Tahapan Langkah Dalam Era Disrupsi

Tahapan Langkah Dalam Era Disrupsi

Oleh Dr. Abdul Rozak, M.Si

Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pemerhati Pendidikan

Part 3

REVOLUSI INDUSTRI 4.0 telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) bersamaan pandemi COVID-19 memaksa begitu cepat dan mengubah tatanan dunia kerja, dunia industri, bisnis termasuk juga pendidikan. Nizam dalam satu satu webinar konsorsium keteknikan menegaskan harapannya bahwa pergurun tinggi dapat menghasilkan sumber daya yang unggul, out the box, ready future dan future proof. Siap bekerja, siap menciptakan lapangan kerja dan juga tahan pada situasi yang sangat dinamis pada saat ini. “Kita juga berharap fakultas teknik ini bisa menghasilkan teknologi karya-karya yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” jelas Nizam. Menurut Nizam, selama pandemi COVID-19 berlangsung, sudah ada 1.600 inovasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Terutama dari kelompok insinyur yang bekerja sama dengan fakultas kedokteran dan kesehatan. Hal ini menurut Nizam juga memberikan dampak positif di mana dalam waktu dua bulan insinyur mampu menghasilkan alat yang langsung diproduksi, serta sudah dalam tahap pemasaran dan digunakan oleh rumah sakit. “Kita perlu dorong lebih lanjut untuk betul-betul merayakan teknologi merah putih,” ujarnya.

Di sisi lain, Mensesneg Pratikno menekankan 4 poin dalam menghadapi tantangan disrupsi di pendidikan tinggi, yaitu memahami disrupsi, hiperkompetisi, output talenta dan teknologi, serta strategi yang kontributif dan agile. Saat ini, jelasnya, disrupsi teknologi memaksa perguruan tinggi untuk menyesuaikan kurikulum sesuai kebutuhan zamannya. Membuat penguasaan ilmu tidak lagi linier, bukan hanya multi, atau interdisiplin ilmu, tetapi transdispilin bidang dan ilmu. Selain itu, terangnya, perguruan tinggi harus menghasilkan SDM bertalenta yang salah satunya dalam bidang teknologi. Sifat dari SDM bertalenta menurut Pratikno adalah talenta yang siap mendisrupsi dan mampu mendisrupsi. Bukan beradaptasi dengan disrupsi melainkan menjadi pemimpin dengan kemampuan mendisrupsi. “Kita bukan hanya mencipta insinyur. Kita mencipta orang pembelajar. Orang yang bisa survive ke depan adalah orang yang pembelajar, menjadi agile powerful learner, pembelajar yang cerdik karena dunia penuh disrupsi. Menurut saya bahwa lulusan fakultas teknik juga perlu menguasai essentials skill,” tutur Pratikno ketika menjelaskan pentingnya kemampuan individu untuk bertahan pada masa hiperkompetisi.

Pratikno juga mengibaratkan bahwa strategi menghadapi disrupsi seperti berjalan di atas api. Selain perlunya memiliki kemampuan bergerak dengan cepat, juga perlu menjaga keseimbangan dalam berjalan menapakinya (agile). Beberapa strategi penting lainnya seperti program studi inovatif dan relevan, mengisi celah talenta digital, transformasi di seluruh level (mahasiswa, dosen, fakultas, dan universitas). Perguruan tinggi juga perlu memanfaatkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka sebagai bentuk kemerdekaan kampus untuk menyesuaikan diri terhadap relevansi perubahan zaman. Sementara Rektor ITB, Reini, menuturkan sumber daya manusia Indonesia kini semakin dituntut untuk mampu memberikan kinerja terbaiknya, dalam situasi-situasi industrial yang berpola disruptif, dan pembelajaran yang berpola jejaring. Untuk mencapai hal tersebut, kampus kini harus bisa memastikan para mahasiswa semakin mampu untuk berpikir analitik, kritis, sistematik/kompleks, serta berpikir problem-solving secara strategis.

