Orang tua dan Wali Sambut Haru Kelulusan Putra-Putrinya di wisuda ke-136; Kisah Haru Para Orang Tua Wisudawan UIN Jakarta
Ciputat, Berita UIN Online - Suasana haru menyelimuti pelaksanaan Wisuda ke-136 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu (24/05/2025). Ratusan toga memenuhi Auditorium Harun Nasution. Namun hari itu bukan hanya menjadi milik para wisudawan. Dibalik tawa dan senyum bangga yang terpancar dari para lulusan, ada air mata bahagia dari orang tua yang selama bertahun-tahun menjadi saksi, penyokong, sekaligus penguat perjuangan anak-anak mereka.
Wissatria, seorang ayah asal Ciawi, menatap penuh syukur saat menyaksikan putranya, Muhammad Rifardi, diwisuda dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Perasaannya sederhana namun dalam: senang. Namun di balik itu, ia menyimpan cerita perjuangan yang tak sedikit.
“Soal biaya, awalnya saya benar-benar bingung. Tidak terpikir bisa bayar terus sampai lulus. Tapi alhamdulillah, selalu saja ada jalannya. Rezeki itu datang terus, entah dari mana,” ujar Wissatria.
Dari Bogor, Akmal Ferdiansyah hadir mewakili orang tuanya untuk memberi dukungan kepada adiknya, Muhammad Rizki, lulusan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Rizki harus membagi waktu antara kuliah dan pekerjaan sambilan. Orang tuanya pun menyokong dari rumah dengan membuka warung kecil. Meski begitu, Rizki tetap ingin mandiri.
“Dia sering pulang larut malam. Kadang cuma pulang buat tidur, langsung berangkat lagi. Kalau nugas bisa sampai pagi,” tutur Akmal.
“Sebenarnya dari orang tua sudah menjamin biaya pendidikan dan akomodasi sehari-hari, tapi dari Rizki sendiri tetap ingin mencari tambahan. Alhamdulillah sekarang dia juga sudah mulai ngajar sedikit-sedikit di lembaga pendidikan,” tambahnya.
Akmal juga berharap kemudahan selalu menyertai sang adik dalam menempuh kehidupan setelah momen wisuda ini, tak lupa Akmal turut mendoakan yang terbaik untuk seluruh wisudawan yang berbahagia di hari ini.
“Semoga Rizki dimudahkan cari kerja. Buat semua wisudawan juga, semoga langkahnya lancar dan kariernya cerah.”
Sementara itu, Damun Suhani, ayah dari Taufikul Hakim Al Muqsit, tak mampu menyembunyikan rasa bangga dan haru saat menyaksikan anaknya naik ke panggung. Taufik, lulusan Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, menempuh pendidikan hampir enam tahun. Perjuangan panjang ayahnya menjadi bagian penting dari keberhasilan itu.
“Saya pernah harus berjuang sana-sini. Kadang kerja keras sampai malam, biar Taufik tetap bisa kuliah. Yang penting dia jangan terganggu studinya. Alhamdulillah sekarang terbayar semua,” ujar Damun penuh haru.
Namun tidak semua perjuangan berwujud materi. Untuk Millati, wisudawan dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, dukungan terbesar datang dalam bentuk perhatian emosional. Sang ayah, Nanang Syaikhu, menyampaikan rasa bangganya.
“Saya senang, karena bagaimana pun ini adalah prestasi yang dicapai dari kesungguhan anak,” ungkap Nanang Syaikhu.
Sementara itu, sang ibu membagikan sisi perjuangan yang lain. Halus, sabar, namun penuh cinta. Ia bercerita bagaimana mendampingi Millati melewati masa-masa krisis studi, hingga akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah di tahun ketujuh.
“Adinda lulus di tahun ketujuh, tahun terakhir masa kuliah. Di akhir-akhir masa krisis studinya, tentu sebagai orang tua harus membantu bagaimana pun juga,” ujar sang ibu.
“Saya sering bilang, ayo, nak, selesaikan. Saya tahu dia sedang lelah secara batin, jadi saya lebih banyak mendekatinya secara halus. Saya sering ajak dia keluar, duduk bareng di kafe. Saya sokong anak saya secara emosional dan alhamdulillah, akhirnya selesai hari ini.” tutup sang ibu.
Tak mudah mengungkapkan kebahagiaan itu dengan kata-kata, namun senyum di wajah sang ibu cukup bercerita. Perjuangan ibu yang sunyi akhirnya berbuah manis. Millati kini berdiri dengan toga, membawa harapan baru, yang lahir dari dukungan sabar dan cinta yang tak tampak di atas kertas.
Prosesi wisuda ini bukan hanya seremoni akademik, melainkan perayaan atas ketekunan, cinta, dan pengorbanan. Ia menjadi titik temu antara harapan yang dulu hanya dibisikkan dalam doa, dan kenyataan yang kini berdiri gagah di atas panggung. Bagi ratusan keluarga yang hadir hari itu, wisuda adalah puncak dari perjuangan panjang dan awal dari babak baru menuju masa depan yang lebih baik.
(Muhammad Hanif A./Zaenal M./Syarifah Nur K./Foto: Fotografer PIH)