The Inspiring Gonzales

The Inspiring Gonzales

 

APA yang terjadi di belakang layar, kok tiba-tiba Timnas sepak bola kita jadi fenomenal? Nama Alfred Riedl, sang pelatih, dan dua pemain berdarah asing Gonzales dan Irfan Bachdim tiba-tiba menjadi topik obrolan hangat baik di kalangan masyarakat, selebritis, kabinet, maupun politisi.

Hanya dalam waktu satu bulan,Twitter Irfan memiliki lebih dari 250.000 followers. Fantastik! Padahal semua orang tahu, permainan sepak bola itu merupakan kerja tim. Namun, orang juga menyadari, tanpa bintang lapangan dan playmaker serta pelatih yang jitu,tidak mungkin sebuah tim kesebelasan akan mampu bermain dengan efektif mencetak gol serta enak ditonton. Kehadiran tiga sosok “non-pri” yang telah membuat Timnas menjadi kompak, hidup, dinamis, dan menarik ditonton telah melahirkan komentar yang dikaitkan dengan kepengapan suasana politik dan dahaga masyarakat untuk menemukan kembali kebanggaan sebagai bangsa besar.

Kemenangan Timnas sejauh ini sedikit mengobati rasa perih melihat tenaga kerja wanita (TKW) kita teraniaya dan dilecehkan di mancanegara. Berbagai berita korupsi dan mafia pajak juga tenggelam sejenak oleh kegembiraan atas prestasi Timnas. Orang pun lalu berandai-andai. Andaikan panggung politik tak ubahnya sepak bola, apa salahnya Indonesia melakukan naturalisasi aktor politik agar enak ditonton dan berprestasi seperti sepak bola? Tentu saja pengandaian itu suatu yang mustahil. Namun, di balik pengandaian itu tersirat luka yang menyayat, betapa masyarakat sedih dan lelah dengan kehidupan politik yang belum memberikan janji kemenangan melawan korupsi, pengangguran, dan kebanggaan diri sebagai bangsa besar.

Di balik pengandaian itu juga tersirat sebuah kerinduan tampilnya “striker politisi” yang bisa membuat terobosan untuk mencipta prestasi dan kemenangan publik. Sangat langka berita prestasi cemerlang yang dilakukan para pemain politik kita hari ini. Putra-putri ilmuwan dan teknokrat terbaik bangsa tidak tampil ke gelanggang nasional, bahkan banyak yang berkarya di luar negeri.Padahal,hanya dengan masuknya tiga orang,tiba-tiba Timnas menjadi fenomenal. Mereka ini merupakan inspiring and motivating leaders dalam lapangan hijau. Kita juga sangat merindukan inspiring and motivating political leaders dalam panggung nasional yang kreatif membuat terobosan sehingga pemberitaannya membuat optimisme dan kebanggaan masyarakat. Dengan segala plus-minus-nya kita pernah memiliki BJ Habibie yang membuat terobosan membangun industri dirgantara.

Pernah ada Emil Salim yang kreatif menjadikan isu lingkungan hidup menjadi kesadaran bersama.Ada Haryono Suyono yang sangat getol melakukan penyadaran akan urgensi keluarga berencana. Pernah pula melihat sepak terjang Jusuf Kalla dalam panggung politik yang senang membuat manuver terobosan. Kita sungguh merindukan sebuah kemenangan dan kebanggaan sebagai sebuah bangsa besar.Begitu banyak komisioner dilantik,namun sejak awal sebagian orang sudah meragukan kredibilitasnya. Tidak sedikit lembaga-lembaga baru yang dibentuk pemerintah, namun lagi-lagi masyarakat belum tergerak memberikan apresiasi sebagaimana ditujukan kepada Timnas.

Dari sebanyak itu mungkin Mahkamah Konstitusi masih menjadi tumpuan kepercayaan dan harapan masyarakat dalam melaksanakan tugasnya. Di luar Gonzales dan Irfan, ternyata banyak juga pemain kita yang berkualitas bagus.Tetapi,mengapa baru sekarang mereka tampak bangkit dan memiliki sinergi dalam bermain? Mungkin karena di situ ada pelatih yang wibawa dan tahu betul apa yang mesti dia lakukan. Gonzales dan Irfan hadir memberikan nuansa profesionalisme.

Mereka memperoleh pendidikan karakter sebagai pemain bola. Lihat saja Irfan yang taat pada pelatih,kapan dia turun dan kapan dia jadi cadangan. Ada sikap profesionalisme sebagai pemain yang tidak semata belajar menendang bola, tetapi juga berkomunikasi dengan penggemarnya. Baru kali ini rasanya Timnas memperoleh apresiasi dari pemain- pemain dunia atas prestasi yang diraihnya berkat relasi Irfan dan Gonzales.Orang juga tahu kualitas permainan Bambang Pamungkas yang telah malang melintang menciptakan gol.Tetapi, mengapa popularitasnya naik setelah kehadiran Gonzales dan Irfan? Saya sendiri tidak tahu persis apa yang terjadi dan apa yang dirasakan teman-teman anggota Timnas ini.

Tetapi yang mengemuka, sesungguhnya begitu banyak putraputri kita yang hebat dalam bidang apa pun, yang diperlukan adalah leader dan manajer yang bagus untuk menggerakkan mereka. Andaikan dibuat barisan yang khusus terdiri anak-anak cerdas dan kreatif, pasti barisan Indonesia jauh lebih panjang ketimbang Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang.Tetapi, mengapa kita kalah berkompetisi? Adakah faktor leadership yang menyebabkan kita kalah ? Ataukah ada faktor dominan lain? (*)