Wakil Ketua MPR: Mahasiswa Harus Jaga NKRI

Wakil Ketua MPR: Mahasiswa Harus Jaga NKRI

Aula Student Center, BERITA UIN Online – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur wahid meminta mahasiswa dapat memahami sejarah perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Melalui pemahaman yang mendalam tentang sejarah tersebut akan terpatri rasa nasionalisme pada jiwa mahasiswa serta generasi muda demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu dikatakan Hidayat Nur Wahid saat menyampaikan paparan pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Aula Student Center, Selasa (31/7/2018). Selain Hidayat, pembicara lain adalah Anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini.

Menurut Hidayat, negara Indonesia dibangun atas empat pilar utama, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat pilar tersebut satu sama lain tidak dipisahkan karena merupakan pengikat bangsa Indonesia dari keragaman suku, budaya, agama, dan adat istiadat.

“Bagaimana pun, kita sangat berjasa dengan para pendiri (faunding fathers) negara Republik Indonesia. Mereka telah memerdekakan dari penjajah dan merumuskan Pancasila sebagai dasar negara,” katanya.

Oleh karena itu, Hidayat meminta kepada para generasi mudah agar memahami sejarah pendirian bangsa dan negara Indonesia. Bahkan saat merumuskan Pancasila yang kini diperingati setiap tanggal 1 Juni, para tokoh bangsa, terutama umat Islam, memiliki jiwa besar dan pandangan luas ke depan.

“Kita tak membayangkan andai Sila Pertama dari Pancasila tidak diubah menjadi seperti sekarang, niscaya perpecahan akan muncul di setiap anak bangsa,” jelasnya.

Ia memberi contoh beberapa wilayah Indonesia yang saat itu hendak memisahkan diri dari NKRI, seperti Irian Jaya (kini Papua, Red), Negara Sumatera, dan Republik Maluku Selatan (RMS). Beberapa wilayah tersebut akan memisahkan diri jika Sila Pertama pada Pancasila seperti termuat dalam Pembukaan UUD 1945 masih menggunakan rumusan lama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya.

“Tapi kemudian Wakil Presiden (kala itu) Muhammad Hatta dan AA Maramis (tokoh Kristen) mengusulkan agar membuang kalimat terakhir tersebut,” jelasnya. (ns)