Harapan pada Gerakan Zakat

Harapan pada Gerakan Zakat

Oleh AMELIA FAUZIA, Peneliti Filantropi Islam dan Direktur STF UIN JakartaNANA SUDIANA, Sekjen Forum Zakat dan Direksi IZI

Di tengah pandemi Covid-19, posisi zakat semakin mengemuka. Bukan hanya karena masa pandemi ini masuk pada Ramadhan yang lekat dengan bulan suci bagi umat Islam serta praktik zakat, melainkan juga karena tingginya harapan bahwa zakat bisa menjadi bagian dari solusi.

Pandemi, awalnya hanya berdampak pada sektor kesehatan, kini berimbas pada sektor pendidikan, sosial, ekonomi, dan semua aspek kehidupan. Indonesia tidak sendirian. Sekitar 181 negara berjuang melawan pandemi ini. Termasuk di negara dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim.

Bisakah gerakan zakat menjawab harapan di atas? Munculnya harapan bahwa zakat dapat menjadi solusi saat bencana setidaknya mengakar pada tiga hal.

Pertama, faktor sejarah panjang kontribusi zakat itu sendiri, sejak negara ini belum merdeka sampai saat ini. Praktik zakat dan filantropi Islam sudah dilakukan sejak komunitas Muslim kuat di nusantara dan momentumnya abad ke-19, termasuk masa reformasi.

Zakat dan filantropi Islam telah menopang madrasah, pesantren, masjid, klinik, panti yatim, rumah jompo, rumah sakit, kegiatan sosial dan keagamaan sehingga menjadi monumen kedermawanan masyarakat. Bahkan, pesawat pertama republik ini juga hasil donasi dari masyarakat Aceh!

Kedua, lembaga zakat memiliki daya bertahan dan beradaptasi yang tinggi. Lahir dari kondisi krisis, bencana, kekurangan, tapi punya kepedulian membantu orang lain sehingga secara alami lembaga ini memiliki imunitas untuk terus bertahan.

Bahkan, adaptasi mereka terhadap beragam kesulitan justru melahirkan inovasi dan kreativitas. Misalnya, pada akhir 2019, baru 75 persen dari 143 anggota Forum Zakat (FOZ)  yang bersiap memasuki dunia digital.

Kini, Covid-19 mendorong atau bahkan memaksa semua lembaga menggunakan teknologi digital untuk koordinasi, pelatihan, rapat forum, bahkan untuk penghimpunan, pendayagunaan ataupun untuk pengelolaan keuangan organisasi.

Ketiga, dunia zakat ini lekat dengan sinergi dan kolaborasi. Tantangan Covid-19 kian menyatukan gerakan zakat. Sehari setelah pengumuman adanya warga Indonesia yang terpapar Covid-19, Baznas dan FOZ mengumumkan posko pusat krisis bersama.

Harapan masyarakat menjadi kenyataan. Selama enam pekan pandemi, lembaga-lembaga zakat bergerak. Ada 108 organisasi pengelola zakat yang terlibat program respons Covid-19. Aksi ini tersebar di 33 provinsi dan telah tersalurkan bantuan senilai Rp 43 miliar.

Bantuan dikelompokkan minimal dalam 10 jenis respons, yaitu  layanan informasi dan edukasi mengenai Covid-19, layanan edukasi PHBS, layanan psikososial, pengadaan kantong mayat, layanan wastafel sehat, penyaluran promosi hygiene kit.

Selain itu, layanan bantuan logistik pangan dan kesehatan, produksi mandiri hand sanitizer, dan penyediaan mobil ambulans dan mobil jenazah. Selain itu, Baznas hingga 15 April 2020, telah mendistribusikan bantuan hingga Rp 40 miliar.

Dalam pelaksanaannya, Baznas menjalankan program tanggap Covid-19 melalui beberapa aksi dan edukasi pencegahan yang dilaksanakan lembaga program, seperti Baznas Tanggap Bencana, Layanan Aktif Baznas, Rumah Sehat Baznas (RSB), dan lembaga program lainnya.

Lembaga zakat tidak hanya bergerak untuk merespons Covid-19 dalam bentuk program tanggap darurat, tetapi juga pencegahan dan sudah mencanangkan program penghidupan.

Seperti di negara lain yang terimbas, ketika pandemi sudah mencapai puncaknya, tahapan pemulihan membutuhkan intervensi yang tak kalah pentingnya. FOZ melalui sinerginya, mulai melakukan persiapan untuk gerakan ketahanan pangan keluarga miskin.

Ada tiga hal yang sedang disiapkan, yaitu penyelamatan (ketersediaan) pangan bagi kelompok rentan, mewujudkan kemandirian pangan keluarga dengan gerakan menanam dan memanfaatkan pekarangan.

