Guru Besar UIN: Ormas Islam Harus Tegakan Islam Moderat

Guru Besar UIN: Ormas Islam Harus Tegakan Islam Moderat

PPIM, Berita UIN Online— Organisasi-organisasi keislaman moderat Indonesia seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, Nahdlatul Wathan dan lainnya diminta aktif menyebarkan sikap dan pengetahuan keagamaan Islam yang moderat (Islam Wasathiyya) di kalangan masyarakat tanah air. Hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pihak-pihak yang mengancam kelangsungannya.

Demikian disampaikan Guru Besar Sejarah UIN Jakarta, Prof Dr Azyumardi Azra CBE, saat menjadi narasumber International Conference on Jakarta Politics 2017: Race, Religion,  and Social Mobilization di Gedung PPIM UIN Jakarta, Rabu (24/05/2017). Seminar yang diselenggarakan PPIM UIN Jakarta-Arizona State University juga menghadirkan narasumber Profesor Mark Woodward dari Center for the Study of Religion and Conflict, Arizona State University.

Menurut Azra, konsolidasi dan penguatan pemahaman tentang Islam Wasathiya perlu dilakukan secara terus menerus kepada masyarakat, baik melalui keluarga maupun lembaga pendidikan formal-non formal. Penguatan jaringan dan kerjasama antar organisasi keislaman juga tidak bisa diabaikan.

“Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar di Banten, Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara Barat, dan ormas-ormas keislaman lainnya memiliki tanggungjawab besar dalam menggaungkan Islam moderat yang menekankan sikap tawasuth, tawazun, ‘adil, dan tasamuh di kalangan masyarakat,” paparnya.

Dalam paper bertajuk The Rise of Religio—Communal Politics: Viability of Islamic Populism in Indonesia, Azra menyoroti kecenderungan Populisme Islam di tengah-tengah masyarakat melalui ide dan gerakan politik keagamaan sektarian. Ide dan gerakan politik terakhir salahsatunya ditandai dengan tendensi masyarakat dengan latar belakang agama, ras, dan sosial tertentu untuk memunculkan aliansi dan mobilisasi politik yang ekslusif.

Azra menuturkan, politik keagamaan sektarian tidak relevan untuk diterapkan di tanah air. Penerapannya bisa berimplikasi pada tergerusnya sikap saling menghormati atas keragaman atau terbangunnya intoleransi antar sesama elemen masyarakat Indonesia. “Meski kemudian, gagasan dan gerakan sektarianisme politik-keagamaan akan tetap mewarnai setiap proses politik di tanah air,” jelasnya lagi.

Keaktifan organisasi-organisasi massa Islam moderat dalam menyuarakan Islam moderat sendiri, jelasnya, tidak lepas dari latar belakang kelahiran mereka yang menginginkan tumbuhnya masyarakat Islam tanah air yang menggabungkan visi keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Visi demikian, jelasnya, bisa diterjemahkan melalui pengamalan nilai-nilai keislaman, kecintaan pada tanah air, namun juga adaptif atas perubahan peradaban. (Farah/yuni nurkamaliah/zm)