Integrasi Keilmuan di UIN Jakarta Dilakukan Melalui Konsorsium

Integrasi Keilmuan di UIN Jakarta Dilakukan Melalui Konsorsium

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Upaya mengintegrasikan keilmuan antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum di UIN Jakarta sudah dilakukan sejak lama. Upaya itu integrasi ilmu itu di antaranya dilakukan melalui konsorsium keilmuan para ahli hingga menghasilkan banyak buku ajar. Hal itu sangat membantu bagi para dosen dan mahasiswa dalam memahami Islam dan sains secara utuh.

Demikian dikatakan Rektor UIN Jakarta Amany Lubis saat membuika Webina Nasional “Peluang Integrasi Keilmuan di Era Disrupsi” yang digelar dalan rangka perayaan Milad ke-63 UIN Jakarta, Rabu (1/7/2020).

Webinar diisi oleh narasumber mantan Rektor UIN Malang Imam Suprayogo, mantan Rektor UIN Yogyakarta Amin Abdullah, dan guru besar Fakultas Ushuludin UIN Jakarta Mulyadhi Kartanegara. Webinar dihadiri oleh para akademisi dari perguruan tinggi keagamaan Islam dan umum serta dipandu Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta Muhammad Zuhdi.

Rektor Amany Lubis menjelaskan, dalam upaya mengingetrasikan keilmuan tersebut UIN Jakarta juga memiliki mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan. Mata kuliah tersebut diajarkan oleh para guru besar yang sudah berpengalaman dan disebar ke seluruh fakultas.

“Para guru besar juga mampu menerjemahkan berbagai kasus dan fenomena ke dalam bahasa agama dan sains,” katanya.

Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan, kata Rektor,  memberi ciri khas bagi universitas tentang implementasi integrasi keilmuan mengenai kebenaran agama yang dapat dilihat sebagai suatu yang objektif dan subjektif.

“Dikatakan objektif karena dapat dibuktikan secara empiris dan historis. Sedangkan subjektif karena mengakui bahwa agama dari Allah yang kita yakini,” jelasnya.

Di sisi lain, Rektor Amany Lubis menjelaskan bahwa konsep integrasi keilmuan di UIN Jakarta memiliki beberapa karakteristik. Pertama, humanisme, yaitu menggali potensi insani, imani, dan alamiah serta meyakini humanisasi secara evolusi (ilmu sosial dan alam profetik. Kedua, internalisasi, yaitu mengembangkan iman dan intelektualitas secara multidisipliner dengan mengembangkan filsafat ilmu dalam tiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ketiga, two-way traffic, yaitu menjelaskan hubungan ilmu pengetahuan dan agama serta pemberian dalil keagamaan pada sains serta argumentasi ilmiah pada hal-hal terkait ajaran agama.

Keempat, tafsir ilmi bagi nash, yaitu dengan cara memanfaatkan revolusi ilmiah yang ada di tiap zaman dan tetap memegang teguh prinsip penafsiran yang benar serta disepakati para ulama dan intelektual.

Kelima, wasathiyah dalam ajaran Islam, yaitu diterapkan untuk bidang pendidikan secara open-minded dengan menggabung aspek keislaman, keindonesiaan, kemasyarakatan, dan kealaman. Kemudian, keenam, tradisi Ilmiah dikuatkanm yaitu untuk pengembangan ilmu dan teknologi serta daya saing di segala bidang ilmu dan profesi.

“Beberapa karakteristik tersebut adalah untuk memotivasi penemuan dan inovasi bagi kemaslahatan umat manusia,” ujarnya. (ns)