Pesantren Milenial

Pesantren Milenial

Pengesahan UU Pesantren oleh DPR RI pada 24 September 2019 lalu memberi angin segar bagi masa depan pendidikan pesantren. Karena, secara konstitusional, pesantren kini menjadi setara dengan sistem pendidikan madrasah dan sekolah. Dalam konteks ini, pemerintah harus memberi perhatian, pembinaan, pengembangan, dan pendanaan pesantren di seluruh persada nusantara seperti halnya madrasah dan sekolah.

Pesantren merupakan lembaga keagamaan sekaligus lembaga pendidikan Islam khas Indonesia. Eksistensinya jauh mendahului Republik ini, karena merupakan  lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara, berdiri sejak abad ke-15 lalu sebagai manifestasi sinergi akulturasi “Islam dan kearifan kultural lokal”. Lahirnya pesantren merupakan bentuk akomodasi nilai-nilai Islam dan budaya bangsa yang multikultural.

Menurut data Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, saat ini terdapat 28.194 pesantren yang tersebar di wilayah kota maupun pedesaan dengan lebih dari 4,290,626 santri. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren di Indonesia tergolong sangat pesat. Hal ini menunjukkan tingkat keragaman sistem, orientasi pimpinan pesantren dan independensi kiai. Angka tersebut juga membuktikan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan swasta yang hebat, sangat mandiri, dan berbasis masyarakat.

Aset Umat dan Bangsa

Oleh karena itu, pesantren merupakan aset umat yang sangat strategis sekaligus masa depan bangsa. Dalam sejarah bangsa, pesantren memiliki andil dan kontribusi sangat penting dalam perang melawan penjajah Belanda dan Jepang, hingga bangsa Indonesia mampu merebut dan mengisi kemerdekaan RI. Setelah kemerdekaan, pesantren menjadi aset bangsa terdepan dalam mempertahankan, mengawal NKRI, dan memaknai pembangunan bangsa. Pendiri bangsa ini (founding fathers), sebut saja Ki Bagus Hadikusumo dan KH. A. Wahid Hasyim, adalah santri sejati. Jenderal Besar Sudirman, pemimpin perang gerilya adalah juga santri sejati yang pernah diwakafkan Muhammadiyah untuk umat dan Indonesia hebat.

Pesantren memainkan peran sangat strategis, tidak hanya dalam transmisi keilmuan dan pelestarian nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kaderisasi ulama melalui pengkajian, pendalaman, dan penguasaan ilmu-ilmu keislaman (tafaqquh fi ad-din). Peran pesantren, para ulama, dan santri juga tidak kalah penting dalam membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Banyak laskar jihad melawan penjajahan berlatar belakang santri yang memiliki militansi dan etos jihad yang tinggi. Jadi, pesantren itu hadir, antara lain, untuk meluruskan dan  mengawal kiblat bangsa.  Tanpa pesantren, boleh jadi kiblat bangsa ini sudah melenceng dan keluar dari ideologi bangsa, Pancasila.

Pembangunan umat dan Indonesia hebat: berkemajuan, adil makmur, sejahtera dan bermartabat, mustahil tanpa ditopang sistem pendidikan yang maju dan inovatif, termasuk pesantren yang berkarakter kuat dalam pengembangan mental spiritual dan moral. Jika dalam lagu Indonesia Raya ditegaskan pentingnya pembangunan jiwa terlebih dahulu baru pembangunan fisik: “Bangunlah jiwanya… bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”, maka pembangunan jiwa merupakan misi dan agenda utama dari pendidikan pesantren. Mentalitas, spiritualitas, moralitas, dan nasionalitas warga pesantren telah teruji dan terbukti hebat dalam perjalanan sejarah bangsa. Karena itu, komitmen kebangsaan dan keummatan pesantren tidak perlu diragukan.

Menuju Indonesia Hebat     

Di antara kritik yang kerap ditujukan kepada dunia pesantren adalah kurikulumnya yang cenderung statis, tidak dinamis. Dari dulu hingga sekarang standar isi kurikulum pesantren cenderung tidak mengalami perubahan signifikan, padahal dunia berubah sangat dinamis;  perkembangan sains dan teknologi selalu mengalami pemutakhiran. Jika kurikulum pesantren tidak ditinjau kembali dan dimutakhirkan, dikhawatirkan para santri kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan modern dan milenial.

Karena itu, kitab kuning (kutub shafra’) tidak harus menjadi “harga mati” sebagai salah satu komponen atau rukun pesantren. Karena sebutan “kitab kuning” bukan mengacu kepada substansinya, tetapi merujuk pada warna kertasnya yang kuning.   Saat ini, mayoritas kitab rujukan kajian keislaman (dirasah Islamiyyah) sudah berwarna putih, dan substansi keilmuannya semakin berkembang dan kontekstual, sesuai tuntutan zaman.

