Rektor Amany Lubis Ajak Umat Islam Doa Bersama pada 14 Mei

Rektor Amany Lubis Ajak Umat Islam Doa Bersama pada 14 Mei

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Rektor UIN Jakarta Amany Lubis mengajak seluruh umat Islam di Indonesia agar berdoa pada Kamis (14/5/2020) mendatang guna menghilangkan wabah korona (Covid-19) dari muka bumi.

Ajakan Rektor tersebut menindaklanjuti seruan yang disampaikan Grand Syaikh Al Azhar Mesir Prof Ahmad Al Thayyib dan Pemimpin Katolik Vatikan Paus Fransiskus yang meminta umat manusia di dunia berdoa dan berpuasa satu hari di bulan Ramadan pada 14 Mei mendatang.

“Pada 3 Mei lalu saya mendapat surat imbauan langsung dari Grand Syaikh Al Azhar Mesir Prof Ahmad Al Thayyib. Isinya, beliau mengajak umat manusa di muka bumi, termasuk umat Islam, untuk melakukan doa bersama kepada Allah SWT agar wabah korona segera hilang dari muka bumi,” katanya kepada BERITA UIN Online, Rabu (6/5/2020).

Menurut Rektor, gagasan Syaikh Al Azhar tersebut sangat baik dan momentumnya sangat dibutuhkan umat Islam di dunia untuk bersatu secara ruhani dan berdoa agar Covid-19 diangkat dari permukaan bumi sehingga semua manusia selamat.

“Mudah-mudahan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, menerima semua doa kita. Semua tidak ada yang sakit dan semua selamat,” ungkap Amany Lubis yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga tersebut.

Rektor mengatakan, UIN Jakarta pada 14 Mei mendatang juga telah mengagendakan doa bersama tersebut secara lintas agama. Untuk itu ia mengajak semua komponen masyarakat, seperti kalangan kampus, majelis-majelis agama, pihak keamanan, dan pemerintah bersatu melawan pandemi Covid-19.

Ajakan untuk doa bersama pada 14 Mei mendatang digagas oleh Komite Tinggi untuk Persaudaraan Manusia. Komite tersebut dibentuk di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA), pada Februari tahun lalu oleh Grand Syaikh Al Azhar Prof Ahmad al-Thayyib dan Paus Fransiskus serta dihadiri sejumlah tokoh lintas agama lain dari bebagai belahan dunia.

Dalam seruannya, Komite mengajak seluruh umat manusia di dunia dan dari tempat masing-masing untuk beribadah, berpuasa, dan berdoa kepada Tuhan serta berbuat kebaikan. Berdoa menurut agama dan aliran atau keyakinan masing-masing agar Tuhan mengangkat wabah tersebut dan menyelamatkan seluruh umat manusia.

Komite juga mengharapkan agar dalam doa kemanusiaan tersebut dapat mengilhami para ilmuwan untuk segera menemukan obat Covid-19 dan menyelamatkan dunia dari semua dampaknya, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, dan kemanusiaan.

Oleh karena itu Komite mengusulkan agar pada 14 Mei mendatang dijadikan sebagai hari untuk berdoa dan memohon demi kemanusiaan. Komite juga menyerukan semua pemimpin agama dan masyarakat dunia memohon kepada Tuhan dengan satu suara agar Tuhan menjaga umat manusia, membantu melewati pandemi, memulihkan keamanan, stabilitas, kesehatan, dan pembangunan, sehingga dunia setelah pandemi berakhir menjad lebih manusiawi dan bersahabat seperi sebelumnya.

[caption id="attachment_222207" align="alignright" width="262"] Grand Syaikh Al Azhar Mesir Prof Ahmad Al Thayyib dan Pemimpin Agama Katolik Vatikan Paus Fransiskus.[/caption]

Semenara itu, menurut ajudan Paus Fransiskus, Monsignor Yoannis Lahzi Gaid, seorang pendeta dari Mesir, doa kemanusiaan pada hari itu akan menjadi momen bersejarah.

"Ini akan menjadi pertama kalinya semua manusia bersatu demi satu tujuan; berdoa bersama, menurut keyakinan masing-masing, membuktikan bahwa agama itu menyatukan, bukan memecah belah," jelasnya dalam sebuah wawancara bersama Alarabiya, Rabu (6/5).

Pandemi telah melewati lintas batas dan budaya tanpa diskriminasi, berdampak terhadap semua orang apa pun agama dan latar belakangnya.

"Virus ini membuat kita paham kerentanan kita dan perlunya bersatu sebagai saudara. Kita tidak bisa mengatasi ini sendiri-sendiri," kata Gaid, yang juga anggota Komite ini.

"Covid-19 membuat kita semua bersimpuh. Tapi bersimpuh adalah posisi terbaik untuk berdoa," tambahnya.

Komite, yang dibentuk tahun lalu atas dukungan UEA, juga menyerukan orang-orang berdoa untuk ilmuwan agar bisa menemukan vaksin secepatnya.

Kendati wilayah sains ilmiah dan keyakinan tradisional kerap dianggap tak sepadan, Gaid mengatakan tak ada kontradiksi antara keduanya, seperti ditunjukkan oleh pandemi ini.

"Ada sebuah sifat yang saling mengisi. Sains tanpa agama tetap tanpa cakrawala dan agama tanpa sains tetap tanpa dukungan. Ini pelajaran hebat dari Covid-19," kata Gaid.

Ini bukan pertama kalinya para pemimpin dan cendekiawan agama dunia menekankan pentingnya ilmu pengetahuan.

Para pemimpin dunia lainnya juga akan doa bersama pada 14 Mei, termasuk Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Presiden Libanon Michel Aoun, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dan Patriark Ekumenis Konstantinopel Bartholomew. (al/ns)