Selain itu, menyiapkan cadangan atau stok pangan, baik di tingkat keluarga maupun komunitas dengan menghidupkan kembali lumbung-lumbung pangan demi menyikapi kemungkinan kondisi darurat yang lebih lama.

Di bawah koordinasi FOZ, terdapat 17 lembaga yang melaporkan memiliki cadangan beras tersebar di 13 daerah dengan total 7.653 ton beras yang siap untuk didistribusikan. Belum termasuk cadangan beras yang ada di petani binaan.

Selanjutnya, pengelola zakat mendorong penguatan sektor pertanian, perikanan, dan peternakan untuk keluarga-keluarga miskin yang ingin bangkit dan mulai memperbaiki kehidupan ekonomi.

Bergerak walau terimbas

Lembaga zakat bersemangat untuk berkontribusi dalam melawan Covid-19, tetapi tidak dimungkiri bahwa organisasi-organisasi ini terimbas Covid-19. Pertama, jumlah penghimpunan dana lembaga turun seiring turunnya kemampuan ekonomi masyarakat.

Strategi social distancing dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang harus dijalankan untuk menghentikan penularan virus, mengurangi jumlah penghimpunan khususnya dari muzaki yang tidak menggunakan teknologi digital.

Kedua, amil dan relawan yang bekerja berpotensi terpapar Covid-19. Dengan peralatan sekadarnya dan pekerjaan yang harus turun satu-satu ke masyarakat miskin yang membutuhkan, distribusi bantuan menjadi kegiatan berat dan berisiko.

Jika berkepanjangan dan tidak ada upaya serius, lembaga filantropis Islam skala kecil yang berpijak dari hasil penggalangan zakat akan terancam berhenti beroperasi. Hasil pertemuan pimpinan lembaga zakat di bawah FOZ (29/4), menangkap kekhawatiran ini.

Bagi lembaga zakat, situasi seperti ini bukanlah hal baru dan menghalangi mereka membantu sesama. Toh, mayoritas lembaga ini lahir ketika krisis ekonomi dan masyarakat diterpa kesulitan menghadapi bencana.

Namun, pandemi Covid-19 ini punya karakter berbeda dibandingkan krisis ekonomi dan bencana alam yang dihadapi amil dan pegiat filantropis Islam sejak 50 tahun terakhir. Jika tidak ada dukungan, lembaga yang levelnya menengah dan kecil, bisa terimbas serius.

Salah satu upaya yang dilakukan FOZ adalah membentuk “Jaring Pengaman Amil”. Lembaga zakat besar dan mapan membantu lembaga yang kecil untuk mengimplementasikan program. Ini adalah gerakan taawun (saling menolong) antarlembaga.

Prinsipnya, sesama pengelola zakat harus terus eksis, bertahan, dan terus berbagi untuk kemanusiaan.

Percepatan pembayaran zakat  

Selain lembaga zakat di akar rumput yang bergerak dan berinovasi dalam berkontribusi untuk melawan Covid-19, tokoh-tokoh nasional juga aktif melakukan imbauan.

Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengimbau (31/3) masyarakat menyegerakan pembayaran zakat guna membantu masyarakat terdampak Covid-19. Menteri Agama (2/4) meminta pengelola zakat mengoptimalkan zakat, infak, dan sedekah untuk membantu sesama.

Menag berharap zakat, infak, dan sedekah menjadi jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli. Tidak kalah bersemangat, MUI menyerukan hal serupa.

Lewat Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam (13/4), MUI mengajak umat Islam mengalokasikan zakat, infak, dan sedekahnya untuk membantu penanggulangan Covid-19.

Bahkan, zakat bukan saja bisa dialokasikan untuk membantu fakir miskin dan pasien terdampak virus, melainkan juga untuk pemenuhan kebutuhan APD. Seruan yang sejalan sudah dilakukan lembaga zakat serta lembaga filantropis Islam. Ini sebuah praktik fikih zakat yang mementingkan maslahat bagi kemanusiaan.

Sebagai penutup, pandemi Covid-19 memaksa kita mengubah pola hidup dan berinovasi, termasuk ijtihad dalam pengelolaan dan pendayagunaan zakat.

Lembaga zakat dan filantropi Islam telah mengimplementasikan fikih zakat yang maju, menjadi harapan tidak saja bagi Muslim, tetapi juga berkontribusi menyelamatkan kemanusiaan.(sam/zm)

Terbit juga di https://republika.co.id/berita/q9vrsn2125000/harapan-pada-gerakan-zakat

Tanggal 6 Mei 2020