Salah satu model pesantren milenial adalah pesantren sains. Ada dua trensains di Indonesia, yaitu Trensains Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen dan Trensains Tebuireng Jombang. Keduanya digagas oleh seorang saintis, Dr. Agus Purwanto. Trensains belakangan ini menjadi ngetren dan keren karena standar kompetensi lulusannya tidak hanya mahir dan lancar berbahasa asing (Arab dan Inggris), tetapi juga piawai sains (matematika, fisika, kimia, biologi), dan memahami interaksi antara agama dan sains. Target utama lulusannya dapat diterima sebagai mahasiswa di kampus ternama seperti: UI, UGM, ITB, ITS, Undip, dan sejumlah universitas di luar negeri.

Di samping itu, trensains juga mengembangkan kajian tentang Alquran dan tafsir, tafsir ilmi, sejarah sains dan biografi para ilmuwan, filsafat sains, sains dan persoalan ketuhanan (sains lama dan sains baru), agama dan sains, Islamisasi sains, saintifikasi Islam, sains Islam, dan mathematic Wolfram. Santri trensains juga dilatih dan dibudayakan menghafal Alquran, utamanya ayat-ayat semesta (ayat kauniyyah), membaca, berdiskusi, public speaking, dan mahir presentasi. Trensains memadukan keterampilan berbahasa asing, keterampilan studi, keterampilan hidup, dan keterampilan sosial kultural, sehingga lulusan pesantren milenial ini diharapkan memiliki kompetensi tinggi dan keunggulan kompetitif  dalam memenangi tantangan masa depan dengan penguasaan sains dan teknologi berbasis nilai-nilai agama.

Trensains tidak hanya dirancang menjadi pilot project pesantren milenial berkemajuan, tetapi juga menjadi pesantren modern yang berstandar internasional. Selain itu, pesantren dengan genre milenial ini juga diharapkan  menjadi basis pembangunan peradaban bangsa yang hebat dan bermartabat. Dengan kata lain, peran dan kontribusi positif pesantren dapat membuahkan karya peradaban bangsa yang agung, disegani, dan menjadi teladan dunia Internasional.

Di era digital yang penuh kompetisi regional dan global ini, pengembangan pendidikan pesantren modern berkemajuan dan berstandar internasional merupakan sebuah keniscayaan. Karena sistem pendidikan Islam ke depan yang sangat dibutuhkan oleh umat dan bangsa adalah model pendidikan holistik integratif, inovatif dan interkonektif, bukan pendidikan dikotomik dan tidak autentik. Kompetensi lulusan pesantren yang  diharapkan dapat memenuhi tantangan masa depan adalah kompetensi yang memadukan antara kualitas iman-ilmu-amal-akhlak. Pesantren bergenre milenial tersebut telah menginisiasi integrasi pembelajaran dan pemahaman ayat-ayat Quraniyyah dan ayat-ayat kauniyyah sebagai “kurikulum kehidupan” santri,  di samping menghadirkan keseimbangan antara dimensi mental spiritual, kognitif, afektif, psikomotorik, sosial kemanusiaan, dan wawasan kebangsaan.

Dalam trensains, budaya literasi dan riset dikembangkan. Diskusi dan nalar ayat-ayat semesta, kebebasan berpendapat dan berekspresi, toleransi dalam menyikapi keberbedaan dan multikulturalisme dikembangkan. Bahasa pengantar pembelajaran (bahasa Arab dan Inggris) merupakan modal intelektual dan sosio-kultural berharga untuk menumbuhkembangkan tradisi riset, inovasi dan temuan-temuan baru di bidang sains dan teknologi yang disemai dan bersemi di pesantren.

Pesantren milenial bergenre trensains tersebut sangat diharapkan menjadi model pendidikan alternatif masa depan yang dapat menghebatkan Indonesia. Pesantren dengan standar mutu yang jelas, terukur, dan akuntabel, bahkan terakreditasi di kemudian hari, harus menjadi agenda utama Kementerian Agama dalam mengembangkan dan memajukan pesantren. Dengan perbaikan manajemen mutu, masa pesantren di Indonesia idealnya semakin  keren dan modern, sehingga produk lulusan yang dihasilkannya semakin kontributis dan solutif  bagi Indonesia hebat dan bermartabat. Selamat Hari Santri Nasional!

Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah. Sumber: Republika, 22 Oktober 2019. (lrf/mf)