengembangan pendidikan tinggi dan riset, Jerman, pada 2010. Pada waktu itu, dewan ini merekomendasikan pembentukan empat lembaga atau pusat kajian Islam di universitas Jerman.

Selain kedua lembaga ini, di Jerman lebih dulu telah didirikan institut serupa di Universitas Tubingen, Frankfurt-Geiesen, dan Erlangen-Nuremberg. Kini berjumlah lima lembaga, Pemerintah Jerman menduduki posisi terdepan di Eropa dalam mengembangkan institut semacam itu.

Apa tujuan pembentukan lnstitut Teologi dan Pusat Kajian Islam dan lembaga lain serupa di uirversitas Jerman? Pertama-tama untuk meningkatkan dialog intra dan antaragama guna menumbuhkan saling pengertian di antara komunitas beragama berbeda; kedua, secara khusus, untuk menyiapkan guru agama Islam. Dalam beberapa tahun ke depan, sekolah-sekolah Jerman memerlukan setidaknya 2.000 guru agama Islam untuk memegang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi sekitar 70 ribu pelajar Muslim Jerman.

Selain itu, lnstitut Teologi Islam Universitas Osnabruck juga bertujuan menyiapkan para imam, dai, dan pemimpin komunitas Muslim yang tidak hanya memahami Islam dengan baik, tetapi juga memiliki kecintaan kepada tanah air Jerman.

Untuk membangun kecakapan seperti itu, lnstitut Teologi Islam menggunakan pendekatan multi dan interdisiplin. Proses pembelajaran dan aset tidak hanya melibatkan pendekatan normatif teologis Islam, tapi juga sosiologi, antropologi, pendidikan, sejarah peradaban, dan ilmu relevan lainnya.

Dengan tujuan seperti itu, komunitas Muslim Jerman yang berjumlah antara empat sampai enam juta jiwa menyambut antusias pendirian lnstitut Teologi Islam Universitas Osnabruck dan Pusat Kajian Islam Universitas Munster. Menteri Pendidikan Tinggi dan Riset Federal Jerman, Annette Schavan dalam peresmian kedua lembaga ini menyatakan, dengan menyediakan dana cukup besar (25,5 juta dolar AS) untuk lembaga-lembaga ini, Pemerintah Jerman ingin masyarakat Muslim merasa berada di rumah sendiri bukan sebagai warga asing.

Generasi muda mahasiswa Muslim Jerman sendiri antusias belajar Islam di lembaga-lembaga kajian dan pembelajaran Islam ini. lnstitut Teologi Islam Universitas Osnabruck untuk tahun pertama menerima 140 mahasiswa/i. Minat terus meningkat, sehingga perlu seleksi. Mahmud Kellner, wakil direktur Bidang Pembelajaran, mengungkapkan kesulitan mendapatkan dosen Muslim yang tidak hanya pakar dalam ilmu-ilmu Islam, tetapi juga dalam sosiologi, budaya, dan politik Jerman. "Karena itulah kita terpaksa membatasi jumlah penerimaan mahasiswa-mahasiswi," kata dia mengungkapkan.

Mahmud Martin Kellner, yang memiliki gelar PhD dalam bidang Islam dan Kedokteran lancar berbahasa Arab karena menempuh pendidikan menengah dan tinggi di berbagai lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Damaskus. Selain Itu, dia berguru dengan berbagai syekh, sehingga mahir tidak hanya dalam bahasa Arab, tetapi juga pakar dalam berbagai bidang keilmuan Islam, seperti Usuluddin, Aqidah dan Muamalah, Akhlak, dan Tajwid Alquran.

Dengan ilmunya yang lengkap, Ustaz Mahmud Kellner juga mengelola Madrasah Ahl al-Sunnah juga disebut sebagai lnstitut Kordoba yang memiliki fasilitas halaqah di kampus Universitas Osnabruck. Menyampaikan ceramah tentang tradisi Ahl al-Sunnah wal al-Jamaah Indonesia di halaqah Ustaz Mahmud Kellner, penulis Resonansi ini menemukan jamaah, baik mahasiswa maupun mahasiswi yang antusias. Mereka sangat tertarik dengan Islam Wasathiyah Indonesia yang selain mengikuti teologi Asy’ariyah-Maturidiyah dan mazhab fiqh Imam Syafi'i, juga tasawuf al-Ghazali yang bagi mereka sangat penting untuk menghadapi era disrupsi di Eropa. (mf)

Prof Dr Azyumardi Azra MA, Guru Besar Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: Koran Republika, Kamis, 22 November 2018.