Eksistensi Anak bagi Orang Tua

Eksistensi Anak bagi Orang Tua

“Dihiasi manusia itu dengan kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak” (QS Ali Imran: 14)

“Dunia ini tempat berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak” (QS al-Hadid: 20).

“Sesungguhnya harta dan anak kamu adalah fitnah, dan disisi Allah-lah balasan yang besar” (QS Taghabun 15)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidak ada manusia yang ditakdirkan ke dunia ini tanpa melalui orang tua, dan besar kecuali dengan kasih sayang orang tua, apakah orang tua kandung maupun orang tua angkat. Jarang manusia yang normal yang tidak merindukan anak-keturunan. Betapa besarnya jasa dan pengorbanan orang tua dalam merawat, membesarkan dan mendidik kita, makanya dalam al-Qur’an Allah menderetkan setelah kewajiban dan patuh kepada Allah dilanjutkan dengan patuh dan bersyukur kepada kedua orang tua kita. Allah berfrman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS al-Isra: 23). “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang engkau, kepada Allahlah tempat Kembali” (QS Luqman 14).

Karenanya, mari berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Kepada orang tua kita yang telah wafat hendaklah selalu didoakkan dan meniatkan berbagai kebajikan untuk beliau seperti membacakan ayat-ayat al-Qur’an, menginfakan, mensedekahkan, berkurban, selalu menghubungkan terus silaturrahimnya, mengumrahkan atau menghajikan dengan badal bagi yang mampu. Itulah bentuk pertolongan dan kebaikan kita kepada beliau. Kepada orang tua yang masih hidup, kita dapat berbuat baik dengan selalu mendoakan untuk kesehatan dan keselamatannya, membantunya, memeliharanya, merawatnya, memberinya nafkah, berkata lemah lembut, mengikuti nasehatnya, minimal berusaha untuk menyenangkan hati dan perasaannya serta perbuatan baik lainnya. Itulah tanda ihsan dan bakti kita kepada beliau semua.

Sebagai orang tua kita harus pandai menamkan akidah, membiasakan ibadah, akhlakul karimah, dan pendidikan yang benar kepada anak. Pendidikan yang diberikan harus mengembangkan potensi manusia sebagai al-Basyar, al-Insan dan al-Nas, keseimbangan pengembangan potensi fisiologis, intelektual, dan spiritual. Ketika kita gagal, maka anak akan menjadi beban, fitnah bahkan musuh bagi orang tua. Sejatinya setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah (bertuhan/berislam) dan baik maka tergantung kedua orang tuanyalah (orang tua biologis dan kultural) dia menjadi atheis, musyrik dan tidak bermoral. Karena itu peran pertama dan utama orang tua dan keluarga dalam memanusiakan anak sangat penting dan strategis. Makanya janganlah peran ini diserahkan kepada asisten rumah tangga atau orang tua kultural semata, supaya kita tidak menuai kekecewaan di kemudian hari. Orang tua berkewajiban menjaga anaknya dari kehancuran dunia-akhirat, seperti firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS al-Tahrim: 6)

Untuk itu mari kita ketahui makna eksistensi anak bagi orang tua menurut al-Qur’an, agar kita bisa memperiapkan anak kita menjadi generasi emas (qurrata`ayun wa imam lilmuttaqin).

Pertama, anak sebagai musuh bagi orang tua, yaitu anak yang menganggap  orang tua sebagai musuh yang harus dijauhi, dilawan bahkan jika perlu dihabisi, banyak fenomena kita temukan anak mempolisikan orang tuanya, memenjarakan orang tuanya, bahkan ada jua yang membunuh orang tuanya karena keinginan tak terpenuhi atau ingin mendapat harta dari orang tuanya. Karena itu hati terhadap anak-anak kita, berikan dia makan yang halal, tanamkan akidah yang haq dan didik secara benar dengan keseimbangan mengembangkan potensi intelektual, emosional dan spiritual. Sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara pasanganmu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka” (QS al-Thaghabun: 14).

Ayat di atas menjelaskan ketika anak menjadi sebab kedurhakaan dan kemungkaran bagi orang tuanya. Mungkin kita sering mendengarkan tak sedikit orang tua yang melakukan apa saja tanpa harus melihat halal atau haram untuk anak dan keluarganya. Atau mungkin di saat anak memaksa untuk memenuhi kebutuhannya namun orang tua belum sanggup secara ekonomi maka menjadikan orang tuanya melakukan perbuatan terlarang demi memenuhi kebutuhan anaknya. Semoga kita sebagai orang tua terhindar perbuatan itu.

