PSGA UIN Jakarta Gelar Workshop Kurikulum Responsif Gender

PSGA UIN Jakarta Gelar Workshop Kurikulum Responsif Gender

[caption id="attachment_15987" align="alignleft" width="300"] Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta menggelar Workshop Kurikulum Responsif Gender, Kamis (23/02), bertempat di Ruang Sidang Utama (RSU), gedung rektorat lantai dua.[/caption]

Ruang Sidang Utama, BERITA UIN Online – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta menggelar Workshop Kurikulum Responsif Gender, Kamis (23/02), bertempat di Ruang Sidang Utama (RSU), gedung rektorat lantai dua. Kegiatan yang bertujuan memberikan penjelasan dan kesetaraan perwakilan perempuan dan laki-laki ini, diikuti oleh Ketua Jurusan dari beberapa fakultas, para Wakil Dekan Bidang Akademik, Ketua PSGA Universitas Pamulang, Institut Ilmu Quran, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Hadir sekaligus membuka acara secara resmi, Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA, Wakil Rektor Bidang Akademik Dr Fadilah Suralaga MA, Koordinator Tim Ahli Pengarusutamaan Gender Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Dr Susanto, dan Bapak Syahrul selaku Tim Ahli Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Dalam penyampaian, rektor mengatakan perlunya penerapan budaya responsif gender baik dalam pembelajaran, maupun managemen instansi. Hal ini dimaksudkan untuk menyelerasikan keberagaman.

“Dalam hal manajemen kelembagaan di UIN Jakarta misalnya, jajaran pimpinan UIN ini terus berupaya agar ada keberimbangan antara keterwakilan perempuan dan laki-laki. Saya rasa UIN Jakarta akan siap membenahi pengarusutamaan gender mulai dari internal,” papar rektor.

Di tempat sama, Susanto selaku Koordinator Tim Ahli Pengarusutamaan Gender di sembilan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) mengungkapkan, bahwa terungkapnya berbagai kasus kejahatan seksual di beberapa daerah di Indonesia, menimbulkan berbagai kekhawatiran. Sementara perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya masih mendominasi sebagai objek kejahatan dengan berbagai modus dan bentuk tersebut.

“Saat mayarakat dihadapkan pada kompleksitas masalah kekerasan berbasis gender itulah, budaya akademik diharapkan mengambil peran guna mencegah dan meminimalisir terjadinya tindak kejahatan,” jelasnya.

Ditambahkannya, (PTKI.red) perlu mengembangkan kultur akademik sebagai basis penguatan perspektif, kepekaan dan keterampilan agar alumninya dapat menjadi bagian dari solusi. (lrf/sf)