Ramadhan Aman dan Sehat

Ramadhan Aman dan Sehat

Pada suatu hari, Rasulullah SAW bertanya kepada Muadz bin Jabal RA. Maukah aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? “Tentu saja, ya Rasululllah”, jawab Muadz. Rasululullah kemudian menerangkan bahwa pintu-pintu kebaikan itu adalah berpuasa sebagai perisai; bersedekah sebagai pemadam kesalahan sebagaimana air memadamkan api; dan shalat di tengah malam (qiyamul lail) (HR an-Nasa’i).

Bagaimana menjadikan puasa Ramadhan sebagai perisai diri atau penangkal segala keburukan, perbuatan dosa, dan penyakit, termasuk pandemi Covid-19? Pertama, puasa sebagai perisai itu harus dilandasi iman yang kuat dan ilmu yang benar. Karena, puasa berbasis iman dan ilmu yang benar itu dapat  membuahkan multikesalehan: kesalehan personal, sosial, intelektual, moral, emosional, dan spiritual. Puasa berbasis iman dan ilmu dapat mengantarkan shaimin dan shaimat kepada tujuan puasa, yaitu menjadi hamba yang bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183), sehingga puasanya tidak sekadar menahan rasa haus, lapar, dan dahaya (puasa awam).

Kedua, meniati dan mengagendakan Ramadhan sebagai bulan istimewa untuk perubahan (hijrah) menuju kualitas hidup yang lebih baik. Puasa Ramadhan harus dijalani sebagai proses dan sarana untuk melakukan transformasi mental spiritual dari “pengabdi perut dan nafsu syahwat” (abdul bathni wa abdul hawa) menjadi hamba Allah yang memiliki kedekatan vertikal dan horizontal, dengan Allah dan sesamanya.

Oleh karena itu, iman dan niat yang kuat membuat hati semakin ikhlas dan sabar dalam merespon dan menekuni ibadah Ramadhan. Ketika hati ikhlas dan sabar itu diseru oleh Allah dan Rasul-Nya berpuasa, maka dengan senang hati dan rasa syukur yang tinggi, orang-orang beriman menyikapinya dengan sami’na wa atha’na (siap menyimak, meresponi, dan menaati) dalam berpuasa Ramadhan. Iman dan niat dalam hati itu merupakan energi positif yang dapat menggerakkan orang-orang beriman untuk bersabar dalam mengendalikan diri, mengelola gejolak hawa nafsu, menangkal aneka godaan setan yang merasuki dirinya, dan sabar melawan pandemic Covid-19.

Ketiga, puasa dengan spirit merasa diawasi Allah (muraqabatullah).  Iman dan niat kuat berpuasa meneguhkan hati orang beriman untuk selalu merasa diawasi dan diaudit oleh Allah, sehingga Allah Maha Hadir, selalu menyertai dan mengawasi kehidupannya. Merasa diawasi Allah (muraqabatullah) di manapun dan kapanpun sangat penting, karena dapat menumbuhkan kesadaran prima dan komitmen kuat untuk hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kesadaran ini dapat menihilkan pikiran dan rencana jahat dengan bermaksiat  kepada-Nya. Dengan muraqabatullah, hamba bisa merasakan nikmat dan indahnya ibadah puasa Ramadhan.

Keempat, intensifkasi amalan-amalan sunah unggulanm seperti: tadarus, iktikaf, zikir, doa, istighfar, dan sedekah sebagai peneguh jiwa dan pengokoh integritas takwa, sehingga  puasa Ramadhan berfungsi sebagai perisai atau antivirus kemaksiatan, kejahatan, keburukan, bahkan penangkal berbagai penyakit, termasuk Covid-19. Dengan amalan-amalan unggulan itu, ibadah Ramadhan menjadi  lebih bermakna, membuahkan banyak hikmah, sekaligus menjadi media transformasi mental spiritual dan moral menuju peningkatan kualitas iman, ilmu, dan amal saleh.

Kelima, berpuasa sebagai kebutuhan dan gaya hidup (life style) positif. Berbagai riset tentang puasa menunjukkan bahwa sesungguhnya kehidupan manusia dan makhluk Allah lainnya memerlukan puasa. Artinya, puasa itu merupakan kebutuhan dan gaya hidup  yang secara sistemik harus dijalani agar menjadi sehat dan aman dari berbagai penyakit. Bahkan puasa itu berfungsi sebagai tindakan preventif dan kuratif, menjadi terapi alami terhadap berbagai penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit fisik, termasuk corona.

Beberapa makhluk Allah selain manusia ternyata juga berpuasa secara alamiah. Ular dan semut berpuasa dengan tidak bergerak dan tidak makan di lobang persembunyiannya beberapa hari atau bulan. Unggas seperti ayam dan bebek tidak makan dan tidak minum dalam waktu tertentu untuk mengerami telurnya agar bisa menetas. Beberapa jenis ikan yang bermigrasi dari tempat asalnya ke tempat lain dengan menempuh jarak berkilo-kilo meter dan dalam berberapa minggu tanpa makan. Burung yang bermigrasi ke tempat sangat jauh terbang dengan lebih gesit dan ringan juga dalam kondisi berpuasa. Beruang kutub selama lima bulan berdiam diri setiap tahun juga tanpa makan.

Demikian pula, ulat berpuasa dalam kepompong selama kurang lebih 36 hari. Saat belum puasa ulat itu menjijikkan, menakutkan, bahkan dijauhi manusia. Akan tetapi, setelah berpuasa, ulat itu bertransformasi menjadi kupu-kupu yang indah, menarik, dan setiap orang ingin mendekati dan memegangnya.

Jadi, kelima hal tersebut merupakan aktualisasi Ramadhan aman dan sehat. Ramadhan aman dan sehat harus menjadi paradigma dan gaya hidup Mukmin yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, sehingga hamba layak mendapatkan kasih sayang, ampunan, dan keberkahan Ramadhan. Ramadhan aman dan sehat itu berbasis iman, ilmu, dan spirit menggapai ridha Allah, karena puasa seperti inilah yang mengantarkan kepada ampunan Allah terhadap dosa-dosa masa lalu” (HR al-Bukhari dan Muslim). Semoga Ramadhan tahun ini aman dan sehat, berfungsi sebagai perisai diri sekaligus pembuka pintu-pintu rahmat dan ampunan-Nya, sehingga Corona segera sirna dari muka bumi. Wallahu a’lam bi ash-shawab!

Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber: Hikmah Ramadhan Koran Republika, 25 April 2020. (zm/mf)