Kedua, anak sebagai fitnah (ujian dan cobaan). Sesungguhnya harta kamu dan anak kamu adalah fitnah (ujian) bagi kamu” (QS al-Anfal: 28).

Allah menempatkan kedudukan anak sebagai ujian bagi orang tuanya, bahkan dalam firman-Nya di atas disejajarkan dengan harta. Anak bisa menjadi ujian yang menyenangkan dan melalaikan bagi orang tua jika keliru menempatkan cintanya. Sehingga terkadang kecintaan yang sangat berlebihan kepada anak dan cinta ini melalaikannya dari ketaatan kepada Allah SWT maka disaat inilah anak menjadi ujian bagi orang tuanya.

Bila orang tua berhasil menjadikan anak-anaknya menjadi anak yang shaleh, maka mereka lulus dari ujian, tetapi bisa juga menjadikan kita gagal bahkan akan menghalangi orang tua mendapat ridha dan surganya Allah nanti karena tidak berhasil mendidik anaknya secara benar sesuai dengan tuntunan ajaran Allah. Karenanya didiklah mereka secara benar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ketiga, anak Sebagai Perhiasan dan Kebanggan Dunia. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus -menerus adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhan-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan (Q.S: Al-Kahf : 46)

Yang dimaksud perhiasan adalah anak-anak menjadi penyejuk, penyenang dan bahagia jika dipandang dari segi fisik dan akhlaknya. Apalagi anaknya cerdas, pintar, soleh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat dan ummat.

Kebanggaan orang tua terhadap anak-anak mereka tidak jarang membuat mereka rela berkeja keras dan berkorban apa saja demi anak mereka, bahkan ada yang sampai melalikan mereka untuk taat kepada Allah dan lupa mempersiapkan kehidupan akhirat, Karena itu hendaklah waspada dan jadikan anak itu sebagai ladang kebaikan dan wasilah kita memperoleh ridha Allah SWT, Firman Allah mengingatkan kita:

Dunia ini tempat berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak (QS al-Hadid: 20). Pertama, anak sebagai amanah bagi orang tuanya.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS al-Tahrim: 6).

Keempat, keberadaan anak adalah sebagai amanah bagi orang tuanya, sebagai amanah orang tua tidak hanya bertanggung jawab atas kebutuhannya didunia saja, namun juga bertanggung jawab untuk menyelamatkan anak-anaknya dari kehancuran di dunia dan dari neraka di akhirat. Sebuah peringatan dari Allah SWT untuk para orang tua agar bisa menjalankan amanah anak yang diberikan Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya.

Qurata `ayun, anak sebagai buah hati, dambaan dan tambatan hati, menyejukan dan membahagiakan bagi orang tua dan tauladan orang takwa, inilah doa kita semua setiap habis shalat kepada anak-anak kita:

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqan: 74).

Inilah, eksitensi anak yang kita harapkan dan impikan yaitu sebagai penyejuk dan penenang hati. Dalam pepatah Minang dikatakan “Ubek jariah palarai damam” yang artinya “Obat dalam kelelahan/kecapean dan penenang di kala sakit”. Ini adalah salah satu keistimewaan anak bagi orang tua, ia bisa menjadi penenang hati, menjadi spirit dan penyejuk jiwa bagi orang tuanya.

Pada masa musibah pandemi Covid-19 ini, satu hal yang dapat kita ambil hikmahnya adalah bahwa kita semakin dekat dengan keluarga karena kita banyak bekerja dari rumah (work from home) dan anak-anak kita banyak belajar dari rumah (learning from home). Menurut ahli epidemilogi kemungkinan wabah Covid-19 ini akan berlangsung sampai akhir tahun 2020,

pemerintah (Kemendikbud telah mengeluarkan peraturan bahwa pembelajaran di masa Covid-19 semua jenjang pendidikan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau daring (online). Artinya, beberapa bulan ke depan kita akan banyak bersama anak-anak kita di rumah, bahkan mungkin ini waktu kita terlama bersama mereka yang belum pernah terjadi selama ini.

Untuk itu, mari kondisi ini kita gunakan untuk mendidik anak-anak kita dengan akidah yang haq, ibadah yang benar dan akhlakul karimah, seperti melakukan shalat berjamaah, tadarus al-Qur’an, mendiskusikan masalah agama, menanamkan disiplin, tanggung jawab, beretos, produktif, belajar yang serius, kerja sama  dan  tolong menolong. Agar setelah Covid-19  berlalu nanti terjadi transformasi pada anak-anak kita, kelak menjadi anak-anak yang cerdas, shaleh-shalehah dambaan kita semua. Semoga. Wallahu’alam. (ed: ns)

* Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ** Versi video dapat dilihat di https://youtu.be/_PNbKOpyDuQ