Dua Ulama Indonesia Pengaruhi Islam di Afrika Selatan

Dua Ulama Indonesia Pengaruhi Islam di Afrika Selatan

Gedung Sekolah Pascasarjana, BERITA UIN Online--Penyebaran Islam di wilayah Afrika Selatan tak bisa dilepaskan dari peranan dakwah dua ulama Indonesia, yaitu Syekh Muhammad Yusuf al-Makassari dari Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Imam Abdullah bin Qadlu Abdus Salam dari Tidore, Maluku.

Kedua ulama ini diakui oleh dunia internasional sebagai penyebar atau pendakwah Islam di kawasan benua Afrika itu pada abad ke-18. Demikian hal tersebut mengemuka pada seminar internasional bertajuk "Inventing the History of Indonesia in South Africa: The Role of Indonesian Ulama in Struggle Against Colonialism" di Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta, Rabu (9/5).

Menurut sejarawan Prof. Dr. Azyumardi Azra, peranan dan  kontribusi Syekh Yusuf di Afrika Selatan dapat dilacak pada tradisi tarekat Khalwatiyah yang dianut oleh masyarakat Afrika Selatan. "Pengaruh Syekh Yusuf dapat dilihat pada kenyataan banyaknya pengikut tarekat Khalwatiyah di sana," ujarnya.

Ketokohan Syekh Yusuf dalam bidang tasawuf, sambung Direktur Sekolah Pascasarjana itu, membuat masyarakat di Afrika Selatan mudah menerima kehadirannya. "Dalam ajarannya ia menekankan berbuat husn al-zhan kepada siapa saja, termasuk kepada mereka yang tidak beriman,"paparnya.

Di tempat yang sama, Rektor International Peace College South Afrika  Prof. Dr. Salie Abrahamas, menjelaskan, Imam Abdullah yang biasa dikenal dengan sebutan Tuan Guru adalah seorang guru agama yang sangat penting di Afrika Selatan. "Dia kini dikenal sebagai Bapak Islam di Afrika Selatan,"katanya.

Menurut Abrahamas, jejak-jejak peninggalan Tuan Guru dapat dilihat pada sejumlah lembaga-lembaga Islam yang didirikan dan dikelolanya. "Beliau mendirikan masjid Auwal dan mendirikan, serta mengajar di madrasah  yang dibangunnya itu,"tegasnya.

Pengaruh Imam Abdulah sampai kini, imbuh peraih doktor pendidikan dari Harvard University itu, adalah kemunculan dan didirikannya sejumlah lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi di Afrika Selatan.

"Kini tidak hanya satu sekolah atau madrasah yang ditemukan. Saat ini banyak sekolah dasar dan menengah Islam, akademi, dan universitas, yang dalam pengajarannya menggunakan pengantar bahasa Arab,"tandasnya.

Seminar ini digelar untuk meluruskan sejarah yang selama ini terjadi salah kaprah di masyarakat Afrika Selatan. Umumnya mereka mengidentikkan ulama Melayu itu berasal dari Malaysia. Alasannya, tulisan dan ejaan Malaysia dalam bahasa asing sering disebut dan ditulis Malay, maka dua ulama ini juga dikira dari negeri jiran itu. Padahal, seperti dipaparkan dua guru besar di atas, kedua ulama itu berasal dari Indonesia dan Malay itu berarti Melayu.

Kegiatan yang dihadiri ratusan mahasiswa SPs UIN Jakarta ini terselenggara atas kerjasama antara SPs UIN Jakarta dengan Konsulat Jenderal RI di Cape Town Afrika Selatan dan Direktorat Arfika Direktorat Asia, Afrika dan Pasifik Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. (Arif s/saifuidn)