Choirul Tanjung saat memberikan orasi ilmiah pada perayaan Dies Natalis 58 ITS menjelaskan bahwa di era disrupsi dibutuhkan adanya transformasi pola pendidikan yang menekankan antara tiga aspek yaitu inovasi, kreativitas, dan entrepreneurship. Potret pendidikan nasional harus dikembangkan secara bertahap mulai dari model Teaching University, Research University, Entrepreneurship University. “Begitulah pola perkembangan evolusi sistem pendidikan di perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan perubahan zaman,” ujar pria yang sudah memulai usaha mandirinya sejak 1981 ini. Lebih lanjut ia menjelaskan, inovasi merupakan proses penciptaan nilai tambah. Inovasi bisa dihasilkan dari banyak sumber seperti pengetahuan baru, perubahan persepsi, demografi, dan faktor lainnya. Dalam masalah kreativitas, dibutuhkan sebuah imajinasi yang didasari dengan visi yang jelas serta pemikiran yang berbeda dengan orang lainnya. “Dengan kreativitas, masyarakat akan mudah untuk memahami apa yang kita inginkan. Proses inovasi dan kreativitas bisa menjadi ladang penghasilan dengan adanya sektor entrepreneurship,” tegasnya.

McKinsey & Company (2016) dalam laporannya yang berjudul: An Incumbent’s Guide to Digital Disruption memformulasikan empat tahapan yang perlu dilakukan organisasi, perusahaan, bisnis termasuk lembaga pendidikan di tengah era disruptif teknologi yaitu:

1. Tahap pertama (signals amidst the noise). Pada tahap ini, perusahaan, organisasi, dan bisnis merespons perkembangan teknologi secara cepat dengan menggeser pola kerja mengikuti tren perkembangan teknologi, preferensi konsumen, regulasi dan pergeseran lingkungan bisnis dan menggunakan media internet yang menjadi tulang punggung dalam era digital.

2. Tahap kedua (change takes hold). Pada tahap ini perubahan sudah tampak jelas baik secara teknologi maupun ekonomis.

3. Tahap ketiga (the inevitable transformation). Pada tahap ini keharusan organisasi, bisnis dan perusahaan mengakseleras transformasi menuju model baru.

4. Tahap keempat (adapting to the new normal). Pada tahap ini, organisasi, perusahaan dan bisnis menerima dan menyesuaikan keadaan dan lingkungan baru sebagai tuntutan untuk terus bertahan di tengah situasi disrupsi.

Mengambil empat kerangka kerja sebagaimana dikemukakan oleh McKinsey & Company untuk diterapkan dalam dunia pendidikan tinggi di tengah situasi disrupsi menjadi hal mendasar dan strategis bila tidak ingin perguruan tinggi tersebut lenyap dan tinggal mengenang nama besar dalam ingatan sejarah publik. Revolusi industri 4.0 yang mendorong terjadinya disrupsi di seluruh aspek hidup masyarakat, dari mulai transformasi sistem manajemen administrasi, tata kelola dan informasi, dunia industri, swasta, bidang ekonomi termasuk pendidikan. Keengganan perguruan tinggi melakukan langkah-langkah perubahan mendasar di era disrupsi teknologi dengan karakteristiknya yang ada; digitalisasi, optimation dan cutomization produksi, otomasi dan adaptasi, interaksi antara manusia dengan mesin, value added services and business, automatic data exchange and communication, serta penggunaan teknologi informasi menjadikan kampus tersebut tempat penyiapan sumber daya manusia yang gagap dan gugup akan realitas dinamika kehidupan. Sebaliknya dengan merespon secara cepat dan tepat yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan (pimpinan) di lingkup pendidikan tinggi terhadap disrupsi teknologi menjadikan kampus sebagai jembatan penyelamat bagi lulusan untuk dapat memainkan peran strategisnya dan memenangkan persaingan dalam tataran nasional, regional dan global. Selanjutnya Asep Totoh (Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara) dalam tulisannya di media daring yang berjudul: “Perguruan Tinggi Era 4.0 Dalam Pandemi COVID-19” merumuskan beberapa langkah strategis yang segera dipersiapkan dan dilakukan perguruan tinggi dalam mengantisipasi perubahan dunia yang disruptif yaitu:

Mempersiapkan dan memetakan angkatan kerja dari lulusan pendidikan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Mengubah atau menciptakan kurikulum dan metode pembelajaran yang fleksibel, adaptif, dan kontekstual dengan moda cyber university dan sistem pembelajaran daring learning dan hybrid learning). Adaptasi kurikulum, metode pembelajarannya dan ekosistem pendidikan harus sejalan dengan perubahan iklim bisnis, industri yang semakin kompetitif dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan sains. Memperkuat kemampuan merespon kebutuhan dunia kerja, usaha dan industri dengan inovasi dan kurikulum lintas disiplin dan kurikulum yang adaptif dan kontekstual. Harus bisa menjadi saluran pemikiran melalui riset dan pelbagai inovasi dan pengembangan cara-cara baru. Menumbuh-kembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa dan dosen sebagi solusi perubahan zaman dan kebermanfaatan masyarakat banyak. Membekali peserta didik dengan berbagai kecakapan agar mereka survive. Pembekalan itu mencakup penguasaan data dan teknologi, pengetahuan humaniora, keterampilan kepemimpinan, dan kewirausahaan. Sinergi dunia pendidikan dan dunia Industri untuk dapat mengembangkan Industrial transformation strategy. Salah satunya dengan mempertimbangkan perkembangan sektor ketenagakerjaan karena transformasi industri akan berhasil dengan adanya tenaga kerja yang kompeten. Respon UIN Jakarta

Era disruptif menghendaki adanya perubahan termasuk perubahan proses pembelajaran. Sebagaimana prediksi Prof. Clayton Christenson, dari Harvard Business School, bahwa ke depan yang akan survive hanyalah institusi pendidikan yang mengusung program pendidikan berbasis digital-IT. Makanya yang dibutuhkan ke depan, adalah bagaimana Perguruan Tinggi dapat membangun IT yang lengkap dengan infrastuktur yang andal sebagai langkah digitalisasi pendidikan tinggi.

Jadi bukan lagi ruang kelas yang banyak tetapi ruang digital yang lengkap dengan infrastruktur program pembelajaran daring. Prof. Nur Syam menegaskan bahwa pilihan kita hanya dua saja, apa perguruan tinggi akan bertahan dengan pendidikan konvensional seperti sekarang atau akan berubah menyongsong new style program pembelajaran. Jika pilihan perguruan tinggi tetap berada di program pendidikan konvensional, maka tunggu waktu kapan PT akan ditinggalkan oleh sumber daya mahasiswa, tetapi jika perguruan tinggi memilih yang new style, maka perguruan tinggi harus melompat menuju sesuatu yang baru. Kurikulum diubah total dipadukan dengan riset dan pengabdian masyarakat dan pembelajaran yang prospektif berbasis pada penggunaan digital-IT yang sangat memadai.

Di hari miladnya yang ke 64, 20 Mei 2021, UIN Jakarta yang merupakan wujud dari transformasi kelembagaan pendidikan tinggi dari ADIA-IAIN-UIN sudahkah mengambil berbagai langkah dan kebijakan strategis dan fundamental dengan rancang bangun dan desain serta program yang terukur, adaptif, kontekstual, konstruktif dan relevan dengan kondisi kekinian, kedisinian dan antisipasi masa depan yang sarat dengan perubahan yang disruptif. Apakah UIN bisa dan mau merespon dinamika dan tantangan era disrupsi tersebut? Sebagai PTKIN yang terbesar sudah saatnya UIN Jakarta mampu merespon dan menjawab berbagai tantangan yang terjadi di era disrupsi untuk terus menjadi lokomotif dalam menghadapi perubahan besar baik dalam tata kelola kampus (good university governance dan merryt system management) dan selalu terdepan dalam melahirkan gagasan dan pemikiran keagamaan yang inklusif, moderat dan konstruktif serta karya-karya integrasi keilmuan-keislaman yang mengglobal sebagai wujud dari kontribusinya dalam pembangunan peradaban umat manusia. (mf/sam)