Direktur Diktis Resmi Tutup PWN ke-13 PTK

Direktur Diktis Resmi Tutup PWN ke-13 PTK

[caption id="attachment_10962" align="alignleft" width="300"]Kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) ke-13 Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) yang berlangsung di kampus IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi ditutup Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Prof Dr Amsal Bakhtiar, Minggu (22/5). Upacara penutupan ditandai dengan pelepasan tanda peserta dan penyerahan perlengkapan bakti sebagai tanda berakhirnya kegiatan serta penyerahan Tanda Ikut Serta Kegiatan (Tiska) kepada peserta. Kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) ke-13 Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) yang berlangsung di kampus IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi ditutup Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Prof Dr Amsal Bakhtiar, Minggu (22/5). Upacara penutupan ditandai dengan pelepasan tanda peserta dan penyerahan perlengkapan bakti sebagai tanda berakhirnya kegiatan serta penyerahan Tanda Ikut Serta Kegiatan (Tiska) kepada peserta.[/caption]

Kendari, BERITA UIN Online – Kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) ke-13 Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) yang berlangsung di kampus IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi ditutup Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Prof Dr Amsal Bakhtiar, Minggu (22/5). Upacara penutupan ditandai dengan pelepasan tanda peserta dan penyerahan perlengkapan bakti sebagai tanda berakhirnya kegiatan.

            Amsal Bakhtiar, yang bertindak sebagai pembina upacara, dalam sambutannya menyatakan bahwa pengembangan Gerakan Pramuka di lingkungan PTK menjadi keniscayaan dan merupakan ikhtiar strategis untuk mewujudkan PTK sebagai center of excellence. “Saya  amati,   perkemahan  ini banyak memotivasi dan menginspirasi para peserta, pembina pendamping dan pimpinan kontingen untuk membangun karakter dan budaya bangsa yang unggul, siap bersaing di era global serta merawat kebhinekaan dan peneguhan komitmen pada NKRI,” katanya.

Di hadapan ribuan peserta PWN PTK dari dalam dan luar negeri, Amsal juga menegaskan tekad dan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai “Pusat Pendidikan Islam Dunia”. PWN PTK, kata dia, harus mampu menjadi ajang bagi para peserta, dan pembina, pendamping  untuk tidak saja saling mengenal dan memahami, tapi juga bekerja sama membangun harmoni, mengolah potensi dan prestasi, serta asyik dengan bhakti.

Saat ini, kata Amsal, di Indonesia terdapat 27.999 Raudlatul Athfal dengan jumlah siswa lebih dari 1,2juta anak. Madrasah formal, dari MI, MTs, sampai MA berjumlah 77.336 lembaga dengan jumlah siswa lebih dari 9,2 juta anak. Jumlah pondok pesantren juga cukup besar, sekitar 28.961 lembaga dengan jumlah santri lebih dari 4juta. Selain itu, ada juga Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) yang jumlahnya mencapai 76.567 lembaga dan dengan jumlah santri lebih dari 6juta. Taman Pendidikan Al-Quran di Indonesia jumlahnya mencapai  134.860 lembaga dengan jumlah santri lebih 7,3juta.

“Tak ada negara Islam di dunia yang memiliki lembaga pendidikan sebanyak kita,” jelas Amsal.

Selain itu, Indonesia juga mempunyai ulama-ulama produktif dengan pemahaman Islam yang damai dan terbuka, yang menjadikan Islam di Indonesia disegani dunia. Negeri ini sangat majemuk, memiliki multikultur, baik agama, bahasa, suku, ras, golongan dan budaya.

“Cita-cita menjadi kiblat Pendidikan Islam Dunia menurut saya bukanlah hal yang mustahil,” imbuhnya.

PWN PTK yang berlangsung sejak 16 hingga 22 Mei 2016 tersebut diikuti oleh 61 kontingen dari perguruan tinggi dengan jumlah 1.867 peserta. Rinciannya, 55 kontingen berasal dari PTKIN sebanyak 1.362 makasiswa, PTK non Islam sebanyak 4 kontingen dengan 7 mahasiswa. Sedangkan sisanya, 3 kontingen dari perguruan tinggi lokal Sultra sebanyak 99 mahasiswa dan 11 mahasiswa asing dari enam negara yang sedang menuntut ilmu di PTKIN. Mereka berasal dari Afganistan, Brunei Darussalam, Jepang, Madagaskar, Malaysia, Rusia, Afrika Selatan, dan Thailand. Selain itu, terdapat juga 25 kontingen ambalan dari SMA/SMK/MA dengan jumlah peserta sebanyak 196 siswa.

Selama kegiatan, para peserta ditempatkan di perkemahan (basecamp) dan rumah-rumah penduduk (homestay). Mereka mengadakan berbagai kegiatan, baik fisik maupun non fisik, antara lain bedah rumah warga, aksi bersih tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, pura, vihara), pentas seni, kuliner nusantara, dan pengembangan wawasan keilmuan. (NS)