Alquran Inspirasi Peradaban

Alquran Inspirasi Peradaban

Nuzul Alquran mempunyai makna sangat signifikan bagi umat Islam, tidak saja karena Alquran merupakan sumber utama ajaran Islam, tetapi juga merupakan sumber inspirasi pembangunan peradaban berkemajuan. Jika pada masa lalu umat Islam sukses mewujudkan peradaban Islam kosmopolitan berkat inspirasi Alquran, mengapa umat Islam masa kini belum mampu mewujudkan peradaban rahmatan lil ‘alamin dengan inspirasi Alquran yang sama?

Wahyu pertama (QS al-‘Alaq [96]: 1-5) yang turun kepada Nabi Muhammad SAW sejatinya menginstruksikan pentingnya pengembangan budaya literasi sebagai basis pembangunan peradaban. Etos iqra’: membaca, berpikir kritis dan kreatif, meneliti, dan mengembangkan sains dan teknologi merupakan sendi utama tegaknya peradaban. Menurut Nasr Hamid Abu Zayd, jika Mesir mewariskan peradaban pascakematian (piramid, artefak-artefak kuburan megah peninggalan Firaun), Yunani mewariskan peradaban intelektual (filsafat), Islam membangun peradaban ilmu, dalam bentuk peradaban teks dan pemikiran.

Peradaban teks sesungguhnya merupakan hasil interaksi dan dialektika antara ayat-ayat Quraniyyah dan ayat-ayat kauniyah dengan etos intelektualisme dan spirit dialog keilmuan. Dengan budaya dialog, Islam pascakenabian mampu berdialog dengan peradaban Yunani dan Persia.

Bahkan, dalam banyak hal bisa bersinergi dengan keduanya sehingga pada masa keemasannya, Islam tidak hanya tampil sebagai agama, tetapi juga menjadi peradaban berkemajuan yang sangat disegani dunia. Oleh karena itu, peradaban Islam masa depan idealnya adalah peradaban ilmu, teknologi, dan sistem kehidupan yang damai, harmoni, penuh toleransi, dan inklusif, berbasis iman, ilmu, dan amal saleh.

Dalam konteks ini, Alquran sebagai inspirasi peradaban harus diaktualisasikan melalui pendidikan Islam holistik integratif. Kata kunci pemajuan peradaban Islam adalah simbiosis mutualisme antara ulama dan umara, ilmu dan kekuasaan. Sinergi ulama dan umara’, kekuasaan dan pendidikan, terbukti membuahkan dinamika keilmuan yang sangat pesat, sehingga dalam waktu relatif singkat kemajuan peradaban Islam dalam berbagai bidang dapat diwujudkan.

Sinergi pendidikan Islam dan kebijakan politik yang mendukung pengembangan ilmu, teknologi, seni, dan budaya di satu pihak dan pemikiran keislaman di lain pihak, terbukti melahirkan peradaban berkemajuan dan berkeadaban pada masa lalu.

Paradigma baru

Inspirasi Alquran untuk pemajuan peradaban dapat diaktualisasikan, apabila umat Islam memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan paradigma baru dalam berinteraksi dengan Alquran. Paradigma baru dimaksud adalah perubahan paradigma dari membaca verbal (tilawah) menuju membaca penuh pemahaman dan kesadaran.

Target membaca Alquran, terutama pada bulan Ramadhan, tidak sekadar mengkhatamkan bacaan Alquran dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nas, tapi harus dibarengi dengan proses kognisi (pemahaman), afeksi (penyadaran dan penghayatan), dan psikomotorik (aktualisasi dan pengamalan).

Paradigma tersebut juga perlu dikembangkan dari qira’ah wa’iyah menjadi harakah ilmiah wa insaniyyah (gerakan ilmu dan kemanusiaan). Pembacaan Alquran dengan pemahaman, penghayatan, penyadaran, dan pengamalan akan menjadi efektif dan membuahkan hasil, jika ditindaklanjuti dengan gerakan sistemis dengan visi dan misi yang jelas dalam membangun peradaban. Dengan kata lain, Alquran harus menjadi inspirasi gerakan pemikiran dan sosial kemanusiaan berkeadaban dalam rangka mewujudkan peradaban agung.

Paradigma tilawah menuju qira’ah wa’iyah, lalu dari qira’ah wa’iyah menuju harakah ‘ilmiyyah penting diorientasikan kepada pemajuan peradaban. Melalui integrasi pembacaan ayat-ayat Quraniyyah dan ayat-ayat kauniyyah idealnya dapat dikembangkan gerakan pemajuan peradaban profetik, bervisi kenabian, dan bermisi keumatan.

Ayat-ayat Alquran dibaca dan dimaknai dalam spirit transformasi keilmuan dan kemanusiaan dari kemunduran dan keterbelakangan menjadi kemajuan, dari kemiskinan menuju kemakmuran dan kesejahteraan, dari ketimpangan menuju keadilan sosial, dan dari budaya kekerasan dan perang menjadi budaya damai, toleransi, harmoni, dan persatuan dalam bingkai NKRI.

Dalam konteks ini, gagasan Islam berkemajuan yang dicita-citakan oleh pendiri Muhammadiyah menarik dijadikan sebagai salah satu referensi pengembangan paradigma tersebut. Gagasan tersebut intinya adalah bagaimana menjadikan “teologi al-Ma’un” sebagai keyakinan kuat sekaligus strategi praksis dalam membumikan pesan-pesan Alquran bagi kehidupan umat manusia. (mf)

Dr Muhbib A Wahab MA (Kepala Prodi Magister PBA FITK UIN Jakarta). Sumber: Republika.co.id, 31 Mei 2018.