PSGA Ingin Seluruh Kegiatan Lebih Responsif Gender

PSGA Ingin Seluruh Kegiatan Lebih Responsif Gender

Ruang Diorama, BERITA UIN Online – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta menginginkan agar kegiatan-kegiatan di UIN Jakarta lebih berorientasi kepada responsif gender. Hal itu bertujuan agar program gender mainstreaming dapat tercapai secara optimal.

Demikian dikatakan Ketua PSGA Rahmi Purnomowati seusai acara Sosialisasi dan Pelatihan Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Ruang Diorama, Jumat (14/9/2018). Acara tersebut diikuti oleh sejumlah staf perwakilan dari 12 fakultas di UIN Jakarta. Turut hadir Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Subarja dan Kepala Bagian Perencanaan Kuswara. Sosialisasi juga diisi oleh narasumber Ervania Zuhriah dari UIN Malang.

Menurut Rahmi, sosialisasi dan pelatihan dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan program pemerintah pusat. Hal itu bertujuan agar kegiatan di setiap unit dan instansi pemerintah seperti kampus UIN Jakarta benar-benar responsif gender.

Dengan kata lain, jelas dia, kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan dan dianggarkan harus memiliki suatu keadilan bagi laki-laki maupun perempuan, sehingga mereka bisa sama-sama mendapatkan akses. Antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama. Namun, tidak harus 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan karena yang penting adalah keterwakilannya dan keberpihakannya.

“Kita berangkat dari lapangan bahwa laki-laki dan perempuan sudah diberikan kesempatan sama. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat hambatan sehingga baik laki maupun perempuan tidak sama pencapaiannya,” katanya.

Ervania Zuhriah, Trainer Perencanaan dan Pengaggaran Responsif Gender dari UIN Malang mengungkapkan, program ini diawali pada tahun 2015 dalam proses perencanaan dan penganggaran responsif gender di perguruan tinggi, khususnya di Kementerian Agama. Kegiatan diawali dengan pemahaman soal konsep-konsep gender kepada seluruh kasubbag perencanaan di masing-masing fakultas dan unit yang ada di UIN Jakarta.

Dari konsep serta pemahaman peserta terhadap gender tersebut, urainya, baru masuk ke dalam perencanaan. Konon, berdasarkan penelusuruan Ervania, ditemukan bahwa hampir di seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) yang dikunjunginya tanpa sebuah analisis. Oleh karena itu, mereka (pimpinan di PTKIN, Red) saat melakukan perencanaan sangat netral gender.

“Tanpa sebuah analisis dan keterlibatan dalam proses akses, partisipasi, control, dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan, maka program kegiatan beresponsif gender tersebut tidak mungkin terjadi,” katanya. (ns/aw)