Empat Macam Sumber

Empat Macam Sumber

oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ada sebuah hadits yang dikutip oleh Syaikh Nawawi Banten dalam kitab Nashaihul Ibad, Nabi SAW bersabda, “Sumber itu ada empat. Sumber obat, sumber budi pekerti, sumber ibadah, dan sumber cita-cita. Sumber obat itu adalah mengurangi makan. Sumber budi pekerti itu adalah sedikit bicara. Sumber ibadah itu adalah mengurangi dosa. Sedangkan sumber cita-cita itu adalah kesabaran”.

Tentang yang pertama, yakni mengurangi makan menjadi sumber obat. Nabi SAW bersabda, ““Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. Tirmidzi).

Allah SWT berfirman, “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan” (QS. al-A’raf/7: 31). Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Lubabul Hadits, mengutip sejumlah hadits nabi SAW yang bersabda, “Barangsiapa yang makan di atas kenyang maka dia benar-benar telah akan yang haram”. Begitu juga, “ Tidak ada kesehatan dengan banyaknya tidur. Tidak ada kesehatan dengan banyaknya makan. Tidak ada kesembuhan dengan sesuatu yang haram”.

Selain itu, dalam Lubabul Hadits dikutip juga hadits-hadist tentang keutamaan lapar. Misalnya Nabi SAW bersabda, “Pimpinan amal itu lapar”. Begitu juga, “Orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah yang paling banyak lapar dan tafakurnya”. Nabi SAW juga menegaskan, “Lapar itu adalah ini ibadah”. Intinya Nabi SAW memuji orang yang berani lapar (dengan berpuasa) dibarengi dengan berpikir dan bekerja keras.

Selanjutnya mengenai yang kedua, yaitu sedikit bicara menjadi sumber budi pekerti. Dalam hadits Imam Muslin, diceritakan, “Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Siapakah orang muslim yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. Jadi orang yang berbudi pekerti adalah yang lisan dan tangannya memberikan keselamatan bagi yang lain.

Dalam hadits Imam Bukhari, diungkap sabda Nabi mengenai jaminan surga untuk mereka yang menjaga lisan. Nabi SAW mewanti-wanti, “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”. Makna “Yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut sedangkan makna, “Dua kakinya” adalah kemaluan depan.

Ketiga, tentang sumber ibadah itu adalah mengurangi dosa, terhadap hadits Nabi SAW yang lain. Misalnya, “Tidaklah seorang muslim ketika waktunya shalat wajib, lalu ia membaguskan wudhunya, ia khusyu’ dalam shalatnya, dan menyempurnakan ruku’, melaikankan itu menjadi penghapus dosa-dosa sebelumnya selama tidak dilakukannya dosa besar, dan itu setiap masa semuanya” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila ia berbuat satu dosa, maka dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Apabila dia berusaha menghilangkannya dan beristighfar serta bertaubat maka terhapuslah titik tersebut. Jika kembali berbuat dosa maka akan bertambah sehingga memenuhi ruang hati. Itulah yang disebut dengan ”rôn” (penutup hati) …” (HR. Tirmidzi).

Di dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS. Hud/11: 114). Nabi SAW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Ahmad).

Inilah doa terkait hal di atas yang Nabi SAW ajarkan, “Ya Allah, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keempat, mengenai sumber cita-cita itu adalah kesabaran, terdapat ayat yang menceritakan latarbelakang kemenangan pasukan Thalut melawan Jalut. Misalnya, “Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku’. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka”.

“Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya’. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. al-Baqarah/2: 249).

Inilah doa terkait kesabaran yang Allah SWT ajarkan, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami” (QS. al-Baqarah/2: 250). Dalam doa ini kesabaran disamakan dengan air yang dapat menyebar ke seluruh tubuh. Hal ini ditandai dengan penggunaan kata “tuangkanlah”. Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi kesabaran adalah penyebab keteguhan hati. Keteguhan hati itu sendiri adalah prasyarat meraih kemenangan.

Terakhir, ada satu cerita yang bersumber dari Abu Said al-Khudri, ia berkata, “Aku memasuki rumah Rasulullah SAW dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata, ‘Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami”.

Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ? Beliau menjawab, ‘Para nabi’. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, ‘Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang di antara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun”.

‘Dan, ada salah seorang di antara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang di antara kamu yang senang karena kemewahan” (HR. Ibnu Majah). Karena itu wajar saja kalau dalam al-Qur’an Allah memuji orang-orang yang sabar. ““Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah/2: 177). Begitu juga ayat, “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” (Ali Imran/3: 146) (sam/mf)