HIJRAH ALA IBRAHIM BIN ADHAM

HIJRAH ALA IBRAHIM BIN ADHAM

oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diungkap kembali oleh Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad tentang Ibrahim bin Adham yang melakukan hijrah.

Pada mulanya, ia adalah seorang sultan di negerinya. Namun ia lebih memilih beribadah dan meninggalkan kekuasaan. Ia mengembara ke berbagai kota termasuk ke Mekah.

Menurut Imam al-Qusyairi dalam Risalah al-Qusyairiyah, nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Manshur. Ia termasuk anak seorang raja di daerah Balkan.

Diceritakan pada suatu hari ia pergi berburu dan berhasil mengikuti jejak seekor kelinci. Namun pada saat ia sedang membidiknya, ia mendengar suara tanpa rupa berseru kepadanya, "Hai Ibrahim, untuk inikah kamu diciptakan dan untuk inikah kamu diperintahkan?"

Tak sampai di situ, muncul lagi suara tanpa rupa itu dari pelana kuda yang ia duduki, "Demi Allah, bukan untuk ini kamu diciptakan dan bukan untuk ini kamu diperintahkan"

Sesampai di rumah, ia menemui penggembala yang bekerja buat ayahnya lalu ia menukar pakaiannya dengan pakaian penggembala yang terbuat dari bulu domba kasar. Kepada penggembala itu, ia menyerahkan kudanya dan segala yang dimilikinya.

Lalu Ibrahim bin Adham berkelana menelusuri pedalaman dan berpindah-pindah. Langkahnya menyampaikan ia di Mekah. Di kota itu ia bersahabat dengan Sufyan Tsauri dan Fudhail bin Iyad. Keduanya adalah sufi terkenal.

Selama masa "hijrah", Ibrahim bin Adham tidak makan kecuali dari apa yang dikerjakannya sendiri dengan memanen hasil tanamannya di kebun. Menurut Syaikh Nawawi Banten, ia meninggal di Syiria.

Imam Ibnu Hajar Asqalani dalam al-Munabbihat menceritakan bahwa satu hari Ibrahim bin Adham ditanya, "Apa yang membuat kamu sampai pada maqam zuhud terhadap dunia?"

Ia menjawab, "Dengan tiga hal. Pertama, aku melihat kuburan itu sangat menakutkan sedangkan tidak memiliki amal yang membuat aku nyaman.

Kedua, aku melihat perjalanan menuju akhirat itu begitu panjang sedangkan aku tidak memiliki bekal. Ketiga, aku meyakini Allah Maha Pemaksa sementara aku tidak memiliki argumentasi apa-apa pada saat menjumpai-Nya".(sam/mf)