Peringati Hari Buruh Internasional 2025, Sosiolog UIN Jakarta Soroti Pendidikan dan Keadilan Sosial 

Peringati Hari Buruh Internasional 2025, Sosiolog UIN Jakarta Soroti Pendidikan dan Keadilan Sosial 

UIN Jakarta, Berita UIN Online - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta turut memperingati Hari Buruh Internasional sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi para pekerja dalam pembangunan bangsa, pada Kamis (01/05). Peringatan ini menjadi momentum refleksi atas perjuangan dan peran buruh dalam dinamika sosial-ekonomi Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan. 

Dikutip dari laman Kompas.id, Hari Buruh Internasional (May Day), diperingati setiap 1 Mei di berbagai negara sebagai simbol perjuangan kelas pekerja. Peringatan ini berakar dari aksi buruh di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 yang menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari. Puncaknya terjadi pada 1 Mei 1886 di Chicago, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Haymarket. Sebagai bentuk solidaritas, Kongres Buruh Internasional di Paris pada tahun 1889 menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Di Indonesia, peringatan Hari Buruh pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918 oleh serikat pekerja di Hindia Belanda. Setelah sempat dilarang pada era Orde Baru, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2013 menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional untuk menghormati kontribusi para pekerja . 

Menurut Sosiolog Perkotaan dan Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta, Dr. Tantan Hermansah, S.Ag., M.Si., buruh adalah individu yang bekerja pada institusi atau lembaga pemberi kerja tanpa memiliki modal kapital, namun memiliki keterampilan yang dijadikan bagian dari sistem produksi. "Siapa saja mereka? Ya mereka itu semua yang bekerja itu sebenarnya bisa disebut dan dikategorikan sebagai buruh. Selama dia bekerja atau hidup atau sumber kesejahteraannya itu terikat pada sebuah institusi pemberi kerja, maka dia disebut buruh," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam struktur sosial masyarakat perkotaan, mayoritas individu dapat dikategorikan sebagai buruh karena ketergantungan mereka pada institusi pemberi kerja. "Kalau semua jadi pemilik modal, terus siapa yang bekerja? Itu sudah seharusnya," tambahnya.

Dr. Tantan juga menyoroti tantangan yang dihadapi buruh di kota-kota besar seperti Jakarta. Menurutnya, kompleksitas pekerjaan dan tuntutan yang beragam membuat posisi buruh menjadi rentan. "Para buruh itu sebetulnya statusnya sangat rentan dalam konteks hubungan majikan dan pekerja," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa ketegangan yang dialami buruh mencakup ketidakpastian kehidupan dan tekanan psikologis. "Seorang buruh tidak bisa mengklaim, 'Oh, saya nyaman tentram begini,' nggak bisa. Seorang buruh tidak bisa begitu dan tidak akan pernah bisa begitu," tegasnya.

Dalam konteks kebijakan publik dan tata ruang kota, Dr. Tantan menilai bahwa ekosistem perburuhan di Indonesia belum ideal. "Secara umum, dunia atau ekosistem perburuhan di Indonesia itu belum ideal, ya, belum ideal. Sudah bagus, tapi belum ideal," katanya.

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini menekankan pentingnya perlindungan terhadap buruh oleh negara, termasuk akses terhadap sarana kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, juga mengingatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan hak-hak buruh terpenuhi, terutama ketika perusahaan mengalami kebangkrutan. "Negara wajib memastikan buruh ini kalau dia bekerja dan perusahaan yang kemudian bangkrut, kalau negara tidak bisa memberikan pekerjaan yang minimal haknya sebagai buruh yang terkena PHK itu tetap dibayar," pungkasnya.

Peringatan Hari Buruh Internasional di UIN Jakarta menjadi momentum untuk merefleksikan peran dan kontribusi buruh dalam pembangunan, serta mendorong terciptanya kebijakan yang lebih adil dan ramah terhadap pekerja. 

(Rizkiyah Gustiana N./Fauziah M./Syarifah Nur K.)

Tag :